19 April 2008

Bara Pattiradjawane: Lidah Adalah Sesuatu yang Sangat Pribadi

Foto-foto: Setia Lesmana

Manusia memang tak bisa terlepas dari makanan. Makan tidak hanya untuk mengaktifkan proses biologis manusia, tetapi juga mampu memberikan rasa senang. Kesenangan yang bisa diberikan makanan berkaitan erat dengan selera seseorang. Kesenangan lainnya yang bisa diberikan makanan adalah pada saat proses membuatnya. Memasak, bagi sebagian orang, menjadi sebuah hobi. Ini juga yang dirasakan Bara Pattiradjawane (44). Pria tersebut, wajahnya tak asing lagi karena setiap hari Sabtu selalu hadir di layar kaca, membawakan acara Gula-Gula, sebuah acara memasak dari serangkaian program acara memasak yang sedemikian padat di beberapa stasiun televisi lokal, pada hari Sabtu.

Baru-baru ini, SP berkesempatan bercakap-cakap dengannya di sebuah resor di Ciawi. Berikut petikannya:

Kapan Anda mulai tampil di acara memasak di depan audience?

Sebetulnya keinginan tampil di televisi (untuk program acara memasak, Red) sejak tahun 2000. Sekitar tahun itu saya sudah banyak mendatangi beberapa production house (PH), tetapi tidak ada yang tertarik dan barulah ketika saya bertemu Rima Cynthia dari TransTV pada 2003 yang akhirnya tertarik dengan ide dan konsep yang saya tawarkan. Jadilah saya mulai mengisi acara Gula-Gula.

Ide dan konsep apa yang Anda tawarkan waktu itu?

Saya menawarkan program acara memasak yang berusaha membangkitkan keinginan orang untuk memasak sendiri di rumah yang hasilnya kemudian disantap bersama keluarga. Ada semacam menyambung tali silaturahmi dalam makan bersama itu. Sebuah kebiasaan yang sekarang sudah hilang. Tidak cuma kesempatan duduk bareng satu meja sekeluarga untuk makan bersama yang sudah hilang tetapi juga kebiasaan memasak untuk keluarga yang juga hilang karena faktor kesibukan dan sebagainya. Sekarang ini, kebiasaan makan bersama seke- luarga sudah tergantikan dengan makan bersama di mal. Nah, saya berusaha memberikan ide dan berbagi resep bahwa di saat akhir pekan cobalah untuk memasak sendiri dan disantap bersama keluarga. Memasak sendiri itu asyik. Apalagi kalau saat menyiapkan bahan-bahan dan memasak itu, dilakukan bersama anggota keluarga juga. Karena itu, saya memberikan resep-resep yang proses masak dan penyajiannya, pasti bisa dilakukan setiap orang.

Tampaknya program acara Gula-Gula menawarkan kepraktisan dalam memasak, bahwa memasak adalah simple. Apa memang demikian konsepnya?

Dari awal, memang program ini menawarkan kepraktisan dan bahwa memasak itu mudah. Tidak rumit. Biar orang punya pikiran, kalau Bara bisa kenapa saya enggak? Di depan kamera saya selalu berkata bahwa saya bukan lulusan sekolah memasak dan belum pernah mengikuti kursus memasak. Jadi, orang yang menonton menjadi tidak minder dan mencoba memasak apa yang telah saya tunjukkan di acara.

Mengapa namanya Gula-Gula?

Gula-Gula awalnya menyajikan makanan yang manis-manis seperti kue-kue dan roti. Namun di perkembangannya selama tiga tahun ini akhirnya ya ada appetizer dan main course juga karena melihat respons penonton.

Kapan Anda mulai menyukai memasak?

Keluarga saya pernah tinggal di Den Haag Belanda. Saat itu ayah dan ibu masing-masing sibuk. Setiap saya pulang sekolah selalu tidak ada makanan karena tidak ada yang memasak. Mau tak mau saya masak sendiri karena tidak ada pembantu. Saat itu umur 13 tahun sekitar tahun 1978. Saya masih inget banget masakan pertama domba item. Waktu itu saya belum tahu kalau kecap manis itu dibubuhkan di akhir proses pemasakan. Saya membubuhi domba itu dengan kecap manis, sejak awal proses pemasakan, jadilah domba item itu. Sesudah itu saya tetap coba-coba memasak karena faktor terpaksa. Lama-kelamaan, masakan menjadi oke juga. Pada 1983, di sebuah acara kumpul-kumpul Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Belanda ada yang pesan kepada saya, minta dibuatkan tar cokelat yang saat itu saya bawa ke acara kumpul-kumpul tersebut.

Beberapa tahun kemudian setelah acara di KBRI itu, saya pindah ke Austria karena kuliah mengambil jurusan Diplomatik dan Hubungan Internasional. Kemudian saya juga berkuliah di Art&Design di Paris. Saat berkuliah itu, ibu saya membawakan rice cooker dan berbagai bumbu instan, maka saya mulailah memasak dengan rice cooker itu dan hasil masakan selalu dipuji teman-teman kuliah saya.

Kapan mulai berpikir bahwa memasak adalah profesi?

Sekitar tahun 1990, saya pulang ke Indonesia, kemudian saya berbisnis sebagai agen model dari sebuah agen di Singapura. Saat krisis moneter 1997, saya berpikir untuk banting setir, untuk menentukan bisnis. Tetapi, memasak tetap menjadi hobi, bahkan beberapa teman saya mulai berpikir untuk mengganti atau menyediakan bahan-bahan masakan

karena enggak enak cuma dibikinin. Mulailah masakan atau makanan yang saya buat, dihargai dengan uang. Tapi titik mulai yang membuat saya sadar apa yang saya mau lakukan untuk masa depan adalah ketika mendapat pesanan tiramisu dari kakak pacar saya, pada tanggal 22 Februari 1995. Kebetulan tak berapa lama, krisis ekonomi melanda Indonesia. Keluarga saya pun makin mendorong saya untuk banting setir ke makanan dengan alasan biarpun krisis, tetapi orang tetap butuh makanan dan bisnis makanan menjadi sangat menjanjikan. Saya pun membuka kafe dan toko kue di Lebak Bulus, rumah saya sekeluarga, yang namanya kebetulan Gula Goela. Saya pun menekuni bisnis itu karena pada dasarnya saya tidak bisa kerja kantoran karena saya tidak mau bangun pagi dan tidak mau kena macet karena pagi-pagi harus berangkat ke kantor. Sekarang, Gula Goela sudah berkembang menjadi industri yang memasak kue-kue ke beberapa tempat.

Sekarang Anda terkenal. Apa yang akan Anda lakukan?

Sampai saat ini kadang saya suka kaget sendiri ketika di suatu tempat umum ada orang yang menyalami saya sambil berkata, bahagia loh bisa ketemu Mas Bara. Wow, untung saya mulai dikenal orang pada saat usia yang sudah cukup matang jadi setidak-tidaknya sudah bisa mengendalikan diri. Sekarang, saya tentunya ingin mempertahankan rating acara Gula-Gula yang sudah cukup bagus. Ini tidak mudah karena yang paling mudah adalah memulai, bukan mempertahankan.

Upaya untuk mempertahankan rating?

Saya tentu membaca buku-buku dan website-website yang berisi tentang pengetahuan kuliner.

Kalau acara memasak di televisi seperti di Travel and Living?

Saya tidak menonton karena saya takut gaya saya membawakan acara Gula-Gula, akan terpengaruh. Kalau membaca saya iya, kalau menonton, tidak.

Memasak apa yang menurut Anda sulit?

Jajanan pasar Indonesia. Itu sulitnya bukan main karena semuanya main feeling. Tidak ada takaran pastinya. Sampai saat ini saya mengaku masih kesulitan membuat jajanan pasar Indonesia.

Selain Gula-Gula dan Gula Goela, Anda memasak di mana lagi?

Saya baru saja membuka Bistro di Wisma Satrio Casablanca. Ada juga beberapa chef di sana. Kepada para chef itu saya berpesan agar memasak untuk membahagiakan orang. Karena saya memasak bertujuan untuk membahagiakan orang. Jadi, kalau yang pesan makanan bilang kurang pedas, coba sajikan versi pedasnya. Karena, lidah adalah sesuatu yang sangat pribadi, jadi tidak bisa disamaratakan.

Pewawancara: S Nuke Ernawati

1 komentar:

koekoeh mengatakan...

bagus banget infonya!
thanks for sharing