[BANDUNG] Regulasi dalam bidang industri media penyiaran harus berubah, jika masyarakat menginginkan keragaman informasi. Sebuah keragaman akan menjadi mustahil bila kepemilikan lembaga penyiaran bermuara hanya kepada beberapa pihak atau cenderung monopoli.
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari Obrolan Jelang Sore "Prospek Bisnis Media 2008: Mencari Tayangan Bermutu yang Berdaya Jual" di ruang serba guna Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat (Jabar), Jumat (22/2). Tampi sebagai pembicara, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, Dadang Rahmat, Ketua Forum Komunikasi Lembaga Penyiaran Jabar, Satya Priambodo, dan akademisi dari Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Eni Maryani.
"Ada kontradiksi internal, ketika regulasi memperbolehkan 20 persen kepemilikan saham dari modal asing. Karena ketika masuk ke pasar yang terjadi adalah kompetisi, siapa yang tidak kuat akan kalah. Akhirnya yang ada hanyalah pemusatan," papar Eni menyikapi keberadaan regulasi soal lembaga penyiaran yang ada sekarang ini.
Regulasi yang dimaksud tersebut adalah Undang-Undang No 32/2002 dan Peraturan Pemerintah No 50/2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta. Aturan itu mengharuskan, mulai saat ini hingga akhir tahun 2009, seluruh TV swasta nasional yang menyiarkan hingga ke daerah-daerah diwajibkan berjaringan dengan televisi lokal.
"Karena tidak kuat bersaing, bakal ada yang namanya efisiensi. Itu sebuah kewajaran. Jurnalis, KPID, masyarakat sebagai bagian dari masyarakat sipil seharusnya bersama-sama memperjuangkan kepentingan publik dalam hal ini," tegas dia.
Dadang mengaku pihaknya berupaya mencari peluang untuk menjaga agar tetap terjaganya keberagaman isi dan kepemilikan dari lembaga penyiaran melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Karena dalam aturan itu ada peluang mempidana atau mengajukan gugatan class action untuk pihak yang melanggarnya.
Selama ini, KPID hanya memiliki kewenangan untuk memberikan teguran kepada lembaga-lembaga penyiaran yang 'bandel'. [153]
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari Obrolan Jelang Sore "Prospek Bisnis Media 2008: Mencari Tayangan Bermutu yang Berdaya Jual" di ruang serba guna Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat (Jabar), Jumat (22/2). Tampi sebagai pembicara, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jabar, Dadang Rahmat, Ketua Forum Komunikasi Lembaga Penyiaran Jabar, Satya Priambodo, dan akademisi dari Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Eni Maryani.
"Ada kontradiksi internal, ketika regulasi memperbolehkan 20 persen kepemilikan saham dari modal asing. Karena ketika masuk ke pasar yang terjadi adalah kompetisi, siapa yang tidak kuat akan kalah. Akhirnya yang ada hanyalah pemusatan," papar Eni menyikapi keberadaan regulasi soal lembaga penyiaran yang ada sekarang ini.
Regulasi yang dimaksud tersebut adalah Undang-Undang No 32/2002 dan Peraturan Pemerintah No 50/2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta. Aturan itu mengharuskan, mulai saat ini hingga akhir tahun 2009, seluruh TV swasta nasional yang menyiarkan hingga ke daerah-daerah diwajibkan berjaringan dengan televisi lokal.
"Karena tidak kuat bersaing, bakal ada yang namanya efisiensi. Itu sebuah kewajaran. Jurnalis, KPID, masyarakat sebagai bagian dari masyarakat sipil seharusnya bersama-sama memperjuangkan kepentingan publik dalam hal ini," tegas dia.
Dadang mengaku pihaknya berupaya mencari peluang untuk menjaga agar tetap terjaganya keberagaman isi dan kepemilikan dari lembaga penyiaran melalui Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Karena dalam aturan itu ada peluang mempidana atau mengajukan gugatan class action untuk pihak yang melanggarnya.
Selama ini, KPID hanya memiliki kewenangan untuk memberikan teguran kepada lembaga-lembaga penyiaran yang 'bandel'. [153]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar