Repro Salah satu iklan karya Matari Advertising.
[JAKARTA] Iklan merupakan dunia promosi yang menuntut penggalian kreativitas secara terus-menerus. Pengaruh iklan dapat mendorong orang bersikap konsumtif, bahkan membentuk gaya hidup seseorang. Citra yang dimunculkan pada iklan membuat sebagian masyarakat memutuskan membeli suatu produk.
Karya-karya iklan di Indonesia sekarang ini tidak dapat dilepaskan dari perjalanan di masa lalu. Perkembangan karya iklan dalam negeri sejak tahun 1970 hingga sekarang ditampilkan pada pergelaran sehari bertajuk "Museum Iklan Indonesia", di Jakarta, Senin (7/4). Karya-karya yang ditampilkan, merupakan karya perusahaan iklan Matari selama 37 tahun dalam bentuk iklan radio, televisi, dan cetak, serta peralatan produksi iklan.
Menurut Deputy President Matari Advertising, Michael D Sudarto, acara tersebut merupakan ajang bagi masyarakat umum yang ingin memahami lebih mendalam tentang perkembangan periklanan modern. "Ajang ini baru pertama kali diselenggarakan di Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan data Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), rata-rata belanja iklan tahun 2000-2006, baik di media elektronik, cetak, radio maupun media lain meningkat 30 persen setiap tahun, kecuali tahun 2005 yang hanya 11 persen. Pada tahun 2005 total belanja iklan mencapai Rp 27 miliar.
Perkembangan pasar periklanan di Indonesia yang cukup pesat, ternyata belum diimbangi dengan tingkat kreativitas, yang masih berada jauh di bawah negara-negara tetangga.
"Jumlah belanja iklan di negeri ini memang lebih tinggi, tetapi dari segi kreativitas kita masih jauh di bawah Thailand atau Malaysia, bahkan Singapura yang belanja iklannya sedikit," kata Ketua PPPI Narga S Habib di sela acara peluncuran buku Rumah Iklan karya Bondan Winarno.
Ukuran kreativitas di masa sekarang, menurut Narga, dapat dilihat dari keberhasilan iklan meraih penghargaan. Namun, hal itu belum cukup, karena banyak penghargaan iklan terbaik yang terkadang masih bersifat subjektif. "Kreativitas bukan sesuatu yang eksak, pasti," katanya.
Dapat Diterima
Kendati demikian, Narga mengatakan, sebenarnya kreativitas dalam dunia iklan adalah faktor nomor dua. Faktor utama dalam menentukan baik-buruknya suatu iklan adalah pesan yang disampaikan dapat diterima masyarakat, dalam hal ini konsumen.
Sementara itu, Bondan Winarno mengatakan, pengaruh iklan dalam dunia globalisasi sangat besar. Menurutnya, masuknya perusahaan-perusahaan asing dapat berdampak pada terkikisnya budaya Indonesia dalam karya iklan. Dia menuturkan, pada tahun 1960-an maskapai penerbangan Garuda Indonesia memasang iklan di suatu majalah dengan tulisan besar yang menggambarkan keramahan Bangsa Indonesia. Budaya bangsa benar-benar ditampilkan dengan jelas. "Saat ini, apakah kita dapat mempertahankan hal-hal seperti itu, ketika perusahaan asing menjamur, seberapa besar kita mampu mengawal budaya Indonesia," kata ahli kuliner itu.
Terkait perang iklan yang semakin marak, Bondan mengatakan, hal itu merupakan kewajaran, karena secara bisnis perusahaan-perusahaan memang bersaing berebut pasar. Pasar menentukan santun atau tidaknya suatu iklan. Iklan yang dinilai baik harus mampu berdampak pada penjualan sebuah produk, dan juga bermakna bagi masyarakat. [SYH/N-4], Suara Pembaruan, 9/4/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar