26 Februari 2008

DPR Akan Telisik Kepemilikan Televisi

Selasa, 26 Feb 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta: Komisi Informasi Dewan Perwakilan Rakyat berencana membentuk tim untuk meneliti dugaan monopoli pada industri pertelevisian. Diduga, terjadi pelanggaran Undang-Undang Penyiaran yang meliputi menopoli kepemilikan, penyalahgunaan izin kepemilikan, hingga potensi blocking time.Pembentukan tim diputuskan setelah Komisi rapat dengan industri pertelevisian swasta dan lokal pada 19 Februari lalu.
"Hasil tim bisa berupa rekomendasi agar pemerintah menegur industri," kata anggota Komisi Informasi dari Partai Amanat Nasional Djoko Susilo kepada Tempo akhir pekan lalu di kantornya.Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengusulkan kepada pemerintah agar mengatur tata niaga industri televisi.
Menurut anggota KPI Don Bosco Selamun, perubahan kepemilikan stasiun televisi sama dengan pengalihan kepemilikan frekuensi yang sebenarnya tak bisa dialihkan atau diperjuar-belikan. "Ini jelas melanggar Undang-Undang Penyiaran," katanya.
Djoko menuturkan, perkembangan industri penyiaran semakin kompleks. Dengan alasan bisnis, beberapa lembaga penyiaran melakukan aksi korporasi dengan mengubah kepemilikan lewat jual-beli saham. Akibatnya, "Industri cenderung dikuasai beberapa kelompok usaha yang sama.
"Padahal, sentralisasi kepemilikan bertentangan dengan Undang-Undang Penyiaran karena dikhawatirkan terjadi penguasa media untuk memonopoli informasi publik. Apalagi perubahan kepemilikan sama dengan pengalihan kekuasaan atas frekuensi.
Ia mencontohkan PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC), pemilik PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), kini menguasai 100 persen saham PT Global Informasi Bermutu (Global TV) dan 75 persen saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). "Ini belum jaringan pada industri radio."Trans Corporation, anak usaha Para Grup, yang awalnya hanya memiliki Trans TV kini mengelola Trans 7. Grup Bakrie pun menguasai ANTV dan TVOne, sebelumnya Lativi.
Namun, Trans Corporation membantah perubahan kepemilikan Trans7 berarti pengalihan atau jual-beli frekuensi. Direktur Utama Trans Corporation Ishadi S.K mengatakan, perubahan pada Trans 7--dulu dikenal dengan TV 7-- hanya pada struktur kepemilikan. "Izin frekuensinya tetap ada di perseroan, bukan melekat pada pemilik," katanya kepada Tempo.
Ia pun menampik jika kepemilikan Trans Corp atas Trans TV dan Trans 7 dinilai sebagai monopoli industri pertelevisian. Selain kepemilikan berada di tangan holding, Trans Corp. hanya menguasai 49 persen saham Trans 7. "Mayoritas masih dikuasai Gramedia Grup.”
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum bisa menghubungi manajemen MNC. Telepon genggam Presiden Direktur MNC Hary Tanoesoedibjo tak aktif. Demikian pula Komisaris MNC Tito Sulistyo, yang oleh stafnya dikatakan sedang meeting. Sekretaris Perusahaan MNC Gilang Iskandar lewat pesan pendek menuturkan, “Pada prinsipnya kami mematuhi Undang-Undang Penyiaran.”Agoeng Wijaya


http://tempointeraktif.com/read.php?NyJ=cmVhZA==&MnYj=MTE4MTE4

Tidak ada komentar: