Salah satu yang akan diterapkan dalam waktu dekat berkait dengan reformasi perizinan di Depkominfo adalah pemanfaatan teknologi informasi dalam pengurusan izin, sehingga pemohon cukup datang kesatu loket atau tempat, kemudian informasi atau dokumennnya yang bergerak bukan orangnya.
Demikian diungkapkan Menkominfo Mohammad Nuh dalam Rapat Kerja dengan Komisi I di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (15/9) siang. "Diharapkan melalui cara ini, pemohon cukup sekali berhubungan dengan petugas, setelah itu informasi atau dokumennya yang nanti bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan kemudian kembali ke tempat semula setelah semua proses selesai. Kami mencoba untuk meminimalkan pemohon berurusan atau berhubungan dengan petugas," katanya.
Bersamaan dengan rencana itu, ungkap mantan Rektor ITS ini, pihaknya juga kini telah menyiapka seperangkat peraturan menteri berkait dengan pengurusan perizinan. Salah satu yang dijelaskan Nuh, kepada anggota dewan adalah pengurusan izin bidang penyiaran yang telah ditandatangani pada 4 September lalu bernomor No. 28/P/M.KOMINFO/9/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kominfo No. 08 tahun 2007.
"Melalui Permen ini, dualisme pengaturan di bidang penyiaran tidak akan terjadi lagi. Sebelumnya, baik Pemerintah maupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menentukkan persyaratan berbeda. Permen yang disusun bersama antara Pemerintah dan KPI, akan menjadi landasan bagi kegiatan KPI dan atau Pemerintah, sehingga merupakan satu kesatuan tindakan dalam rangka proses perizinan penyelenggaraan penyiaran atau azas unifikasi," katanya menjelaskan.
Dalam Permen yang baru ini, Nuh juga menjelaskan tentang azas keterbukaan dan kepastian berusaha, sehingga transparansi dari frekuensi yang tersedia dalam peraturan itu wajib dilakukan oleh Pemerintah dengan cara mengumumkan peluang usaha untuk melakukan kegiatan dalam penyelenggaraan penyiaran. "Ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian dalam berusaha di bidang penyiaran bagi masyarakat yang berminat. Diharapkan hal ini dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan terjadinya spekulasi dalam memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)," katanya.
Diungkapkannya, selain azas unifikasi, keterbukaan dan kepastian berusaha, Permen yang baru ditandatangani awal bulan ini juga menganut azas pengawasan dan azas keadilan. "Pada azas pengawasan, kini lebih tegas lagi diatur mengenai peranan pemerintah dan KPI untuk menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam UU Penyiaran, antara lain menyangkut Pemusatan Kepemilikan, Kepemilikan Silang dan Pengalihan IPP," katanya.
Bentuk ketentuannya, kata Nuh menjelaskan, antara lain dengan mewajibkan kepada pemilik izin prinsip penyelenggaraan penyiaran untuk tidak mengubah dokumen yang telah diajukan, terkecuali atas seizin menteri; dan dalam rangka pemberian izin tersebut, menteri dapat membentuk tim evaluasi untuk menilai perubahan yang dilakukan terhadap dokumen yang diajukan. "Ketentuan baru ini akan melakukan penelitian yang cermat pada saat dilakukan evaluasi uji coba siaran sebagai proses terakhir sebelum diterbitkannya IIPP, antara lain terhadap kecukupan modal.
Terhadap azas keadilan, Nuh menambahkan, Permen yang dibuatnya itu juga mengatur tentang metoda seleksi yang tidak lagi didasarkan kepada nilai materi, melainkan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan frekuensi sebagai kegiatan berusahanya (demokratisasi penyiaran), sebagaimana prinsip utama dari UU Penyiaran, sehingga diharapkan tidak hanya pemilik modal saja yang dapat menikmati frekuensi sebagai kegiatan usahanya. (kem)
http://www.depkominfo.go.id/
Demikian diungkapkan Menkominfo Mohammad Nuh dalam Rapat Kerja dengan Komisi I di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (15/9) siang. "Diharapkan melalui cara ini, pemohon cukup sekali berhubungan dengan petugas, setelah itu informasi atau dokumennya yang nanti bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dan kemudian kembali ke tempat semula setelah semua proses selesai. Kami mencoba untuk meminimalkan pemohon berurusan atau berhubungan dengan petugas," katanya.
Bersamaan dengan rencana itu, ungkap mantan Rektor ITS ini, pihaknya juga kini telah menyiapka seperangkat peraturan menteri berkait dengan pengurusan perizinan. Salah satu yang dijelaskan Nuh, kepada anggota dewan adalah pengurusan izin bidang penyiaran yang telah ditandatangani pada 4 September lalu bernomor No. 28/P/M.KOMINFO/9/2008 tentang Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran, yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kominfo No. 08 tahun 2007.
"Melalui Permen ini, dualisme pengaturan di bidang penyiaran tidak akan terjadi lagi. Sebelumnya, baik Pemerintah maupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menentukkan persyaratan berbeda. Permen yang disusun bersama antara Pemerintah dan KPI, akan menjadi landasan bagi kegiatan KPI dan atau Pemerintah, sehingga merupakan satu kesatuan tindakan dalam rangka proses perizinan penyelenggaraan penyiaran atau azas unifikasi," katanya menjelaskan.
Dalam Permen yang baru ini, Nuh juga menjelaskan tentang azas keterbukaan dan kepastian berusaha, sehingga transparansi dari frekuensi yang tersedia dalam peraturan itu wajib dilakukan oleh Pemerintah dengan cara mengumumkan peluang usaha untuk melakukan kegiatan dalam penyelenggaraan penyiaran. "Ini dilakukan untuk memberikan jaminan kepastian dalam berusaha di bidang penyiaran bagi masyarakat yang berminat. Diharapkan hal ini dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan terjadinya spekulasi dalam memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)," katanya.
Diungkapkannya, selain azas unifikasi, keterbukaan dan kepastian berusaha, Permen yang baru ditandatangani awal bulan ini juga menganut azas pengawasan dan azas keadilan. "Pada azas pengawasan, kini lebih tegas lagi diatur mengenai peranan pemerintah dan KPI untuk menerapkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam UU Penyiaran, antara lain menyangkut Pemusatan Kepemilikan, Kepemilikan Silang dan Pengalihan IPP," katanya.
Bentuk ketentuannya, kata Nuh menjelaskan, antara lain dengan mewajibkan kepada pemilik izin prinsip penyelenggaraan penyiaran untuk tidak mengubah dokumen yang telah diajukan, terkecuali atas seizin menteri; dan dalam rangka pemberian izin tersebut, menteri dapat membentuk tim evaluasi untuk menilai perubahan yang dilakukan terhadap dokumen yang diajukan. "Ketentuan baru ini akan melakukan penelitian yang cermat pada saat dilakukan evaluasi uji coba siaran sebagai proses terakhir sebelum diterbitkannya IIPP, antara lain terhadap kecukupan modal.
Terhadap azas keadilan, Nuh menambahkan, Permen yang dibuatnya itu juga mengatur tentang metoda seleksi yang tidak lagi didasarkan kepada nilai materi, melainkan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk dapat memanfaatkan frekuensi sebagai kegiatan berusahanya (demokratisasi penyiaran), sebagaimana prinsip utama dari UU Penyiaran, sehingga diharapkan tidak hanya pemilik modal saja yang dapat menikmati frekuensi sebagai kegiatan usahanya. (kem)
http://www.depkominfo.go.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar