19 Maret 2008

Kasus Kepemilikan Televisi Diragukan Beres

TEMPO Interaktif, 19/3/2008

Jakarta: Pengamat media Veven S.P Wardhana pesimistis masalah kepemilikan pada industri penyiaran bakal tuntas, meski parlemen membentuk panitia kerja untuk menyelesaikan masalah ini.

Menurut dia, masalah ini sudah terlalu lama dibiarkan oleh pemerintah dalam bentuk toleransi pelanggaran ketentuan. "Akibatnya, sudah terlalu kompleks untuk diselesaikan," kata Veven kepada Tempo kemarin di Jakarta.

Ia menjelaskan, masalah kepemilikan pada industri pertelevisian bukan masalah baru. Permasalahan serupa dulu muncul pada industri radio yang juga tak jelas penyelesaiannya. Padahal, kepemilikan jamak dan pengalihan kepemilikan frekuensi pada industri penyiaran secara tegas dilarang Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. "Mungkin sengaja membiarkan masalah ini terus terjadi." Veven bahkan menduga terjadi 'main mata' regulator dengan industri.

Komisi Informasi Dewan Perwakilan Rakyat Senin lalu memutuskan membentuk panitia kerja untuk meneliti dugaan pemusatan kepemilikan dan kepemilikan silang di lembaga penyiaran swasta. Termasuk jual-beli frekuensi. Keputusan ini tertuang dalam simpulan rapat Komisi Informasi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika.

Dalam rapat kerja itu, sejumlah anggota Komisi menyoroti kepemilikan PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC) atas PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), PT Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), dan PT Global Bermutu (Global TV). Juga kepemilikan Trans Corporation (Para Grup) atas Trans TV dan Trans 7. Praktek ini dinilai melanggar aturan tentang kepemilikan lembaga penyiaran Pasal 18 ayat 1 dan Pasal 20 Undang-Undang Penyiaran.

Menteri Komunikasi dan informatika Mohammad Nuh tak mempersoalkan pembentukan panitia kerja. Ia mengakui departemennya kesulitan menafsirkan perundangan. "Terdapat 14 perundangan yang terkait dengan Undang-Undang Penyiaran, " ujarnya seusai rapat. Nuh menuturkan, undang-undang belum mengatur kepemilikan oleh holding company. Di sisi lain, perizinan diterbitkan untuk media, bukan untuk holding company.

Veven mengakui ada persoalan perundangan. Tapi bukan berarti pemerintah boleh tinggal diam. "Dibuat aturannya, dong."

Koordinator Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia (MPPI) Kukuh Sanyoto mempertanyakan kabar pengusutan kepemilikan silang oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Beberapa bulan lalu, MPPI mengadukan soal carut-marut kepemilikan stasiun televisi itu kepada pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang ditembuskan kepada KPPU.

"Sampai sekarang belum ada jawaban somasi dari mereka," ucapnya kemarin. Hanya KPPU yang menindaklanjuti. Tapi hingga kini tak jelas sampai di mana kemajuan pengusutan di KPPU. Ia khawatir, masalah ini sengaja didiamkan.

MPPI, Kukuh melanjutkan, sedang menyusun rencana untuk mempertanyakan masalah ini. Tapi, ia merahasiakan rencana yang dimaksud. Dian Yuliastuti | Agoeng Wijaya

Tidak ada komentar: