Televisi-televisi kita sering-untuk tidak mengatakan selalu-menampilkan selebriti dan para publik figur. Tapi yang ditampilkan selalu saja kisah menghebohkan dan tidak mendidik, seperti cekcok keluarga, kisruh rumah tangga, atau ribut perceraian.
Tayangan serupa itu seakan menjadi bahan sajian utama bagi program intertainment. Selebritas dan publik figur yang ditampilkan adalah mereka yang sedang "bermasalah". Hebatnya, tayangan semacam itu memenuhi layar kaca dari pagi hari sampai pagi buta.
Saya tidak tahu persis berapa program televisi yang menampilkan cekcok publik figur. Yang jelas, tayangan ini, dari sisi pasar, memang amat diminati. Itu bisa dimengerti, terutama karena aktor-aktor utamanya memang cantik-cantik dan seksi-seksi atau ganteng-ganteng.
Tapi, tahukah Anda, tayangan semacam itu lebih banyak tidak mendidiknya. Pembantu saya ternyata salah satu dari sekian banyak penonton yang tak mau ketinggalan dengan tayangan-tayangan artis tersebut. Dia begitu fasih, mahir, dan lancar mengisahkan kelakuan dan gosip para selebritas.
Dan, tak jarang, pengetahuan itu untuk bahan bergosip dengan pembantu tetangga sehingga dia lebih sering berada di luar rumah.
Saya hanya tak bisa membayangkan, bagaimana nasib anak-anak kita? Apa jadinya jika mereka ikut menyaksikan tontotan semacam itu terus-menerus? Tegakah kita membiarkan anak-anak kita menyerap informasi tentang perselingkuhan, cekcok, cerai dan kisruh rumah tangga secara berulang-ulang? Sampai kapan kita membiarkan anak-anak kita dibiasakan dengan kekisruhan dan hal-hal negatif semacam itu?
Kepada para pemilik televisi, bangsa ini memang tengah memasuki era baru: era televisi. Tapi, kenapa kita harus membangun era baru tersebut dengan sajian kisruh rumah tangga? Acara ini memang tidak untuk anak-anak, tapi yakinlah bahwa sajian atau tayangan semacam itu selalu hadir di depan anak-anak, karena para pembantu, ibu-ibu dan para bapaknya telah tersihir para selebriti cantik di layar kaca.
Saya berharap, acara tontotan semacam itu sebaiknya ditayangkan saat tengah malam saja, ketika anak-anak tidur lelah setelah seharian sekolah dan bermain.
Untuk orangtua, cobalah kenali lingkungan kita, jangan-jangan kita telat menyadari tayangan cekcok itu telah merasuk dan menjadi bagian penting dalam rumah tangga dan anak-anak kita.
Kita bisa saja beralasan, televisi sangat bergantung pada pemiliknya. Jika tak suka acara itu, ya dimatikan. Itu benar sekali. Tapi, sihir televisi juga sangat nyata dan televisi di era baru telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.
Semoga para guru dan orangtua tidak telat menyadari arti penting tayangan untuk anak-anak kita. Mari, kita didik anak-anak kita dengan kebiasaan hidup damai, tidak glamour, dan hal-hal positif lain.
Rosiani Silawati, Jalan Moderat III No 17, Jagakarsa, Jakarta Selatan (disalin dari Surat Pembaca, Suara Karya, 15/3/2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar