23 September 2008

Masyarakat dan Penegakan Hukum - Kasus Astro (Opini Frans H Winarta)

Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap seorang pejabat Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang menerima uang Rp 500 juta. Uang itu diduga untuk memengaruhi putusan perkara monopoli antara Astro versus PT Direct Vision.

Saat DPR memilih Antasari Azhar sebagai Ketua KPK, banyak orang meragukan integritasnya. Namun, berbagai bukti telah menepis tuduhan dan keraguan itu.

Terungkapnya peredaran 400 travellers cheque yang dibagikan kepada sejumlah anggota DPR lintas partai justru lebih mengagetkan. Siapa menyangka para wakil rakyat yang sering disebut lawmakers itu melakukan hal yang melanggar hukum.

Seharusnya para wakil rakyat memberi contoh. Sebagai pemimpin formal rakyat yang diwakili, paling tidak memberi contoh menghormati dan tunduk kepada hukum. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Sungguh memalukan, tetapi ini fakta. Pantas jika muncul suara yang menginginkan KPK dibubarkan.

Pemberantasan korupsi

Pada era Orde Baru LBH/ YLBHI ada di garis depan untuk membela HAM dan hak politik rakyat yang tidak dapat dijalankan tiga partai politik yang ada saat itu, Golkar, PPP, dan PDI.

Kini ICW selalu di garis depan dalam pemberantasan korupsi. Tiap lembaga mempunyai peran sesuai kebutuhan zaman dan kondisi politik yang kondusif. Bayangkan jika peran itu dibalik, maka "jualan" LBH/YLBHI dan ICW tidak akan selaris pada zaman masing-masing.

Saat ini adalah zaman pemberantasan korupsi. Meski masalah BLBI sudah 10 tahun, tetapi masih belum dapat diselesaikan secara memuaskan. Karena itu, desakan untuk menyelesaikan dan pengambilalihan perkara BLBI dari Kejaksaan Agung kepada KPK terus bergulir sehingga tidak dapat lagi ditahan.

Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) baru-baru ini mengkaji kasus-kasus BLBI dan 35 pakar hukum pidana berkesimpulan adanya unsur pidana dalam kasus BLBI. Hasil kajian ini disebarluaskan dan beberapa hari lalu Prof Romli Atmasasmita bersama anggota DPR dan DPD—seperti Ade Daud Nasution, Soeripto, dan Marwan Batubara—bertemu Ketua KPK Antasari Azhar yang sepakat mengambil alih perkara BLBI sambil menunggu putusan pengadilan.

Meski untuk itu masyarakat khawatir dengan putusan perkara Tommy Soeharto versus Pemerintah RI (Departemen Keuangan) tentang nasib uang Rp 1,2 triliun yang dibekukan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Bank Mandiri, yang dinyatakan Mahkamah Agung RI sebagai uang Tommy Soeharto.

Keberanian dan ketegasan Sri Mulyani patut diacungi jempol, menyusul pencekalan atas 14 perusahaan batu bara yang menunggak royalti kepada negara. Sri Mulyani—yang terpilih sebagai wanita berpengaruh ke-23 di dunia dan ke-3 di Asia versi majalah Forbes—tidak kenal kompromi atas penyelewengan uang negara. Pembekuan uang Tommy disertai alasan dan bukti kuat. Namun, Mahkamah Agung RI berpendapat lain. Putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara uang Rp 1,2 triliun ini perlu dikaji para ahli hukum dan LSM agar dapat dinilai masyarakat kebenaran dari keputusan itu dan apakah memenuhi rasa adil masyarakat.

Aspirasi masyarakat

Tidak jarang putusan Mahkamah Agung RI tidak sesuai dan sejalan aspirasi masyarakat. Namun, sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani tidak akan membiarkan putusan ini tanpa upaya peninjauan kembali. Mengingat ini wilayah KPK, maka bantuan menyelidiki perkara ini diharapkan masyarakat. Logikanya, jika uang itu dianggap tidak legal tentu ada unsur pidana. Di sinilah KPK harus berperan aktif menegakkan hukum agar masyarakat yakin pilihan para wakil rakyat atas Antasari sebagai Ketua KPK tidak salah.

Sebaliknya dalam kasus BLBI, Menteri Keuangan diharapkan lebih fokus kepada obligor kakap yang tidak kunjung usai di Kejaksaan Agung. Menteri Keuangan layak mendesak penuntasan kasus BLBI karena menyangkut uang negara triliunan rupiah.

Segala upaya dan kemampuan lembaga penegak hukum harus dikerahkan dan dibantu PPATK, KY, KHN, dan Komisi Ombudsman. Pemeriksaan mendadak di bea cukai perlu dilanjutkan terhadap instansi-instansi yang rawan praktik korupsi. Dengan demikian, bola salju pemberantasan korupsi akan terus bergulir dan kian membesar karena dukungan masyarakat ada dan nyata. Tidak ada yang dapat lebih menjamin penegakan hukum dan pemberantasan korupsi akan berhasil selain dukungan masyarakat.

Keberhasilan membekuk para penyuap dan pejabat yang disuap tidak lepas dari bantuan masyarakat dalam memberikan informasi kepada KPK. Dukungan masyarakat adalah senjata paling ampuh dalam penegakan hukum, khususnya hukum pidana.

Frans H Winarta Advokat; Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/23/00265122/masyarakat.dan.penegakan.hukum

Tidak ada komentar: