18 Maret 2008

Kompetisi TV: Setiap Tayangan Eksklusif Dilengkapi Siaran Tunda


afp
Siaran "Liga Inggris" pernah ditayangkan eksklusif oleh televisi berbayar "Astro" di Indonesia.


Suara Pembaruan, 18/3/2008
JAKARTA: Kompetisi di antara stasiun televisi berbayar (Pay TV), saat ini dinilai membaik dan mulai mengikuti aturan. Sekitar lebih dari 10 jenis televisi berbayar di Indonesia bersaing secara sah dan terbuka untuk bisa menyiarkan tayangan eksklusif. Sebagai upaya pemerataan siaran, setiap tayangan eksklusif di televisi berbayar kini mulai disiapkan siaran tundanya di stasiun televisi swasta lainnya.

"Persaingan yang ada saat ini di antara TV berbayar sah-sah saja, asalkan mereka mengikuti aturan yang ada. Diharapkan dengan persaingan sehat, publik sebagai penonton tidak dirugikan," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh, saat ditemui SP seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (17/3).

Menanggapi kompetisi di industri penyiaran, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Dr Yudhi Krisnandi menilai Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) belum bisa membuat perubahan besar terhadap perkembangan industri. Depkominfo terkesan hanya sebagai pelindung bagi stasiun televisi besar serta mengatur regulasi diantara operator selular.

"Tidak ada aturan atau sepak terjang Depkominfo yang bisa dikatakan membawa perubahan bagi dunia pertelevisian. Terbukti kompetisi yang terjadi saat ini justru tidak sehat, bahkan isi siaran tidak menjadi fokus utama perhatian pemerintah," kata Yudhi usai rapat kerja.

Terkait dengan persaingan dalam industri TV berbayar, Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Deseminasi Informasi, Depkominfo, Freddy H Tulung kepada SP, mengatakan Depkominfo beserta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membuat nota kesepahaman dalam melakukan koordinasi bersama dengan mengeluarkan SKB (Surat Keputusan Bersama). Isi dari SKB mencakup tiga hal. Pertama, penyelesaian seluruh perizinan penyelenggara penyiaran dan regulasi di bidang penyiaran yang dilaksanakan secara bersama sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing. Kedua, pengembangan penyelenggaraan penyiaran di Indonesia sehingga dapat dirasakan manfaatnya secara nasional baik dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya. Ketiga, penciptaan iklim industri penyiaran yang kondusif dengan prinsip pada persaingan usaha yang sehat. Keempat, sosialisasi bidang penyiaran kepada masyarakat dan pemangku kepentingan.


Dampak Negatif

Secara terpisah, pengamat multimedia dan penyiaran dari Universitas Inonesia (UI) Ade Armando mengatakan, pemerintah harus mulai campur tangan dalam industri pertelevisian. Pemerintah diminta terlibat terhadap pemilihan isi siaran di setiap televisi berbayar maupun televisi swasta, sehingga isi siaran yang diberikan dijamin tidak berdampak negatif bagi publik.

Dia mencontohkan Malaysia atau Amerika Serikat (AS) yang hanya memiliki satu stasiun televisi besar. Berbagai siaran yang dinilai tidak sesuai dengan ideologi negara, dilarang pemerintah AS. Namun, Indonesia tidak bisa mengikuti konsep tersebut. Pemerintah terlalu memberi kebebasan pada industri televisi dengan dalih untuk berkembang.

"Sayangnya, kesempatan dipakai ke hal negatif. Industri TV berbayar justru berlomba-lomba menyajikan siaran eksklusif, sehingga kompetisi yang ada saling mematikan," kata Ade.

Ditegaskan Ade, siaran eksklusif dalam satu stasiun televisi tetap tidak diizinkan mengingat semua orang berhak memperoleh informasi secara bebas. Hanya saja untuk masyarakat yang ingin memperoleh informasi lebih detail atau lengkap bisa berlangganan televisi berbayar.

Tidak hanya siaran ekslusif dalam televisi berbayar, Komisi I DPR juga menyoroti isi siaran di setiap stasiun televisi yang mulai jauh dari unsur pendidikan. Masyarakat kini, lebih banyak disuguhi hiburan seperti gosip-gosip, film, musik, dan sinetron. Sementara, unsur pendidikan mulai ditinggalkan dengan alasan industri ingin memberikan yang terbaik bagi publik. [EAS/N-4]

Tidak ada komentar: