03 Februari 2008

MENDADAK KORUPTAINMENT!

Oleh Teguh Imawan


Selain keramahan, Indonesia dikenal dunia karena korupsinya. Menariknya, ‘prestasi’ juara korupsi sejagad itu berseiringan dengan bertenggernya sejumlah konglomerat pengutang kelas kakap masuk dalam jajaran orang terkaya Asia.
Hal menarik lain, yang senantiasa timbul tenggelam di kalangan elite pemerintah adalah inkonsistensi. Salah satunya berkaitan dengan wacana Kejaksaan Agung (Kejagung) menyiapkan kiat khusus membuat malu para buron kasus korupsi dengan menayangkan wajahnya di televisi. Meski awalnya menggebu, kini seolah tersengat ‘ikan pari’ sehingga wacana yang sempat membuat sport jantung itu tenggelam.
Semula koruptor yang ditayangkan di televisi bukan hanya wajah dan namanya. Tayangan juga dilengkapi data-data dan jejak koruptor itu, seperti riwayat hidup dan rumah yang terakhir kali ditinggali. Pola pengemasan tayangan mirip acara infotainment, dan karena menyangkut koruptor, nama acaranya disebut koruptainment.
Acara koruptainment bertujuan menimbulkan efek jera dan mendorong partisipasi publik membantu memberantas dan menangkal korupsi. Daya dorong permaluan menguat karena desain acara televisi tak lagi kaku, beku, dan serius, tapi problem nomor satu di negeri ini dikemas secara menghibur.

Topik
Secara etimolotis, koruptainment merupakan istilah gabungan kata korupsi dan entertainment. Maknanya adalah tipe program televisi berisi seluk beluk korupsi yang dikemas nan menghibur, sehingga kuat menarik menarik dan memikat penonton. Jadi, koruptainment tak dipahami secara letterlijks, yaitu acara menggangsir harta negara yang menghibur dan menyenangkan.
Kalau itu yang terjadi, maka maksud menghukum koruptor dan menangkal tindak korupsi sirna. Justru acara menjadi ajang “kursus korupsi”, mengherokan pencoleng mengzerokan nurani, sekaligus sebagai pupuk penyubur korupsi di level dan lini birokrasi.
Mengenai topik tayangan, bila infotainment menyasar kawin, cerai, selingkuh, dan seteru artis-selebritis, maka koruptainment membidik sosok koruptor buron dan pejabat negara tertentu bertugas di instansi “basah”. Koruptainment dapat menjadi siaran acara penguji antara iman dan godaan kepejabatan seseorang.
Selain itu, fokus liputan dapat menyisir pada: pertama, kondisi pendukung munculnya korupsi dan perburuan koruptor. Kedua, dampak negatif korupsi terhadap kehidupan demokrasi, ekonomi, dan rakyat. Ketiga, mengungkap aneka bentuk penyelewengan kekuasaan (penggelapan, mark-up, penyogokan, kolusi, nepotisme, dan sejenisnya). Keempat, rutin mengungkap angka rapor korupsi dari transparansi internasional, indeks persepsi korupsi, atau barometer korupsi global.

Kemasan
Bila sebagian infotainment gegap gempita menayangkan berita cukup berbekal gosip, maka koruptainment mutlak bersandar pada fakta. Isi laporan harta kekayaan pejabat negara resmi dapat menjadi titik tolak. Liputan menjelahi dan merembet ke sanak keluarga pejabat dalam konteks menguji dan mengkonfirmasi akurasi isi laporan. Keluarga atau kerabat yang dimaksud mencakup orang tua/mertua, istri/suami, anak/menantu, cucu, adik/kakak, pacar, sahabat .
Sebagaimana diungkap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Taufiequrachman Ruki, salah satu faktor kegagalan pemberantasan korupsi adalah belum adanya pengawasan yang efektif terhadap kepemilikan harta pejabat negara. Seringkali kepemilikan barang hasil korupsi dialihkan atau diatasnamakan kerabat atau keluarganya. Para koruptor melakukan berbagai cara untuk "menutupi" transaksi itu agar di permukaan terlihat sah.
Melihat halusnya praktek korupsi, koruptainment dapat kreatif mengecek harga barang yang dibeli pejabat. Teknik dan taktik peliputan model paparazi, pemanfaatan kamera tersembunyi (hidden camera), maupun penyamaran bisa dipilih untuk memperoleh rekaman audio-visual koruptainment.
Selain tajam mengupas korupsi, durasi tayangan bisa diolor. Lembaga dan aktivis antikorupsi, penegak hukum, organisasi kemasyarakatan, dan kalangan rakyat bawah yang gemas pada koruptor dijadikan komentator. Melalui spirit kebersamaan berfokus ke topik seputar mata rantai korupsi, maka sisi gelap perilaku pejabat negara diliput, disorot, ditelisik, disigi-investigasi, diekspos, diblow-up, dan disergap.

Kekuatan
Dengan demikian, koruptainment berdaya sebagai kanal pengalir rasa jengkel publik yang telah sekian lama terpendam dan tersumbat (silent majority). Data dan fakta koruptainment memudahkan upaya pembalikan beban pembuktian (pembuktian terbalik) dalam penuntutan perkara tindak pidana korupsi yang dituduhkan.
Bila itu terjadi, pejabat negara sulit mengalihkan aset hasil korupsinya. Gilirannya, dapat digulirkan efek jera atau ketakutan kolektif untuk tidak lagi melakukan korupsi karena susah menyembunyikan hasil jarahannya.
Kekuatan koruptainment lain adalah mampu menjadi alternatif pengawasan perilaku koruptif pejabat negara melalui pemantauan atas kepemilikan harta kekayaan. Bukankah selama ini senantiasa muncul pertanyaan, apakah harta kekayaan pejabat itu diperoleh secara sah dan tidak melawan hukum atau didapat dengan cara mengkorup uang negara?
Soal pemantauan kekayaan pejabat itu dapat dijadikan benih tayangan koruptainment. Dan, itu telah dilakukan televisi. Contohnya, liputan tewasnya pekerja bangunan karena tertimpa tembok pembatas saat merenovasi bangunan rumah. Dengan cerdik sudut pandang pemberitaan juga memburu identitas pemilik rumah. Karena sejumlah keterangan menyebutkan pemilik rumah adalah pejabat negara.
Saat disorot kamera acara Sergap RCTI, tampak pejabat begitu resah dan gelisah. Ia mengelak mengakui dirinya sebagai pemilik rumah. Bisa jadi, ia takut kalau dicecar soal besar dana renovasi rumah berukuran luas di kawasan perumahan elite Jakarta.
Kejadian serupa, tapi beda kasus terlihat saat televisi meliput peristiwa pencurian di rumah milik pejabat. Jelas terlihat di layar kaca, si tuan rumah enggan memberi keterangan rinci jenis barang yang hilang dan besar nilai kerugiannya. Terpancar rasa risih raut muka pemilik rumah saat ruangan tempat barang yang dicuri “diinventarisasi secara visual” oleh kamera person dan sejumlah jurnalis. Ia kelihatan lebih tenang tatkala lensa kamera menjauhi areal rumahnya.
Itulah contoh tayangan dini koruptainment memancing emosi dan mengaduk-aduk adrenalin narasumber yang korup. Berbeda dengan infotainment, banyak kalangan sepakat, isi dan kemasan koruptainment seperti itu lebih besar manfaat ketimbang mudaratnya.—

Seputar Indonesia, 13 September 2006, halaman opini

Tidak ada komentar: