16 April 2008

Ketua MPR Hidayat Nurwahid Meminang Dokter asal Pasuruan


DIPERANTARAI GURU NGAJI: Hidayat Nurwahid (kanan) unjuk salam kepada dr Diana Abbas Thalib, saat acara pinangan di kediaman Diana di Kemang Selatan, Jakarta, Senin (14/4) malam.
JAKARTA - Ketua MPR Hidayat Nurwahid segera mengakhiri hampir tiga bulan masa menduda. Diana Abbas Thalib, yang Senin malam (14/4) dilamarnya, berprofesi sebagai dokter. Dia dikenalnya sebulan lalu lewat proses ta’aruf (perkenalan) yang diakui mantan presiden PKS itu mirip adegan dalam film Ayat-Ayat Cinta.

Saat ditemui wartawan kemarin, Hidayat tak bisa menutupi rasa gembira menyambut rencana pernikahan pada 10 Mei mendatang. Senyumnya terus mengembang saat belasan wartawan mengucapkan selamat di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen Senayan. "Benar, berita itu bukan gosip. Memang sengaja dilakukan dan sama sekali tidak iseng," katanya.

Staf pimpinan MPR dan beberapa petugas keamanan sempat menahan wartawan untuk tidak masuk ke ruang Hidayat. Beberapa pertanyaan dilayangkan kepada wartawan. "Ini mau meliput apa? Mau tanya soal apa?" tanya seorang staf.

Rupanya gelagat wartawan yang akan mengonfirmasi acara lamaran pada Senin lalu sudah ditangkap Hidayat. "Paling saya ditanya bagaimana proses ketemunya kan? Soalnya, sudah beberapa wartawan bertanya seperti itu," ujarnya.

Penjelasan soal pertemuannya dengan dr Diana Abbas Thalib dimulai Hidayat dengan menyebut nama anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Komisi VIII Yoyoh Yusro. Wanita itulah, kata dia, yang berjasa mempertemukan dengan calon istrinya. "Kira-kira sebulan lalu saya dikenalkan dengan beliau (dr Diana) oleh Bu Yoyoh Yusro," tutur ketua MPR itu mengawali cerita.

Diana yang juga direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Bunda Aliyah Pondok Indah, Jakarta, adalah salah satu murid mengaji Yoyoh. Pertemuan pertama dilakukan di rumah Yoyoh. Seperti proses ta’aruf dalam salah satu scene film Ayat-ayat Cinta, pertemuan tersebut dihadiri Hidayat, Yoyoh beserta suami, dan beberapa saksi. Di antaranya teman dr Diana bernama dr Femmy. "Di situlah pertama saya bertemu beliau (dr Diana, Red)," kata alumnus Pesantren Gontor, Jawa Timur, itu.

Setelah membaca pribadi masing-masing pada pertemuan pertama, Hidayat mulai mengomunikasikan figur calon istrinya itu kepada anak-anak, orang tua, dan mertua. Hidayat pulang ke Jogjakarta untuk menemui orang tua dan mertuanya. Gayung bersambut. "Pernyataan, pembicaraan, dan ekspresi mereka menyiratkan kalau mereka setuju," ungkapnya dengan senyum mengembang.

Pertemuan antaranggota keluarga semakin intens. Bahkan, pertemuan terakhir terjadi Minggu (13/4). Saat itu Hidayat mengajak putra keempatnya, Hubaib Shidiqi, berkunjung ke rumah dr Diana di kawasan Kemang Selatan. Sore itu merupakan pertemuan pertama Hubaib dengan putra Diana, Nizar, 14. Ternyata keduanya mempunyai hobi yang sama. "Mereka (Hubaib dan Nizar) sama-sama suka Moto GP. Sama-sama suka Valentino Rossi dan suka sepak bola. Saya sendiri suka nonton balapan motor atau F1 di TV," tambahnya.

Nizar adalah putra satu-satunya Diana. Empat tahun lalu wanita berdarah campuran Arab asal Pasuruan-Pekalongan berusia 42 tahun itu bercerai dari suaminya. Puluhan lamaran diajukan kepadanya, tetapi selalu berakhir tanpa pernikahan. "Beliau (dr Diana) mempertimbangkan perasaan putranya. Menurut beliau, sering putranya tidak setuju dengan calon ayahnya," kisah Hidayat.

Setelah bertemu Hidayat dan putra keempatnya Minggu lalu, rupanya Nizar menemukan figur ayah dalam diri politikus asal Klaten, Jawa Tengah, itu. Waktu perkenalan yang hanya sebulan dirasa cukup untuk diproses ke jenjang lebih lanjut.

Meski terkesan buru-buru, rencana pernikahan itu sudah dianggap sangat mendesak bagi keluarga kedua mempelai dan para kolega Hidayat. Menurut Hidayat, desakan untuk segera menikah sudah santer diajukan kepadanya sejak istri pertama, Kastian Indrawati, meninggal dunia pada Januari 2008.

"Dua hari setelah istri saya meninggal, mertua saya sudah meminta agar saya segera menikah. Beliau juga mengerti agama. Laki-laki memang tidak ada masa iddah dalam Islam," katanya.

Ditemui secara terpisah di rumahnya, Kemang Selatan IV, Jakarta Selatan, dr Diana mengaku tidak menyangka bahwa respons publik, khususnya media, atas rencana pernikahannya dengan Hidayat, begitu besar. "Nggak mengira bakal secepat ini. Padahal, acara hitbah (lamaran) kemarin cuma dihadiri keluarga dan teman dekat. Nggak tahu mengapa bisa jadi heboh begini," katanya lantas tersenyum.

Menurut Diana, ayahnya dari Pasuruan dan ibu dari Jawa Tengah. "Tapi, sejak kecil saya tinggal di Jakarta," ungkapnya.

Setelah lulus sebagai dokter umum dari Fakultas Kedokteran UKI (Universitas Kristen Indonesia) pada 1990, Diana mengambil gelar Magister Administrasi Rumah Sakit (MARSa) dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia.

Selain menjadi direktur rumah sakit, Diana sudah dua tahun aktif di Yayasan Rahmatan Lil Alamin. Yayasan yang berada di Jalan Batu Merah, Pasar Minggu, Jakarta, itu bergerak di bidang pendidikan dan keagamaan."Saya menjadi ketua bidang sosial yang membawahi program operasi katarak dan website golongan darah rhesus negatif," kisahnya.(pri/cak/rdl/el)

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=10325

Tidak ada komentar: