Pemerintah dan KPI Pusat menghimbau masyarakat periklanan dan lembaga penyiaran untuk mempercepat langkah-langkah penyiapan implementasi Permen Kominfo No. 25/2007 tentang penggunaan sumberdaya domestik untuk produk iklan di lembaga penyiaran. Hal ini terungkap saat bertemu dengan mereka hari ini (3/3) di kantor KPI Pusat.
Dalam pertemuan ini, Dirjen SKDI Depkominfo, Freddy Tulung, berharap dapat menerima masukan yang komprehensif dari masyarakat periklanan mengenai kondisi obyektif industri periklanan di Indonesia, termasuk rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan untuk mendorong tumbuhnya industri periklanan Indonesia.
”Peraturan ini sejak awal dimaksudkan agar periklanan Indonesia setidaknya dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” terang Freddy.
Dalam pertemuan ini, tim masyarakat periklanan, yang diwakili oleh gabungan APPINA (Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), IPFII (Ikatan Perusahaan Film Iklan Indonesia), dan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), menyampaikan temuan awal mereka saat ini mengenai kondisi periklanan Indonesia.
FX. Ridwan Handoyo, mewakili rekan-rekannya, memaparkan, pengaturan yang ada dalam Permen ini sebenarnya merujuk produksi iklan pada wilayah Rumah Produksi, Rumah Rekaman, dan Percetakan (untuk barang cetak). Dalam mata rantai produksi, kepada mereka ini, oleh biro iklan, lazimnya dialokasikasikan sekitar 20% dari total biaya yang dikeluarkan klien. ”Sisanya, sekitar 80% dari total biaya itu, oleh biro iklan dialokasikan untuk memasang iklan tersebut di media massa,” jelas Ridwan.
Angka 20% yang akan diatur ini, menurut Ridwan, sebagian memang berputar di industri periklanan Indonesia, yakni ke Rumah Produksi, yang komponennya mencakup pemeran, sutradara, lokasi/studio, rental ala-alat shooting, kru film, maupun alat-alat properti untuk pembuatan film iklan.
Namun, tambah Ridwan, yang masih sering harus dibawa ke luar negeri adalah proses pasca produksi. Menurutnya, ini karena industri lokal belum mencukupi karena pada tahap ini membutuhkan kecanggihan teknologi. ”Karakter industri pada tahap paskaproduksi ini memang sangat tergantung pada teknologi,” tambahnya.
Temuan tim ini juga menunjukkan, dengan merujuk data AGB Nielsen, bahwa Advertising Expenditure (ADEX) yang dikeluarkan oleh klien dalam kurun waktu 2005 sampai 2007 terjadi kenaikan sampai dengan 17% pertahunnya, yaitu Rp. 25,58 trilyun pada tahun 2007 naik menjadi Rp. 30,02 trilyun pada tahun 2006, dan tahun 2007 meningkat menjadi Rp. 35,11 trilyun. Dari Rp. 35,11 trilyun di tahun 2007 ini, iklan di televisi memperoleh sekitar 66% dari ADEX atau senilai Rp. 23 Triliun. Angka ini, menurut data Nielsen, tidak termasuk yang dikeluarkan untuk iklan di radio maupun even-even outdoor.
Alex Kumara, yang mewakili ATVSI, menyampaikan pentingnya kehati-hatian dari regulator dalam pelaksanaan Permen ini. Dari sisi industri, ini karena banyak klien yang operasi perusahaannya berlangsung dalam skala global, sehingga dikhawatirkan dapat memindahkan pangsa iklannya. Selain itu, Alex juga menanyakan kejelasan hukum jika terjadi pelanggaran terhadap Permen ini, khususnya terhadap lembaga penyiaran. “Saat ditanya, kami mengatakan sanksinya adalah sanksi administratif. Namun, saat ditanya lebih lanjut apa yang disebut adminsitratif, kami tidak bisa menjawab,” terang Alex.
Menanggapi hal ini, Freddy Tulung menyatakan bahwa regulator berniat positif untuk mengembangkan industri periklanan. Untuk itu, Fredy meminta, fokus terhadap Permen ini tidak diarahkan pada soal sanksi terus, namun justru harusnya berupaya memperjuangkan kebaikan bagi semua pihak.
“Untuk melakukan pengawasan, kami siap melakukan kerjasama dengan instansi-instansi pemerintahan lainnya yang juga memiliki urusan terhadap maslah ini, seperti Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departeman Budaya dan Pariswisata, serta pihak-pihak terkait lainnya,” terang Freddy.
Anggota KPI Pusat, Don Bosco Selamun, juga menanyakan kemungkinan setiap pihak untuk menyiapkan agar implementasi Permen ini juga dapat mengakselerasi pertumbuhan penyiaran di tingkat lokal.
Dalam kesempatan ini, masing-masing pihak juga menyetujui kemungkinan menjadikan 30 Mei 2008 bukan sebagai batas akhir penerapan Permen ini, namun dapat menjadi awal. Hanya saja, baik Pemerintah maupun KPI Pusat, meminta agar masyarakat periklanan, khususnya lembaga penyiaran, dapat menyusun laporan kesiapannya sebagaimana diatur dalam pasal 11 ayat (2) dalam waktu secepatnya.
Menanggapi hal ini, Bambang Sumaryanto, wakil APPINA, menyatakan kesiapan pihaknya untuk menyelesaikan hasil kajian tim masyarakat periklanan ini pada akhir Maret 2008 ini. Red
sumber: kpi.go.id
1 komentar:
Punten Mas Teguh, ada link buat liat belanja iklan nasional yg update gak?terima kasih..saya mahasiswa yang sangat membutuhkan informasi ini. boleh balas ke email : jaruldhan@gmail.com
Posting Komentar