08 Juni 2008

Asmirandah di Balik Layar

Sani Suliwati tampak bersemangat. Tanpa ragu, dia membujuk putri bungsunya mengikuti ajang pemilihan bintang iklan. Sebaliknya, sang anak yang masih duduk di bangku SMP itu terlihat enggan. ''Males banget kalau harus ikut casting segala,'' pikirnya ketika itu.

Namun, kegigihan sang ibu pun akhirnya membuat putrinya, Asmirandah, menyerah dan ikut ajang tersebut. Tak disangka, meski didera rasa malas, ia berhasil terpilih. Dunia baru itu membentang di depan mata: Bintang iklan. Tanpa menunggu lama, tawaran lain datang. Kali ini tawaran untuk bermain sinetron dari seorang aktris senior, Ayu Dyah Pasha. Lagi-lagi, Asmirandah malas. ''Aku nggak senang dengan proses itu. Apalagi, harus bergaya-gaya supaya terpilih.''

Ayu tak menyerah begitu saja. Dia membujuknya dengan iming-iming aktivitas itu tidak memakan waktu lama. Dan, lagi-lagi gadis kelahiran Jakarta, 5 Oktober 1989, ini beruntung. Sebuah dunia baru kembali membentang. Kali ini, dunia sinetron. Perlahan namun pasti, satu per satu sinetron dibintanginya. Jadwal aktivitas yang padat terus membayangi sepanjang hari.

Perlahan pula, gadis yang akrab disapa Andah itu mulai merasa lelah. Meski sempat memutuskan berhenti, anak bungsu dari tiga bersaudara ini akhirnya merasa harus kembali berakting. ''Kayaknya hidup kurang seru. Lebih enak shooting, bekerja, dan dapat uang.'' Akan tetapi, ketika melihat nilai-nilai ulangannya menurun, ia kembali memutuskan berhenti. Gadis berdarah Betawi-Belanda ini menganggap pendidikan lebih penting. Apalagi, saat itu dia sudah duduk di kelas 2 SMA. Andah ingin lulus dan bisa meneruskan sekolah.

Andah gundah. Cerita film atau sinetron yang ditontonnya tidak membuat dia puas. ''Kenapa ceritanya seperti itu?'' tanyanya dalam hati. Ketika itu dia masih terlalu kecil untuk memahami protes-protesnya itu. Namun, setelah dewasa, Andah merasa bisa jadi inilah isyarat untuk masa depannya. Kendati gemar merancang busana, dunia akting ternyata begitu kuat menarik dirinya. Andah akhirnya memilih sekolah penyutradaraan di Next Academy, Pejaten, Jakarta Selatan.

Setelah menjalani dua semester, dia menyadari bahwa dunia penyutradaraan amat berbeda dengan apa yang dilakoninya selama ini. Akhirnya, Andah mengakui bahwa yang selama ini diinginkan adalah menjadi orang di balik layar. Tepatnya, menjadi sutradara. ''Aku memang ingin jadi orang di balik layar, tapi mendapat kesempatan dengan menjadi pemain dulu. Tidak apa-apa, aku jalani aja.''

Menulis skenario juga sudah mulai dilakoninya. Meskipun baru ide-ide cerita, sudah ada beberapa yang tersusun. Andah mengaku tak pintar menyusun skenario lantaran ia cepat bosan melakukan satu hal yang terlalu lama. Karena itu, ia ingin memosisikan sebagai pemberi ide cerita saja. ''Jadi, aku cerita ada orang lain yang bantu menyusun ceritaku dalam bentuk skenario.''

Bagi Andah, semua hal yang ia lakoni saat ini adalah jalan yang harus ia lalui. Semuanya dilakoni dengan keseriusan dan kerja keras, termasuk untuk berakting. ''Totalitas untuk semua hal itu harus buat aku. Mungkin sekarang jadi aktrisnya dulu. Dengan izin Allah, ke depan aku bisa jadi sutradara.''

Bertahun-tahun melakoni profesi sebagai bintang iklan dan sinetron agaknya tak mampu mengubah sifatnya. Andah tetap menjadi remaja pemalu dan tak suka menjadi pusat perhatian.

Ketika ditemui di kampusnya untuk wawancara, Andah lebih suka berada di tempat sepi di sudut kampus yang ramai. Bahkan, ketika diminta bergaya saat pemotretan, sontak ia menolak. ''Ah, nggak mau, begini aja ya,'' katanya sambil berkacak pinggang. ''Aku nggak mau ntar pada ngeliatin.'' Setelah seharian kuliah, wajah mungilnya tampak agak lelah. Namun, Andah belum berhenti bertutur. Dia masih bercerita tentang dunia entertainment yang cepat berubah dan terus dibanjiri para pendatang baru.

Kenyataan itu tentu sudah disadarinya. Dan, dia punya kiat jitu untuk menghadapinya. ''Aku memang nggak pernah mengidolakan orang lain dan aku nggak mau meniru orang lain. Aku hanya ingin jadi diriku sendiri. Yang penting berusaha terbaik dengan apa sudah aku miliki.'' Hari beranjak malam. Tanpa terasa, jarum jam sudah menunjukkan pukul 19.00 WIB. Usai wawancara, satu jadwal sudah tercatat dalam agendanya: Shooting sinetron. Dan, Andah pun beranjak pergi. fia
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=336808&kat_id=405

Tidak ada komentar: