Banyak produk iklan yang kini beredar di masyarakat melanggar etika bisnis. Hal ini disebabkan iklan, yang pada hakikatnya bersifat manusiawi dan berfungsi sebagai media pemberi informasi dan representasi, dimanfaatkan secara berlebihan demi tujuan bisnis semata.
Demikian salah satu kesimpulan yang dikemukakan Thomas Noach Peea dalam sidang ujian disertasinya, ”Etika Bisnis Periklanan di Indonesia Saat Ini dalam Perspektif Pemikiran Kritis” di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Kamis (6/3).
”Telah terjadi pergeseran nilai iklan yang manusiawi menjadi alat kepentingan yang tak wajar, yang didukung ideologi dan kemajuan teknologi,” kata Peea di hadapan tim penguji yang dipimpin Prof Dr Rahayu Surtiati Hidayat
Menurut Peea, demi kepentingan mencari pangsa pasar, tak jarang iklan berubah menjadi media disinformasi, manipulasi, dan dominasi, yang mengandung bias serta cenderung memberikan pemahaman yang keliru mengenai produk yang sebenarnya.
Mahasiswa Program S-3 Ilmu Filsafat, yang dibimbing guru besar filsafat Prof Dr Soerjanto Poespowardojo, itu mengatakan, fenomena ini telah menyebabkan munculnya kejahatan kolektif secara simbolik (symbolic collective crime), yang terjadi karena sikap masyarakat yang belum kritis.
Sebagai solusi agar kekerasan simbolik terhadap masyarakat konsumen ini tak berkelanjutan, promovendus berusia 58 tahun kelahiran Tounwawan, Maluku Tenggara, ini antara lain mengusulkan agar asosiasi profesi bisnis iklan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), segera menyusun kode etik yang menjadi pegangan untuk melaksanakan bisnis iklan secara jujur dan manusiawi sehingga tak sampai melanggar etika dan merugikan masyarakat.
”Asosiasi inilah yang nantinya memonitor praktik bisnis iklan dan memberi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkannya,” papar Peea yang berhasil meraih gelar doktor dengan nilai sangat memuaskan. (MUK)
disalin dari kompas 8/3/2008
Demikian salah satu kesimpulan yang dikemukakan Thomas Noach Peea dalam sidang ujian disertasinya, ”Etika Bisnis Periklanan di Indonesia Saat Ini dalam Perspektif Pemikiran Kritis” di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Kamis (6/3).
”Telah terjadi pergeseran nilai iklan yang manusiawi menjadi alat kepentingan yang tak wajar, yang didukung ideologi dan kemajuan teknologi,” kata Peea di hadapan tim penguji yang dipimpin Prof Dr Rahayu Surtiati Hidayat
Menurut Peea, demi kepentingan mencari pangsa pasar, tak jarang iklan berubah menjadi media disinformasi, manipulasi, dan dominasi, yang mengandung bias serta cenderung memberikan pemahaman yang keliru mengenai produk yang sebenarnya.
Mahasiswa Program S-3 Ilmu Filsafat, yang dibimbing guru besar filsafat Prof Dr Soerjanto Poespowardojo, itu mengatakan, fenomena ini telah menyebabkan munculnya kejahatan kolektif secara simbolik (symbolic collective crime), yang terjadi karena sikap masyarakat yang belum kritis.
Sebagai solusi agar kekerasan simbolik terhadap masyarakat konsumen ini tak berkelanjutan, promovendus berusia 58 tahun kelahiran Tounwawan, Maluku Tenggara, ini antara lain mengusulkan agar asosiasi profesi bisnis iklan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), segera menyusun kode etik yang menjadi pegangan untuk melaksanakan bisnis iklan secara jujur dan manusiawi sehingga tak sampai melanggar etika dan merugikan masyarakat.
”Asosiasi inilah yang nantinya memonitor praktik bisnis iklan dan memberi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkannya,” papar Peea yang berhasil meraih gelar doktor dengan nilai sangat memuaskan. (MUK)
disalin dari kompas 8/3/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar