17 Maret 2010

Media Ditantang Semakin Bermutu

Oleh M Hernowo

Masifnya pemberitaan media massa terhadap penyelidikan kasus Bank Century oleh Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat memunculkan fenomena baru di Indonesia. Selain mendorong proses politik yang kian transparan, masifnya pemberitaan itu juga menunjukkan, berita politik dapat amat menarik perhatian masyarakat.

Bahkan, pemberitaan kasus Bank Century diduga mendorong pergeseran jenis informasi yang dicari masyarakat dari media, yaitu dari hiburan menjadi berita. Pemberitaan itu juga meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Hal ini setidaknya dirasakan Antonius Darmanto, penggiat program melek media (media literacy) di Yogyakarta. "Ada ibu rumah tangga di kawasan Terban, Yogyakarta, yang menonton hampir semua siaran langsung Pansus Bank Century di televisi. Meski rapatnya sampai larut, ia tidak pernah mengeluh. Bahkan, menurut dia, siaran langsung itu lebih menarik dibandingkan sinetron," katanya.

Berikut cuplikan perbincangan dengan Darmanto di Yogyakarta, awal Maret lalu.

Apa yang membuat berita kasus Bank Century menjadi amat menarik?

Masyarakat mempunyai naluri yang tinggi untuk mengetahui yang terjadi di dunia luar. Kasus Bank Century menjadi menarik karena terjadi hanya dua bulan setelah Susilo Bambang Yudhoyono dilantik menjadi presiden untuk kedua kalinya. Kasus itu juga menyangkut uang yang besar, bahkan sulit dibayangkan wujudnya oleh sebagian rakyat, yaitu Rp 6,7 triliun. Namun, yang paling menarik bagi masyarakat adalah mereka dapat melihat secara langsung anggota DPR yang terhormat saling berdebat, bahkan cenderung panas, di dalam rapat. Bagi rakyat, ini tontonan yang relatif baru.

Bagi masyarakat, apakah cerita Bank Century sama dengan cerita sinetron?

Cerita di Bank Century bahkan lebih menarik. Sebab, aktornya punya kekuatan yang dapat berpengaruh di masyarakat, masalahnya juga nyata, dan akhir cerita sulit diprediksi. Ini berbeda dengan cerita di sinetron yang tokohnya itu-itu saja, ceritanya fiktif, dan tidak punya pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Alur dan akhir cerita di sinetron Indonesia juga mudah diprediksi.

Masyarakat menganggap kasus Bank Century seperti cerita sinetron atau hiburan semata?

Dalam batas tertentu, iya. Masyarakat sadar, kasus itu adalah permainan politik. Masyarakat itu titen (mencermati) kapan kasus besar, seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), muncul. Ini karena masyarakat punya ingatan yang panjang tentang kasus politik, bahwa selama ini dunia itu sebatas negosiasi dan tawar-menawar. Namun, proses Pansus tetap membuat sejumlah orang untuk berpikir ulang dan bertanya-tanya, seperti "apa ya yang dituduhkan itu" atau "ternyata...".

Apakah setelah Pansus selesai rakyat melupakan kasus itu?

Tidak juga. Rakyat akan memiliki catatan, bahkan menjadikan kasus itu bagian dari referensi tambahan mereka, terhadap politik. Kasus Bank Century dapat menjadi momentum untuk mengubah konstelasi politik. DPR dan partai politik akan semakin kuat dan dipercaya rakyat jika kasus itu dapat diungkap hingga tuntas. Namun, hal sebaliknya akan terjadi jika ternyata DPR akhirnya melempem dan yang kemudian terlihat adalah politik bagi-bagi kekuasaan. Jika kemungkinan kedua itu terjadi, masyarakat hanya akan bilang, "Benar kan, paling-paling hanya ingin bagian yang lebih besar."

Media tidak imbang

Dilahirkan sebagai anak kembar bersama pemerhati pendidikan Darmaningtyas, sejak muda Darmanto tertarik dengan media. Setelah lulus dari SMA di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, tahun 1981, ia mulai siaran di Radio Republik Indonesia dan menulis cerita di beberapa media massa. Ia juga mengikuti kursus singkat tentang media di berbagai tempat.

Saat ini, bersama dengan sejumlah perguruan tinggi di Yogyakarta, Darmanto mendirikan lembaga bernama Masyarakat Peduli Media. Lewat lembaga itu, mereka melakukan pelatihan melek media untuk sejumlah kelompok ibu-ibu di beberapa tempat di Yogyakarta secara gratis. Satu kali paket pelatihan terdiri dari lima pertemuan.

Lewat pelatihan itu, diharapkan masyarakat memiliki sikap kritis terhadap media sehingga mereka dapat menempatkan secara tepat berbagai informasi yang diterima dari media. "Setidaknya, masyarakat dapat membedakan, mana yang fiksi dan yang faktual," ujarnya.

"Dalam pelatihan, banyak peserta bertanya, mengapa urusan rumah tangga banyak diumbar di media? Apakah itu sesuatu yang baik? Akhirnya mereka tahu, itu semua adalah bagian dari skenario sehingga acara itu hanya perlu ditempatkan sebagai hiburan dan tidak perlu dicontoh," cerita Darmanto.

Apakah penilaian itu juga terjadi dalam pemberitaan Bank Century?

Iya. Di antara keasyikan mengikuti kasus itu, tetap ada peserta pelatihan kami yang bertanya, mengapa pemberitaan kasus itu di media cenderung tidak netral? Juga mengapa ada perbedaan penekanan di antara sejumlah media? Akhirnya mereka tahu, itu semua terkait dengan kepentingan bisnis dan pengelola media masing-masing.

Apa keuntungan masyarakat yang bersikap kritis seperti itu?

Masyarakat menjadi tidak mudah terprovokasi dan mampu menyaring mana informasi dari media yang layak dipercaya serta diterima dan mana yang harus ditolak. Jika sudah banyak masyarakat yang mampu bersikap kritis terhadap media, media akan tertantang untuk semakin bermutu.http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/17/03002433/media.ditantang.semakin..bermutu.....

Tidak ada komentar: