31 Maret 2010

Kementerian Pertahanan dan Pers Berpola Kemitraan

Jakarta, Kompas - Pola hubungan antara pers dan Kementerian Pertahanan harus dibangun dalam bentuk dan konteks kemitraan, yang memerlukan adanya pembentukan jaringan kerja.

"Dengan begitu, baik Kementerian Pertahanan maupun Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus mampu menempatkan orang atau personel yang tepat dan berbakat untuk mengawaki posisi hubungan masyarakat, yang akan selalu berhubungan dengan media massa dan pihak luar," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dalam lokakarya "Defence Image Building" di Jakarta, Selasa (30/3).

Lokakarya menghadirkan sejumlah pembicara, seperti jurnalis senior Kompas Ninok Leksono; mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto; dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjajanto; serta anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Roy Suryo.

Dalam paparannya, Andi Widjajanto mengingatkan Kementerian Pertahanan untuk terlebih dahulu menentukan apa tujuan upaya pembangunan citra pertahanan yang akan digagas dan dibangunnya.

Ninok Leksono mengingatkan, era media baru menuntut sikap proaktif dan sistem jemput bola. Sejumlah teknologi informasi komunikasi termutakhir juga disarankan untuk bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin, seperti untuk mencari masukan aspirasi ataupun keluhan dari masyarakat.

Saat membuka lokakarya itu sehari sebelumnya, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengaku sangat berharap media massa dan kalangan pers di Indonesia bisa berperan aktif dan turut serta dalam upaya pertahanan negara. Peranan yang diharapkan itu khususnya dengan membangun citra pertahanan negara yang memiliki efek penggentar bagi siapa saja yang ingin mengacaukan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menhan khawatir

Walau berharap banyak, Purnomo mengaku khawatir peran serta media massa dan pers dalam pertahanan negara masih akan banyak terkendala, terutama ketika pers dan media massa telah berubah menjadi sebuah industri, di mana keberadaannya lebih ditentukan oleh mekanisme pengadaan dan permintaan.

"Ketika media massa telah dikuasai oleh segelintir pihak saja (monopoli), perannya menjadi bias. Padahal, disebutkan, media massa memiliki peran sebagai penengah dan perantara (mediator) antarkepentingan masing-masing pemangku kepentingan yang ada," ujar Purnomo.

Purnomo menambahkan, peran pertahanan negara tidak hanya dimonopoli oleh komponen pertahanan utama dalam hal ini TNI. Peran dan fungsi pertahanan juga diatur menjadi kewajiban semua pemangku kepentingan di negeri ini, termasuk pers dan media massa, terutama dalam menghadapi ancaman selain fisik.

Ancaman tidak hanya berbentuk fisik, tetapi juga dalam konteks budaya, ekonomi, dan ideologi. Pelaku tidak hanya berasal dari kalangan negara lain, tetapi juga aktor nonnegara, seperti dalam konteks ancaman terorisme. (dwa/edn) http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/31/03023494/kementerian.pertahanan.dan.pers.berpola.kemitraan

Tidak ada komentar: