Rabu, 12 Maret 2008 | 01:03 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU) menemukan bukti dugaan monopoli dan persaingan usaha tak sehat pada tayangan Liga Inggris 2007 oleh stasiun televisi berbayar Astro TV dalam pemeriksaan pendahuluan. Itu sebabnya, rapat pleno kemarin memutuskan melanjutkan pemeriksaan kasus ini.
Ketua majelis pemeriksa A.M. Tri Anggraini menuturkan, timnya menemukan sedikitnya dua dari lima alat bukti dalam pemeriksaan pendahuluan, yakni dokumen perjanjian dan keterangan pihak-pihak berperkara. Sedangkan alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dokumen, dan keterangan pelaku usaha.
“Semua terangkum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP),” kata Tri kepada Tempo di Jakarta kemarin. “Tapi, bukti ini masih perlu diperdalam pada 60 hari pemeriksaan lanjutan.”
Kuasa Hukum Astro All Asia Networks Todung Mulya Lubis menyatakan belum bisa berkomentar soal keputusan KPPU ini. Tapi menurut dia, KPPU tak mempunyai alasan yang kuat untuk melanjutkan perkara ini. Apalagi, kliennya telah menyampaikan semua dokumen yang diminta majelis pemeriksa selama pemeriksaan pendahuluan.
“Dugaan ada upaya menghambat (pelaku usaha lain) itu tak ada,” kata Todung. Vice President Corporate Affairs PT Direct Vision, pengelola Astro TV Indonesia, Halim Mahfudz memilih diam. “Kami belum dapat pengumumannya. Nanti saja,” ucapnya ketika dihubungi Tempo.
KPPU mengusut kasus ini berdasarkan laporan tiga perusahaan stasiun televisi berbayar PT MNC Skyvision (Indosat), PT Indosat Mega Media (IM2), dan PT Indonusa Telemedia (Telkomvision) pada September 2007. Mereka menduga Direct Vision, Astro All Asia Network (Astro Malaysia), dan ESPN Star Sports (ESS) telah berbuat curang dengan memonopoli siaran Liga Inggris 2007.
Setelah melakukan klarifikasi, majelis pemeriksa menilai terjadi pelanggaran Pasal 16 Undang-Undang Anti-monopoli tentang larangan perjanjian dengan pihak luar negeri yang bisa mengakibatkan praktik monopoli oleh Astro Malaysia, ESS, dan Direct Vision. Nah, Astro Malaysia dan Direct Vision juga dituding melanggar Pasal 19 huruf (a) yang melarang upaya menghambat pelaku usaha lain.
Pengamat media Ade Armando menyarankan pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) campur tangan dalam kasus ini. Alasannya, kepentingan publik mesti dilindungi. “Bagaimana dengan kepentingan masyarakat?” katanya kemarin dalam diskusi 'Industri Televisi Berbayar' di Jakarta.
Ade khawatir kasus ini menjadi kebiasaan buruk industri televisi berbayar. Cara bersaing akan lebih pada eksklusifitas konten yang berujung pada saling bunuh antaroperator.
Apalagi, persaingan konten sangat mahal harganya bagi pemirsa. Ia menyarankan sebaiknya persaingan pada layanan dan teknologi, bukan menguasai konten. Menurut bekas anggota KPI ini, bisa saja stasiun televisi lain menguasai acara lainnya sehingga publik dirugikan.
Agoeng Wijaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar