03 Januari 2013

Dinamika Penyiaran 2012 Refleksi Akhir Tahun KPI Pusat

Dinamika Penyiaran 2012

Siaran Pers Refleksi Akhir Tahun KPI Pusat

Siaran Pers

782/K/KPI/12/12

Tak terasa, perjalanan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sudah memasuki usia 10 tahun. UU Penyiaran disahkan dan diundangkan pada tanggal 28 Desember 2002 pada saat presiden Indonesia dijabat Megawati Soekarnoputri. 10 Tahun bulanlah waktu yang sebentar dan diwarnai dengan dinamika yang membuat implementasi UU Penyiaran perlu direfleksikan.

Saat ini, UU Penyiaran ini sedang dalam proses perubahan di DPR, tepatnya Komisi I DPR RI. Perubahan UU Penyiaran yangdilakukan karena beberapa alasan, di antaranya tuntutan perubahan teknologi, posisi kelembagaan KPI, soal monopoli serta model bisnis penyiaran, tanggung jawab sosial media penyiaran dan masih rendahnya peran serta masyarakat dalam pengembangan dunia penyiaran.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyampaikan laporan kepada publik mengenai kinerja KPI Pusat dalam menjalankan tugas dan kewenangannya di tahun 2012 dalam bidang Kelembagaan, Isi Siaran, dan Infrastruktur/Perizinan. Laporan ini disampaikan dalam Diskusi Publik Refleksi Akhir Tahun KPI yang diselenggarakan Jumat 28 Desember 2012 di Aula Gedung Bapeten Jakarta Pusat. Dialog publik ini mengambil tema "Dinamika Penyiaran Indonesia 2012 dan Refleksi 10 Tahun UU Penyiaran".

a. Bidang Kelembagaan

KPI Pusat mengembangkan dan menguatkan kemitraan dengan berbagai elemen masyarakat. Perjanjian kerjasama yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya dikuatkan atau diperpanjang pada tahun ini, di samping penandatangan MoU dengan pihak-pihak baru yang dipandang perlu. Selama tahun 2012, KPI Pusat telah melakukan atau perpanjangan MoU dengan BKKBN, KIP, Polri,  Bawaslu.

KPI Pusat juga telah melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Kemenkes terkait tayangan iklan kesehatan. KPI Pusat membentuk kaukus kesehatan di penyiaran yang beranggotakan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dan Ikatan Naturopatis Indonesia (IKNI).

LIPI serta BMKG terkait siaran tanggap bencana dan early warning system bencana, khususnya tsunami. KPI Pusat bersama LIPI dan BMKG membuat modul untuk tanggap bencana tsunami dan turut serta dalam pelatihan untuk lembaga penyiaran, di lembaga penyiaran RRI Jakarta dan MetroTV. 

Selain itu KPI bersama LSF membuat memo bersama dan bersepakat untuk mewajibkan setiap tayangan yang hadir di TV mencantumkan katagori usia. Ini penting untuk mendidik dan melindungi masyarakat agar memilih tayangan sesuai dengan katagori usia, juga sebagai upaya melindungi anak-anak dan remaja dari dampak buruk konten penyiaran.

KPI Pusat juga mengintensifkan pengembangan dan pelaksanan literasi media dengan mengajak kerjasama dengan kalangan masyarakat sipil. Kegiatan yang dilakukan misalnya training of trainer literasi media dan workshop pembentukan kelompok masyarakat peduli penyiaran. KPI pusat memandang saat ini semakin banyak kelompok dan anggota masyarakat yang memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap media, khususnya media penyiaran.

Hal ini dibuktikan dengan makin banyaknya kelompok yang memiliki konsen terhadap masalah ini. Antara lain dibuktikan dengan samakin banyaknya kegiatan inisiatif masyarakat yang berkaitan dengan literasi media. Selian mengadakan acara literasi media, KPI juga semakin sering diundang untuk terlibat dalam kegiatan literasi media oleh berbagai kelompok masyarakat, misalnya organisasi perempuan (Dharmawanita, dll), organisasi keagamaan, organisasi kepemudaan dsb. 

Menangkap gejala positif tersebut, KPI menfasilitasi pertemuan antara kelompok masyarakat peduli media. Pada pertemuan 21 November 2012 disepakati pembentukan sebuah forum agar dapat saling berkoordinasi dan menguatkan. Forum tersebut kemudian dinamakan FORMAT LIMAS (Forum Masyarakat Peduli Media Sehat). Ke depan, forum ini akan menjadi mitra utama KPI dalam menggerakkan literasi media dan bermitra dengan stakeholder penyiaran yang lain untuk pengembangan literasi media di internal organisasi masing-masing dan di daerah.

Intensitas gerakan literasi media dan makin banyaknya kelompok dan anggota masyarakat yang sadar media, berbanding lurus dengan jumlah pengaduan masyarakat yang mengalami trend peningkatan secara signifikan.

b. Bidang Isi Siaran

Pada tanggal 1 April 2012 KPI, bertepatan dengan kegiatan Rapat Koordinasi Nasional dan Hari Penyiaran Nasional tahun 2012 yang dilaksanakan di Surabaya, KPI meluncurkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) tahun 2012. P3 dan SPS 2012 adalah revisi sekaligus perubahan dari P3 dan SPS tahun 2009. Revisi dan perubahan ini bertujuan untuk menyesuaikan dinamika perjalanan penyiaran di Indonesia yang terus mengalami perubahan sehingga memerlukan peraturan yang lebih detail lagi. 

Setelah P3 dan SPS 2012 diluncurkan, KPI Pusat secara konsisten berusaha melaksanakan pengawasan isi siaran dengan berpedoman pada P3 dan SPS 2012. Pengawasan isi siaran dilakukan mekanisme penanganan pengaduan masyakarat dan pemantauan isi siaran.

Pada tahun 2012 KPI Pusat menerima jumlah pengaduan publik yang jauh lebih besar mengenai isi siaran dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hingga 26 Desember 2012, KPI Pusat menerima 43.470 pengaduan publik tentang isi siaran. Jumlah ini merupakan jumlah pengaduan terbesar yang diterima KPI Pusat selama KPI berdiri. Pada tahun-tahun sebelumnya secara berturut-turut jumlah pengaduan tentang isi siaran adalah sebagai berikut: 1.335 (2007), 3.588 (2008), 7.634 (2009), 26.489 (2010), dan 3.856 (2011).

Jumlah pengaduan publik yang meningkat ini menunjukkan beberapa hal. Pertama, publik makin tinggi daya kritisnya tentang isi siaran sehingga ketika ada isi siaran yang dinilai tidak pantas, bermasalah atau melanggar aturan, maka publik mengadukan isi siaran tersebut. Kedua, publik makin memahami bahwa jalur yang tepat untuk mengadukan siaran yang bermasalah adalah ke KPI. KPI Pusat mengapresiasi makin tingginya kesadaran publik untuk mengadukan siaran bermasalah ke KPI, termasuk untuk siaran jurnalistik. 

Berbeda dengan pengaduan publik tahun-tahun lalu yang umumnya menempatkan sinetron serial sebagai jenis acara yang paling banyak diadukan, pada tahun ini (tercatat hingga 26 Desember 2012) pengaduan publik terbesar adalah tentang program jurnalistik, yakni berita dan talkshow. Secara berurutan, 15 besar jenis acara yang diadukan publik adalah: (1) Berita, (2) Talkshow, (3) Reality show, (4) Iklan, (5) Komedi, (6) Sinetron seri, (7) Musik, (8) Program anak, (9) Program olahraga, (10) Variety show, (11) Azan, (12) Film lepas, (13) Infotainment, (14) Sinetron lepas/FTV, dan (15) Features.

Terkait dengan jenis acara yang diadukan tersebut, 15 besar materi pengaduan publik adalah: (1) Kaidah jurnalistik, (2) Penghinaan/pelecehan kepada kelompok tertentu, (3) Norma kesopanan/kesusilaan, (4) Tema/alur/format acara, (5) Siaran tidak mendidik, (6) Busana tidak pantas, (7) Jam tayang tidak tepat, (8) Kekerasan, (9) Seks, (10) Dampak siaran, (11) SARA, (12) Kata-kata kasar, (13) Bahasa, (14) Tampilan laki-laki keperempuan-perempuan, dan (15) Netralitas isi siaran.

Lembaga penyiaran yang mendapatkan pengaduan publik adalah: MetroTV (30.067 pengaduan), TV One (5.701), TransTV (2.742), ANTV (878), RCTI (657), SCTV (451), Indosiar (356), MNCTV (352), Trans 7 (335), Global TV (203), dan TVRI (22). Di luar pengaduan ini, KPI Pusat menerima sejumlah pengaduan mengenai siaran radio dan TV lokal, yang sudah dikoordinasikan tindaklanjutnya dengan KPI Daerah.

Terdapat empat kasus pengaduan publik yang besar yang diterima KPI Pusat selama 2012, yakni: pengaduan kelompok Rohis mengenai talkshow tentang teorisme di Metro TV (September, 29.904 pengaduan), pengaduan Bonek terhadap program "Indonesia Lawyer Club" di TVOne (Maret, 3.297 pengaduan), pengaduan atas program Supertrap di Trans TV yang menampilkan penjebakan di toilet umum (November, 2.265 pengaduan), dan pengaduan tidak akuratnya pemberitaan mengenai Ustadz Badri sebagai tersangka teroris di TV One (Oktober, 2.162 pengaduan). 

Jumlah sanksi adminsitratif yang diberikan KPI Pusat kepada lembaga penyiaran pada tahun ini meningkat sekitar 95 persen dibandingkan tahun lalu. Tahun ini KPI Pusat menjatuhkan 107 sanksi administratif (berupa 84 sanksi teguran pertama, 16 teguran kedua, 6 penghentian sementara, dan 1 pembatasan durasi). Sanksi ini diberikan bagi 11 stasiun televisi berjaringan. Tahun lalu, KPI Pusat menjatuhkan 55 sanksi administratif. 

Di luar sanksi administratif, KPI memberikan 30 surat peringatan dan 22 imbauan tentang isi siaran.

Sanksi penghentian sementara diberikan kepada enam program: Indonesia Sehat (TVRI), Uya Emang Kuya (SCTV), Bioskop TransTV (Trans TV), Metro Siang segmen talkshow (MetroTV), Pesbukers (ANTV), dan Sembilan Wali (Indosiar). Lembaga penyiaran yang sampai saat ini belum menjalankan sanksi di tahun 2012 adalah ANTV (Pesbukers). Adapun sanksi pembatasan durasi dijatuhkan kepada "Bukan Empat Mata" (Trans 7).

Pelanggaran yang banyak dilakukan oleh stasiun-stasiun TV yang mendapatkan sanksi secara berurutan adalah: Perlindungan anak dan remaja, norma kesopanan dan kesusilaan, materi seks, penggolongan program siaran, ketentuan iklan, pelecehan individu/kelompok masyarakat tertentu, ketentuan program jurnalistik, materi mistik-horor-supranatural, kekerasan, gender, hak privasi, agama, tata cara penggunaaan lagu Kebangsaan, budaya, ketentuan sensor, dan ketentuan terkait rokok.

Kesebelas lembaga penyiaran berjaringan yang pada tahun 2012 mendapatkan sanksi administratif adalah: TransTV (18 sanksi), Indosiar (15), Trans 7 (13), Global TV (12), SCTV (12), RCTI (10), MetroTV (7), ANTV (6), MNC TV (6), TV One (5), dan TVRI (3).

c. Bidang Infrastruktur/Perizinan

Sepanjang tahun 2012 KPI Pusat telah melakukan proses perizinan untuk Lembaga Penyiaran di Indonesia baik itu mulai dari Proses Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) yang menghasilkan Rekomendasi Kelayakan, Pra Forum Rapat Bersama (Pra FRB), Forum Rapat Bersama (FRB) dan Evaluasi Uji Coba Siaran (EUCS). Selama periode Januari-Desember 2012, KPI Pusat telah menerima 464 Rekomendasi Kelayakan yang dikeluarkan oleh KPID. KPI bersama Pemerintah telah melakukan proses Pra FRB terhadap 672 pemohon dan FRB sebanyak 752 pemohon. EUCS telah dilakukan terhadap 107 Lembaga Penyiaran. Selama tahun 2012 jumlah Lembaga Penyiaran yang mendapatkan IPP Prinsip sebanyak 110 LP dan untuk IPP Tetap sebanyak 137 Lembaga Penyiaran. 

Pada tahun 2102, KPI Pusat juga telah melaksanakan program EDP Pendampingan yaitu program fasilitasi KPI Pusat kepada KPID – KPID yang membutuhkan dalam rangka pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat berupa pendanaan bersama dan penyediaan narasumber. Pada tahun 2012 telah dilaksanakan di 10 Provinsi yaitu: Sulawesi Barat (3 LP), Lampung (8 LP), DI Yogyakarta (4 LP), Nusa Tenggara Barat (5 LP), Jambi (12 LP), Maluku (1 LP), Sulawesi Utara (4 LP), Riau (15 LP), Kalimantan Barat (3 LP), Sulawesi Selatan (5 LP). 

Sebagai salah satu amanat UU Penyiaran, pelaksanaan Sistem Stasiun Jaringan (SSJ) oleh lembaga penyiaran yang dahulunya adalah televisi siaran nasional dari Jakarta pada tahun 2012 tidak berjalan optimal. Data dari KPID menunjukkan bahwa masih banyak daerah provinsi yang tidak memiliki stasiun anggota SSJ, tidak menyiarkan muatan lokal minimal 10%, menyiarkan muatan lokal pada jam-jam dini hari, menyiarkan muatan lokal tetapi tetap diproduksi di Jakarta, walaupun telah menyatakan komitmennya dan menandatangani pakta integritas pada saat Evaluasi Dengar Pendapat. Tahun 2013, KPID – KPID bersama KPI Pusat akan memprioritaskan program pelaksanaan SSJ.

Sesuai amanat UU Penyiaran Pasal 3 bahwa penyiaran diselenggarakan untuk memperkukuh integrasi nasional. Secara empirik, di wilayah perbatasan sangat minim pelayanan informasi dan terjadinya luberan siaran asing (spillover) dari negara tetangga. Untuk itu KPI telah membentuk Gugus Tugas Siaran Perbatasan dengan melibatkan 12 KPID yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara,  Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Papua Barat. Gugus tugas telah menghasilkan beberapa rekomendasi dan telah membuat buku database penyiaran di wilayah perbatasan. Rekomendasi utama adalah perlunya kebijakan yang terintegrasi antar berbagai kementerian yang telah memiliki program pendirian lembaga penyiaran di perbatasan dan perlunya kebijakan berupa kemudahan dalam proses perizinan bagi lembaga penyiaran di wilayah perbatasan. 

Berkaitan dengan pelaksanaan digitalisasi penyiaran, KPI menilai bahwa untuk melakukan migrasi dari analog ke digital dibutuhkan peraturan perundang-undangan setingkat Undang-Undang, sehingga pelaksanaan digitalisasi dengan hanya menggunakan Peraturan Menteri, selain tidak memadai juga telah bertentangan dengan UU Penyiaran. KPI telah meminta Kementerian Kominfo untuk menunda pelaksanaan migrasi penyiaran televisi dari analog ke digital hingga Revisi UU Penyiaran selesai dengan mengawal masuknya substansi digitalisasi tersebut ke dalam RUU Penyiaran yang baru. Permintaan penundaan juga telah dilakukan oleh Komisi I DPR RI. 

Menyikapi hal tersebut, KPI telah membentuk Tim Digital KPI yang beranggotakan KPI Pusat dan KPID DKI, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Kepulauan Riau, didukung ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS), sebagai amanat Rapimnas 2012 untuk menyusun pandangan dan gagasan KPI tentang digitalisasi penyiaran. Dalam beberapa pertemuan Tim Digital KPI dengan stakeholder di pusat dan daerah, ditemukenali beberapa permasalahan dari pelaksanaan digitalisasi penyiaran. Tidak hanya berkaitan dengan dasar hukum, akan tetapi juga dari aspek bisnis, persaingan usaha, potensi monopoli dan oligopoli, kepentingan daerah dan perlindungan publik. 

Jakarta, 28 Desember 2012

Komisi Penyiaran Indonesia Pusat

Contact Person:

Komisioner KPI Pusat Bidang Kelembagaan: Idy Muzayyad, HP: 08158807889

Komisioner KPI Pusat Bidang Isi Siaran: Nina Mutmainnah Armando, HP: 0818784615

Komisioner KPI Pusat Bidang Infrastruktur/Perizinan: Judhariksawan, HP: 081511113777

Tidak ada komentar: