KPPU pun menganggap, regulator yakni Departemen Komunikasi dan Informatika dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tak tegas melaksanakan regulasi. "Kalau di aturan penyiaran sudah ada larangannya, seharusnya ditegakkan tanpa menunggu sikap kami," kata anggota KPPU M. Iqbal kepada Tempo Senin lalu di Jakarta.
Desakan serupa sebelumnya dimunculkan oleh KPI. Ketua KPI Sasa Djuarsa Sendjaja menilai ketentuan penyiaran cukup menjadi dasar penindakan atas pemusatan kepemilikan. "Semua tergantung ketegasan pemerintah," ucapnya Ahad lalu.
Pemerintah membentuk tim kerja gabungan untuk mengkaji perbedaan ketentuan dalam beberapa perundangan. Pemerintah menilai dugaan pemilikan tunggal dalam industri penyiaran sulit diusut meski melanggar Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Itu lantaran ada sejumlah perundangan yang mengatur pemilikan badan usaha. Tim terdiri perwakilan institusi pemerintah dan KPI yang bekerja hingga akhir bulan ini.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi Freddy H. Tulung mencontohkan, Undang-Undang Penyiaran hanya memperbolehkan seseorang atau badan hukum menguasai dua stasiun televisi dalam satu provinsi. Tapi, "Undang-undang lain tentang perseroan terbatas, monopoli, dan investasi belum tentu melarang," ujarnya.
Masalah lainnya, sanksi pelanggaran dalam Undang-Undang Penyiaran adalah pencabutan izin penyelenggaran penyiaran (IPP). Freddy berpendapat, sanksi ini hanya bagi lembaga penyiaran, bukan perusahaan induk (holding company). (Koran Tempo, 31 Maret)
Persoalan bermula dari somasi Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) kepada pemerintah dan KPI karena tak tegas soal pemilikan tunggal PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC) da Para Group. MNC menguasai RCTI (99 persen), Golbal TV (99 persen) dan TPI (75 persen). Sedangkan Para mengelola Trans TV dan Trans 7.
Pemerintah menganggap tak ada masalah. KPPU, yang menerima tembusan surat somasi, menggelar penelitian sejak Desember 2007. Pengusutan dilanjutkan atau tidak, akan ditentukan bulan ini.
Iqbal menjelaskan, implementasi regulasi soal kepemilikan pada industri penyiaran berbeda dengan penegakkan larangan monopoli. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 soal Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat baru dipakai jika pemilikan tunggal pada beberapa unit usaha sejenis menimbulkan persaingan tak sehat antarperusahaan.
Ia pun mencontohkan, Bank Indonesia telah mengatur batasan pemilikan industri perbankan berupa kebijakan kepemilikan tunggal (single present policy). "Di bank sentral aturan itu diterapkan dan terbukti tak ada masalah." Agoeng Wijaya
03 April 2008
KPPU Kritik Regulator Penyiaran
TEMPO Interaktif, 3/4/2008, Jakarta: Pro-kontra pemusatan pemilikan stasiun televisi memancing kritik dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lembaga antimonopoli bisnis ini memandang, regulator bidang penyiaran seharusnya menegakkan ketentuan tanpa menunggu harmonisasi aturan itu dengan perundangan lain, termasuk Undang-Undang Antimonopoli.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar