A company’s life has to go beyond a man’s life,” begitu kalimat bersayap yang sering diulang KTS. Maka buku dengan tajuk Rumah Iklan merupakan bukti sekaligus kesaksian bahwa harapan KTS dijanjikan akan terus diusahakan berlanjut. Boleh saja KTS tutup usia, tetapi Matari masih harus selalu bersinar.
KTS tutup usia pada Desember 2005 di Singapura, setelah beberapa waktu berjuang dengan gigih melawan penyakit kanker ganas yang menyerang tubuhnya. Meski demikian, seperti sudah dinyatakan oleh Aswan Soendojo yang sejak tahun 1998 diberi kepercayaan melanjutkan posisi KTS sebagai Presiden Direktur Matari Advertising, ”Insya Allah Rumah Iklan Matari senantiasa mampu berdiri tegak dalam menghadapi dinamika zaman…”
Zaman memang berubah. Tetapi tekad
Janji untuk tetap melanjutkan Matari adalah kewajiban kerja keras serta teladan profesional yang dimulai sejak awal tahun 1971 dari sebuah garasi berukuran 4 x 15 meter dengan sepuluh karyawan di Jalan Cideng Timur, Jakarta. Selama ini KTS sudah berhasil membangunnya jadi Matari yang sangat mantap, sebagaimana sekarang dikenal masyarakat. Kisah sukses tersebut ternyata tidak terwujud dalam sekejap. Harus melalui perjalanan panjang berikut pengalaman jatuh bangun, yang pada suatu ketika bahkan sudah nyaris membikin Matari padam dan tinggal sebagai catatan kaki sejarah.
Untunglah tidak ada kata menyerah dalam kamus KTS.
Sebagai bekas anggota Pandu (istilahnya sekarang Pramuka) di masa remaja, dua hal tetap tercermin sesudah sekian tahun kemudian dia tumbuh untuk jadi seseorang. KTS amat gigih sekaligus mempunyai banyak sahabat. Kegigihan berikut jaringan sahabat semacam ini dalam masa bisnis KTS sedang menghadapi kegelapan dan ditimpa kemelut, kemudian bisa dia gerakkan untuk turun tangan memberi bantuan. Dengan demikian, perjalanannya tidak patah di tengah dan dia tetap bisa mewujudkan impian membangun Matari berdiri kokoh serta terus berkembang.
Buku ini juga melukiskan bagaimana Matari berhasil meloloskan diri ketika terjebak krisis dengan cara, membangkitkan comradeship dari klien dan para sahabatnya. Paul Karmadi yang sebelumnya silent partner, memutuskan cancut taliwondo (menyingsingkan lengan baju) membantu menangani kesulitan Matari dengan membeli tunai 30 persen saham baru. Konimex meski klien baru, dengan ringan hati bersedia membayar di muka. Bahkan, sejumlah media
Sehari menjelang hari
Peduli lingkungan hidup
Sangat menarik pengakuan tulus Prof Dr Emil Salim dalam kata pengantar. Bahwa ketika tahun 1978 dia diberi tugas untuk memimpin Kementerian Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, ternyata dia belum tahu sama sekali apa lingkungan hidup.
Baru setelah terbentuk Dana Mitra Lingkungan (DML) dengan pengurus harian Wisaksono Noeradi, Erna Witoelar, dan Ken Sudarto, menurut kesaksian Emil Salim, berkembang hubungan kerja sama antara mereka berempat, ”…mencerminkan kemitraan setara antara kelompok masyarakat madani, usahawan, dan pemerintah dalam menangani persoalan lingkungan hidup.” Sebuah bola salju sudah terbentuk. Bola yang gema berikut langkahnya semakin lama terus bertambah besar dan membesar, sebagaimana sudah kita saksikan sampai sekarang.
Pada sisi lain, keprihatinan KTS terhadap masalah lingkungan ternyata tidak terbatas hanya pada gagasan, namun diwujudkan dalam tindakan. Tahun 1980-an muncul rencana membangun pabrik semen di Bukit Karst Gombong (BKG) di daerah Kebumen, Jawa Tengah, tempat kelahiran KTS. Dengan segera dia tampil meyakinkan semua pihak bahwa bukit tersebut justru wajib diselamatkan karena berfungsi selaku busa penampung hujan yang membentuk sungai bawah tanah, mengalir sampai wilayah tandus miskin di Gunung Kidul,
Emil Salim membawa argumentasi KTS langsung kepada Presiden Soeharto sehingga rencana pembangunan pabrik semen di Gombong batal. Tahun 2000 muncul kembali rencana yang sama dan KTS juga kembali bersuara. Emil Salim, pada waktu itu sudah bukan lagi pejabat pemerintah, menghadap Presiden Megawati sehingga BKG bisa diselamatkan.
Pertanyaannya, sampai kapan BKG tetap bisa dipertahankan sesudah KTS sekarang ini surut ke belakang?
Ikut mencerdaskan bangsa
”Demain est une autre jour,” kata orang Perancis.
Esok adalah hari lain. Tetapi bagaimana pun, pengalaman di atas membuktikan dimensi lain sosok KTS berikut teladan kegigihan yang telah dia wariskan. Gigih sekaligus berusaha sekuat tenaga dalam ikut menjaga lingkungan serta berusaha keras memajukan tanah kelahirannya meski dia sudah sukses di lain daerah.
Karya Bondan Winarno sangat kaya dengan beragam informasi latar belakang sekitar persoalan three in one; dunia periklanan
Salah satu kebesaran jiwa KTS dalam memimpin Matari, dia tidak pernah merasa khawatir sekitar kemungkinan tenaga-tenaga terlatihnya yang sudah pernah dia besarkan, lari mengejar pelangi lebih indah di tempat lain. ”Kalau hanya khawatir mereka akan pergi, kita tidak akan pernah melakukan kegiatan pendidikan dan latihan…”
”Pokoknya,” demikian tekad KTS, ”…selama mereka bekerja di Matari, mereka harus menjadi profesional terbaik, terbaik di bidang periklanan. Kalaupun pada saatnya mereka pergi ke tempat lain, mereka akan ingat bahwa Matari pernah berperan dalam kehidupan mereka. Hitung-hitung ini partisipasi Matari dalam mencerdaskan bangsa…”
Kesalahan kecil buku ini mungkin hanya pada munculnya pernyataan bahwa ”…karya-karya Kahlil Gibran pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh istri seorang tokoh G30S PKI.” Sewaktu penerjemahan dilakukan, ibu tersebut belum menikah dengan Soebandrio. Selain itu, bagaimana mungkin kita tega menyebut Soebandrio tokoh G30S PKI, sedangkan Mahmilub saja waktu itu tidak berhasil dalam membuktikan tuduhannya berkat pembelaan gigih dari Yap Thiam Hien?
Harus dipuji, sampul buku Rumah Iklan yang dirancang sendiri oleh Matari secara tepat sudah bisa menggambarkan suasana sekeliling yang kita temukan sehari-hari. Pernyataan sebagai milik kita, tetapi membiarkan lahan subur termaksud telantar tidak pernah (atau belum?) kita sentuh.
Dinamika, teladan berikut kerja keras yang dilakukan KTS memang sewajarnya memberi inspirasi bahwa masih tersedia lahan luas milik sendiri menunggu untuk digarap. Akankah tanah milik sendiri tersebut dibiarkan telantar di makan zaman atau diserbu orang luar? Inilah pertanyaannya? (Julius Pour, wartawan tinggal di
Tidak ada komentar:
Posting Komentar