18 September 2008

Dugaan Suap KPPU - Iqbal dan Billy Tersangka, Tiga Lainnya Jadi Saksi

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO / Kompas Images
Mantan Presiden Direktur PT First Media Tbk Billy Sindoro (tengah) digiring petugas KPK untuk ditahan di Ruang Tahanan Polres Jakarta Barat seusai diperiksa selama sekitar 24 jam di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/9) .

Jakarta, Kompas - Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Mohammad Iqbal, dan mantan Presiden Direktur First Media Tbk Billy Sindoro, Rabu (17/9), ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penyuapan. Penetapan ini dilakukan menyusul penangkapan keduanya pada Selasa petang di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, karena diduga terlibat penyuapan dengan barang bukti pecahan uang Rp 100.000 sebesar Rp 500 juta yang disimpan di dalam tas hitam.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah di Jakarta menuturkan, Billy dan Iqbal dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 huruf (a) dan (b), Pasal 12 huruf (a) dan (b), Pasal 13, Pasal 5 Ayat 2, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Iqbal ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polres Jakarta Pusat. Billy ditahan di Rutan Polres Jakarta Barat.

Tiga orang lain yang ditangkap Selasa petang, yaitu asisten Billy berinisial BD, sopir Iqbal berinisial BR, dan office boy Hotel Aryaduta berinisial G dibebaskan. Ketiganya berstatus sebagai saksi.

Saat keluar dari Gedung KPK, Rabu pukul 17.00, untuk ditahan, Iqbal tak mengeluarkan sepatah kata pun. Penasihat hukum Iqbal, Muhammad Mukhlas, menuturkan, dalam pemeriksaan, kliennya mengaku menerima tas dari Billy. Namun, Iqbal tak tahu jika isi tas itu uang dan menduganya hanya berisi suvenir.

Billy juga memilih diam saat keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 19.30.

Chandra menegaskan, pengakuan tersangka bukan faktor terpenting. Untuk membuktikan kasus ini, KPK akan mengumpulkan bukti dari sejumlah tempat.

Sebelum ditangkap, ujarnya, Iqbal dan Billy turun bersama dari lantai 17 Hotel Aryaduta dengan menggunakan lift. Dalam lift itu, Billy menyerahkan tas berisi uang yang dibawanya kepada Iqbal. Mereka ditangkap tim KPK yang menunggu di lobi hotel.

Diduga, tutur Chandra, pemberian uang itu terkait perkara yang dilaporkan PT Indosat Mega Media, Indonesia Tele Media, dan MNC Sky Network kepada KPPU pada September 2007. Mereka melaporkan, televisi berbayar Astro TV dan PT Direct Vision melakukan monopoli siaran Liga Inggris.

Bagian perkara

Secara terpisah, Ketua KPPU Syamsul Ma'arif, Rabu, mengatakan, PT First Media Tbk adalah pemegang saham Direct Vision. Mereka bagian dari perkara ini.

Untuk menyelesaikan kasus itu, kata Syamsul, lima bulan lalu KPPU membentuk tim pemeriksa yang diketuai Anna Maria Tri Anggraini dengan anggota Benny Pasaribu dan Iqbal. Dalam putusan pada 29 Agustus 2008, tim menyatakan, Astro dan Direct Vision tidak bersalah.

Jika tak puas atas putusan itu, Syamsul mempersilakan pihak yang beperkara mengajukan keberatan ke pengadilan negeri. Sebab, tak ada mekanisme evaluasi dari KPPU atas putusan itu.

Jika ternyata ada indikasi suap dalam pemeriksaan kasus itu, kata Syamsul, akan dilihat dengan berdasarkan ketentuan kode etik KPPU. Menurut kode etik KPPU, selama pemeriksaan kasus itu tidak ada mekanisme lobi. Komisioner KPPU tak boleh bertemu dengan pengusaha yang sedang beperkara, kecuali di persidangan. Pertemuan saat beperkara adalah pelanggaran kode etik.

Dia menambahkan, untuk sementara tugas Iqbal di KPPU akan dilakukan komisioner lain. Usulan penonaktifan Iqbal dari KPPU belum diputuskan untuk dilaporkan kepada Presiden karena belum ada informasi lengkap dari Iqbal.

Kuasa hukum Astro All Asia Networks Plc, Alexander Lay, menegaskan, kliennya tak memiliki hubungan apa pun dengan Billy dan First Media Tbk. Penyuapan yang diduga dilakukan Billy juga bukan atas perintah Astro. "Bahkan, First Media dan beberapa perusahaan lain di bawah Grup Lippo sekarang sedang berseteru dengan Astro," kata Lay.

Astro, katanya, juga selalu mendukung upaya KPK dalam memberantas korupsi dan menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi di Indonesia. Untuk itu, jika diminta, Astro siap bekerja sama dengan KPK dalam penyidikan kasus ini.

Langsung atau tak langsung

Mantan anggota KPPU, Faisal Basri, menyatakan kekecewaannya atas tertangkapnya Iqbal karena diduga menerima suap Rp 500 juta. Kasus itu mempermalukan KPPU.

"Dalam kode etik anggota KPPU secara tegas disebutkan tidak boleh menerima sesuatu secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan jabatannya. Itu jelas melanggar kode etik," katanya. Faisal mengaku sempat menangis saat mendengar berita penangkapan Iqbal.

Menurut Faisal, tindakan Iqbal menghancurkan nama baik KPPU. "KPPU hanya punya integritas. Itu yang selalu kami tanamkan saat membangun KPPU. Semua pegawai KPPU, khususnya yang masuk generasi pertama, menangis karena apa yang dibangun selama ini hancur," paparnya sambil memperlihatkan sejumlah layanan pesan singkat (SMS) dari pegawai KPPU.

Terkait penangkapan sejumlah anggota komisi independen terkait kasus penyuapan, menurut Faisal, masalah ini muncul karena perekrutan yang dilakukan DPR bermasalah.

"Kita mulai sesuatu dari yang salah. Perekrutan yang dilakukan DPR untuk memilih anggota komisi independen akan menghasilkan anggota yang tak berkualitas. DPR tak melihat kompetensi, melainkan dukungan parpol," tuturnya. (nwo/osa/vin)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/18/01491851/iqbal.dan.billy.tersangka.tiga.lainnya.jadi.saksi

Tidak ada komentar: