08 Oktober 2008

Mayoritas Artis Pakai Nama Komersial

Daftar Caleg Sementara Pemilu 2009

Foto-foto: Dok SP -  kapanlagi.com - Wulan Guritno - Ikang Fawzi - Evie Tamala - Eko Patrio

[JAKARTA] Sejumlah calon anggota legislatif (caleg) dari kalangan artis dan politisi menyertakan nama komersial atau nama beken pada daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2009. Partai Amanat Nasional (PAN) merupakan salah satu parpol yang paling banyak memasang nama beken pada DCS. Misalnya, Ahmad Zulfikar Fawzi (Ikang Fawzi), Sri Wulandari (Wulan Guritno), dan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio).

Pencantuman nama komersial tersebut dinilai kurang memenuhi kaidah administratif. Nama yang tercantum pada DCS harus merupakan nama asli sesuai KTP, ijazah, dan akta kelahiran. Penggunaan nama asli dinilai bakal memenuhi harapan masyarakat untuk memiliki wakil rakyat yang jujur, terbuka, dan aspiratif, serta sesuai dengan asas pemilihan umum yang jujur dan terbuka. Demikian pendapat pengamat dari kalangan universitas serta anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerah yang dirangkum SP, Selasa (7/10) dan Rabu (8/10).

Pengamat sosial politik dan hukum dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sumali berpendapat, pencantuman identitas diri caleg pada daftar calon, seharusnya menggunakan nama asli sesuai dengan akta kelahiran dan akta pengganti jika namanya berubah, atau sesuai dengan nama yang bersangkutan di ijazah. Hal itu dinilai ideal karena memenuhi harapan masyarakat untuk memiliki wakil rakyat yang jujur, terbuka dan aspiratif. "Ini sesuai dengan asas pemilu yang jujur dan terbuka," katanya.

Ketua Badan Konsultasi dan Bantuan Hukum UMM ini menilai, pemakaian nama beken atau nama komersial yang tidak sesuai data adalah upaya melakukan kebohongan publik. "Kalaupun dengan alasan nama beken jauh lebih populer dibanding nama aslinya, itu menunjukkan yang bersangkutan takut atau khawatir dikontrol publik atas nilai-nilai kejujuran dan keterbukaannya kelak," ujar Sumali.

Sedangkan pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU), Wara Sinuhaji berpendapat, masyarakat boleh mengajukan keberatan sebagai bentuk protes dengan menyampaikan kepada KPU bila menemukan nama pada DCS maupun DCT yang menggunakan nama lain di belakang nama asli. "Menggunakan nama alias di belakang nama asli tidak efisien dilakukan caleg. Nama alias tersebut bila memang tertera dalam daftar merupakan suatu bukti bahwa peserta yang mendaftar tersebut tidak jujur," ujar Sinuhaji.

Berpatokan Ijazah

Dalam menentukan nama caleg dalam DCS, KPU Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) tetap berpatokan pada ijazah dan formulir yang disampaikan. "Jika ada perubahan dan perbedaan nama harus didukung dengan keputusan pengadilan," kata Kabag Hukum dan Humas KPU Kalbar, A Nyarong. Diakui, ada beberapa calon DPD dan DPRD yang menginginkan agar data tentang nama yang dicantumkan dalam DCS adalah nama paling dikenal masyarakat. Namun permintaan itu belum bisa diterima, sebab proses pencalonan memerlukan waktu lama.

Keputusan untuk tidak mencantumkan nama alias juga dilakukan di Jambi. "Nama komersial atau alias dari setiap caleg tidak dicantumkan dalam DCS karena hal tersebut dinilai kurang me- menuhi kaidah administrasi pemerintahan," kata ang- gota KPU Provinsi Jambi, Kasrianto.

Hal berbeda diungkapkan pengamat sosial dan politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito. Menurutnya, pencantuman nama beken atau nama alias dalam DCS, DCT, atau surat suara, bukanlah hal yang harus dipersoalkan dan tidak melanggar hukum. "Hal itu tidak terlalu krusial, sehingga tidak perlu dipersoalkan. Yang penting bagaimana berkas-berkas caleg itu lengkap di KPU," kata Arie.

Sementara itu, KPU membantah pencantuman nama beken artis pada DCS merupakan upaya memikat pemilih. Pencantuman nama beken itu semata untuk mempermudah pemilih agar tak salah pilih. Menurut anggota KPU Sjamsulbahri, tak hanya artis, caleg nonartis pun boleh menggunakan nama yang dikenal publik. "Diharapkan, pemilih mengenal caleg, jangan sampai keliru. Ini berlaku tak hanya pada artis, tapi yang lain juga, ada pencantuman nama panggilan. Sebab, banyak orang tak kenal nama asli. Kasihan jika mau pilih caleg A, tahu-tahu salah pilih," katanya.

Dia menegaskan, dalam Peraturan KPU dan kesepakatan pleno, hal tersebut dibolehkan. "Tidak ada larangan, baik di Peraturan KPU maupun UU Pemilu Legislatif," katanya.

Untuk menghindari konflik yang terkait pencantuman nama beken, lanjutnya, KPU tak hanya mengacu pada nama identitas di kartu tanda penduduk (KTP), tetapi juga disesuaikan dengan identitas riwayat hidup yang diberi materai. [AHS/152/146/070/141/ ASR/A-16]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/10/08/Utama/ut01.htm

Tidak ada komentar: