09 Maret 2008

Mengapa Diet Televisi?

Nalar para ibu-ibu ini sudah lebih dahulu terusik jauh-jauh hari sebelum riset para peneliti dari 18 perguruan tinggi dipublikasikan akhir Februari lalu. Hasil penelitian 67 akademisi itu meneguhkan dugaan para ibu-ibu tadi bahwa ada yang tidak beres dengan isi sinetron kita--khususnya sinetron remaja.

Menurut Anna Sari (42), warga Tanjung Barat, Jaksel, sinetron ABG membuat anak-anak menjadi cepat dewasa--bagai dikarbit. Gaya berbusana, bahasa, dan tingkah lalu anak-anak ini seperti mengekor remaja. Masih kecil malah sudah pacaran. Dan,''Itu digambarkan sebagai suatu hal yang sudah biasa /banget/ dalam sinetron,'' kata dia.

Ari (14), misalnya, sudah pacaran sejak kelas enam SD. Siswa kelas 3 SMP ini mengaku tahu arti pacaran dari televisi dan teman-temannya. ''Sinetron memberi pengaruh Barat,'' kata Nita (48), warga Pasar Minggu, Jaksel, ibunda Ari. Gaya SMS-SMS-an nya pun, kata Nita, duuh, tak jauh berbeda dengan yang ada di film-film Barat. Kata-kata seperti: i love u my boyfriend, I miss u, berseliweran di layar ponsel. ''Saya juga kaget sewaktu membaca SMS-an dia dengan teman perempuannya. Kok begini amat, dewasa. Siapa yang ngajarin anak itu?"ujar Nita.

Nita juga sempat memergoki putri bungsunya, Ina (8) dan saudara sepupunya main drama-dramaan, namun dengan dialog orang dewasa. ''Pergi kamu! Aku benci kamu. Dasar anak nggak tahu diri. Pokoknya, ucapan-ucapan mereka itu sinetron banget-lah,'' ujar Ibu empat anak ini.

Sinetron remaja juga dijubeli adegan bullying, konflik antarteman, atau drama permusuhan di sekolah. Disadari atau tidak, kata Nita, hal ini akan tertanam dalam benak anak-anak, bahkan menginspirasi mereka melakukan hal serupa. Ina, misalnya, ketahuan oleh Nita sudah mempunyai gengdi sekolahnya. ''Padahal masih kelas empat SD lho,''ungkap Nita.

Cristin (43), warga Meruya, Jakarta Barat, termasuk yang melarang keras anak-anaknya menonton Sinetron. Bagi Ibu empat anak ini, sinetron hanya akan membuat anak-anaknya menjadi seorang penghayal. Sebab, sinetron mengajarkan ideologi simsalabim. Hal-hal yang tidak mungkin bisa sekonyong-konyong menjadi mungkin. Serba /nggak/ masuk akal. Ini mengajarkan anak-anak menjadi pemalas. Sinetron, menurut Mayesti Haloho (45), warga Ciledug, Jaksel, juga kelewat mengumbar kemewahan. Isi sinetron, sulit dipungkiri,''Mendidik anak menjadi egois,'' tutur dia. mg03/mg04/mg05

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=326234&kat_id=375

Tidak ada komentar: