23 Juni 2010

Perang Media di Balik Piala Dunia 2010

AP PHOTO/RICARDO MAZALAN
Pelatih Argentina Diego Maradona berlutut di hadapan para wartawan seolah memohon ampun atas pertanyaan-pertanyaan wartawan yang keras dan pedas di Pretoria, Afrika Selatan, Selasa (15/6).


Perang media sudah biasa mewarnai perhelatan Piala Dunia, terutama pada laga yang melibatkan tim-tim besar. Untuk urusan perang urat saraf, media memang jagonya. Piala Dunia 2010 kali ini pun tak luput dari perang antarmedia. Uniknya, "p e ra n g " kali ini jauh-jauh hari sebelum tim-tim besar bertemu di babak "knock- out".

Keterlibatan media ikut ambil bagian dan dinilai menentukan hasil laga Piala Dunia pernah terjadi pada final Piala Dunia 1974 saat tuan rumah Jerman (Barat) menghadapi Belanda. Sehari menjelang partai final itu, tabloid Jerman Bild menurunkan berita "Cruyff, Sampanye, dan Gadis-gadis Telanjang", berisi laporan Cruyff bersenang-senang dengan gadis-gadis di kolam hotel tim Belanda.

Gara-gara laporan itu, Cruyff terpaksa menenangkan istrinya semalam suntuk lewat telepon untuk menjelaskan bahwa berita tabloid Jerman itu tidak benar. Keesokan harinya, Cruyff tampil tidak seperti biasanya dan Belanda pun kalah 1-2 dari Jerman. Dari kejadian itu, seorang pengamat sepak bola menyebutkan, Belanda kalah dari Jerman juga gara-gara laporan media Jerman itu.

Terlalu dini

Di Piala Dunia 2010, media juga menjadi bagian yang memanaskan persaingan antartim-tim peserta lewat perang opini atau berita. Hanya saja, perang media ini terlalu dini karena terjadi pada saat tim-tim besar belum bertemu di babak hidup-mati. Perang media yang belum lama terjadi adalah antara media Inggris dan Spanyol.

Pemicunya, kehadiran perempuan reporter televisi Spanyol, Telecinco, Sara Carbonero, yang melaporkan dari belakang gawang tim Spanyol menjelang laga mereka melawan Swiss di Stadion Moses Mabhida, Durban, 16 Juni lalu. Carbonero diketahui media sebagai pacar kiper Spanyol, Iker Casillas.

Dan, secara kebetulan, di akhir laga Spanyol kalah secara mengejutkan 0-1 dari Swiss. Seusai pertandingan, Carbonero mewawancarai langsung Casillas di ruang mixed zone stadion. Keesokan harinya koran terkemuka Inggris, The Times, menurunkan laporan yang menyebutkan bahwa pemicu kekalahan Spanyol adalah kehadiran Carbonero di pinggir lapangan itu.

Dalam berita yang diperkuat dengan foto sekuel Carbonero berdampingan dengan Casillas, The Times menyimpulkan bahwa kehadiran perempuan reporter itu mengganggu konsentrasi Casillas sehingga ia kebobolan dan Spanyol kalah. Isu ini ramai dibicarakan di kalangan media dan muncul lagi dalam jumpa pers tim Spanyol jelang lawan Honduras, yang berlangsung Selasa dini hari WIB tadi.

Bahkan, menjelang laga Brasil versus Pantai Gading di Stadion Soccer City, Johannesburg, Minggu (20/6) malam, beberapa gadis cantik ratu kecantikan yang hadir sebagai representasi 32 tim peserta Piala Dunia 2010 menyinggung kasus "Casillas-Cabonero" itu. "Jangan dianggap ia (Cabonero) sebagai pemicu kekalahan. Bisa saja kehadirannya memotivasi pemain," kata salah satu wakil mereka.

Balasan "Marca"

Pemberitaan The Times itu rupanya membuat tidak senang publik sepak bola Spanyol. Di mata mereka, berita semacam itu hanya akan memperkeruh suasana dan pada akhirnya bisa mengganggu konsentrasi Spanyol. Itu sebabnya harian olahraga Spanyol AS merespons berita The Times lewat gambar kartun.

Dalam kartun yang sengaja ditujukan pada The Times itu, kiper Iker Casillas digambar tengah mengacungkan jari tengah tangan kirinya. Lewat kartun itu, AS seolah mengirim pesan agar The Times tidak perlu mencampuri urusan timnas Spanyol. Lebih baik, koran Inggris mengurusi timnas mereka sendiri yang penampilannya juga buruk dan mengecewakan.

Perang opini atau perang pernyataan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hajatan Piala Dunia 2010. Dalam beberapa kesempatan, lewat acara jumpa pers, wawancara di tempat latihan, atau wawancara di mixed zone stadion, wartawan biasa meminta komentar pemain atau pelatih atas komentar tokoh lainnya.

Liputan luas

Komentar mereka, jika kontroversial, pasti mendapat exposure kuat dalam pemberitaan media. Kasus perseteruan antara Pelatih Argentina Diego Maradona dan legenda sepak Brasil Pele mencuat dalam proses seperti itu. Pernyataan Pele yang menyebut "Maradona jadi pelatih karena butuh duit" dikonfrontir pers ke Maradona yang kemudian melontarkan jawaban agar "Pele masuk museum saja."

Begitulah, setiap pernyataan tokoh sepak bola—terutama dengan bobot kontroversi tersendiri—selalu mendapat liputan luas media. Sehari setelah Inggris ditahan Amerika Serikat (AS) 1-1, legenda sepak bola Jerman, Franz Beckenbauer, menulis kolom yang isinya mengkritik habis permainan Inggris.

"Menurut saya, (dari laga Inggris versus AS) sepak bola Inggris seperti mundur jauh ke belakang ke zaman kick and rush yang buruk itu," tulis Beckenbauer dalam kolom yang dimuat The Times edisi Afrika. Kontan saja, pernyataan itu diangkat lagi lewat pertanyaan pada sejumlah pemain Inggris.

Hanya saja, kali ini media Inggris sepaham dengan Beckenbauer dan secara kebetulan saat itu tim Jerman menang telak 4-0 atas Australia. Dalam ulasannya, kolumnis koran Inggris The Daily Telegraph, Henry Winter, sampai menulis kolom "Yang bisa dipelajari Inggris dari tim Jerman".

Tidak seperti media Spanyol dan Inggris yang saling serang, media Inggris masih berdamai dengan Jerman. Namun, ini situasi yang terjadi saat ini. Belum tentu sikap damai seperti itu terjadi jika saja, misalnya, Inggris bertemu Jerman. Kemungkinan yang bisa saja terjadi di babak 16 besar jika salah satu mereka juara grup dan yang lain runner-up. Kita tunggu saja. (Mh Samsul Hadi dari Johannesburg, Afsel)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/22/0506277/perang.media.di.balik.piala.dunia.2010

Tidak ada komentar: