12 Februari 2008

ASPEK RELIGI MENJADI JURU KUNCI


Oleh Teguh Imawan


Sebagian penonton televisi yang rindu sajian acara yang nyaman di bulan Ramadan kembali menuai kecewa. Harapan memperoleh program acara yang menghibur lahir dan batin di saat berbuka dan sahur puasa, tampaknya, masih jauh dari harapan.

Pasalnya, isi acara yang dikhitmadkan menemani penonton televisi lebih mengutamakan cengengesan ketimbang pencerahan.Seperti penayangan acara di tahun-tahun sebelumnya, acara televisi pada bulan Ramadan dibanjiri tayangan yang kurang religius.

Bahkan, cenderung mengurangi spirit dan tujuan hakiki ibadah puasa itu sendiri.Dengan alasan untuk menemani pemirsa yang sedang berpuasa agar tidak ngantuk, tayangan kuis dan komedi menguasai layar kaca. Meski nama acaranya dilabeli kata "Ramadan", dapat dikatakan dari segi isinya, tayangan sinetron, bincang-bincang, komedi, serta kuis tersebut nyaris tak mengandung nilai religius.

Kalaupun dikuantitatifkan, aspek komedi yang dibangun melalui unsur cengengesan, canda berlebihan dengan mengumbar rentetan kata kasar yang tak pantas disuguhkan saat Ramadan, sebanyak 99% dari keseluruhan durasi tayangan, sedangkan sisanya, 1 (satu) persen waktu dialokasikan untuk nilai religius. Sehingga kesan yang kental adalah bahwa keberadaan religiusitas dalam tayangan acara Ramadan tak lebih sebagai bumbu belaka.


Selera Pasar

Ramadan tak hanya menjadi berkah bagi umat Islam, tapi juga bagi stasiun televisi. Bila dalam bulan biasa, stasiun televisi hanya mendapat satu waktu prime time (jam tayang utama, antara pukul 18.00-22.00), maka di bulan Ramadan televisi memperoleh dua waktu prime time, yakni periode waktu jelang berbuka puasa (16.30-18.30) dan waktu sahur (02.30-04.30).

Buah manis kehadiran dobel prime time adalah berlipatgandanya iklan yang diputar dan berimbas pada perolehan dana iklan yang masuk kantong pengelola televisi. Namun, di situlah dilemanya, pengelola televisi selalu dituntut untuk menyajikan sesuatu yang bisa menghibur sekaligus menuntun berbagai kalangan.

Menghadapi tekanan seperti itu, pengelola televisi cenderung bersandar pada rumus: televisi memang media massa yang berupaya menyenangkan semua pihak, dan terlalu mahal untuk hanya menyenangkan kalangan tertentu. Tegasnya, televisi harus selalu membuat acara yang tidak hanya memuaskan puluhan hingga ratusan ribu orang, tapi jutaan orang.

Karena ukuran mutu hiburan adalah yang menyenangkan jutaan orang, televisi mau tak mau harus berkonsultasi dan bercengkerama dengan pasar. Sudah bukan menjadi rahasia lagi, betapa banyak pekerja televisi yang frustrasi menghadapi kenyataan pahit. Khususnya ketika acara kreatif yang dipandang mencerahkan pemirsa, tak disambut pengiklan, hanya karena acara yang diajukan tak ada bau-bau komedi yang telah teruji memperoleh rating (ditonton pemirsa).

Kecuali itu, selain harus disesuaikan dengan selera massa, acara Ramadan memang tak berani menabrak suasana "kebatinan" umat Islam yang bertalian dengan kontroversial (poligami), tabu, sensitif, maupun yang dikhawatirkan dapat menyinggung kalangan tertentu.





Pengunci Acara

Pada Ramadan 2007 ini, kentara sekali bagaimana pengelola televisi dan pengiklan terkesan tidak mengakomodasi kehadiran sosok yang kontroversial tersebut pada acara Ramadan.

Beberapa acara Ramadan di stasiun televisi, misalnya, dapat disaksikan pada "Saatnya Sahur Kita" TransTV dengan didukung artis seperti Komeng, Okky Lukman, Olga, Adul, Ramzi, dan Luna Maya. Trans7 dengan "Empat Mata Sahur" yang diputar setiap pukul 02.00 menceritakan kesibukan di balik layar sebuah tim produksi stasiun televisi yang mengelola program.

Demikian pula, Indosiar yang menyajikan program "Pentas Saat Sahur", dengan mengarahkan isi acara pada kompetisi remaja mengekspresikan diri dalam bidang musik dan komedi. Melalui Pentas Saat Sahur, pemirsa akan disuguhi kisah-kisah yang patut dijadikan teladan dengan penyampaian yang berbeda, unik, santai, dan sederhana.

Materi yang dibawakan berasal dari kisah yang biasa terjadi dalam kehidupan nyata.Untuk memeriahkan suasana tiap episode akan diramaikan dengan live musik, komedian, penyanyi yang akan membawakan lagu religi, kuis interaktif, tarian religi dari beberapa daerah, dan 15 orang juri yang terdiri atas bermacam-macam profesi namun mempunyai kompetensi agama Islam.

SCTV menampilkan sinekuis Para Pencari Tuhan. Kuis interaktif seputar sinetron Para Pencari Tuhan ditayangkan setiap hari pada pukul 02.30-04.00. Acara ini akan dibawakan Grup Bajaj yang terdiri atas Aden, Isa, dan Melky serta bintang tamu.

Demikian pula, acara bertajuk "Stasiun Ramadhan (STAR)" RCTI, dominan nuansa komedi ketimbang nilai religi. Hampir semua komedian papan atas jagat hiburan meramaikan panggung acara, seperti Eko Patrio, Tukul, Tessy, dan Ulfa. Banyolan, cengengesan, dan kuis interaktif menjadi menu andalan mengasupi selera massa penonton. Sedangkan siraman rohani menebar nilai keramadanan ditaruh pada menit-menit akhir dan menjadi juru kunci acara.




Ajak Konsumtif

Melihat tren acara Ramadan, sungguh susah memperoleh tayangan acara religius yang bermutu dan bermanfaat. Harapan kepada televisi bisa menghadirkan acara yang mengandung unsur education, empowerment, dan enlightenment sulit diejawantahkan.

Acara Ramadan yang mendidik, memberdayakan, dan mencerahkan pemirsanya, tampaknya, masih kalah pamor bersaing dengan humor/komedi/kuis.Momentum Ramadan belum bisa "memaksa" pengelola televisi menghadirkan kemasan acara religius dalam konteks membangun ketakwaan, yang menancapkan fondasi dan spirit mengendalikan diri lahir maupun batin.

Alih-alih mengajak penonton berjuang mengendalikan diri, justru acara televisi mendikte pemirsanya mengobral pulsa melalui segmen kuis interaktif bertarif premium.

Dalam logika layar televisi, datangnya bulan suci Ramadan belum dijadikan momentum membantu pembentukan akhlak bangsa, tapi masih menggiring semua menjadi bangsa yang konsumtif. Semoga tahun depan tidak demikian adanya. -


Jawa Pos, Rabu, 19 September 2007, halaman opini

Tidak ada komentar: