07 Juni 2008

Banyak Sinetron Anak Sekolah Hanya Melecehkan dan Tak Mendidik


Siswa kelas I SD berbagi keceriaan saat pulang sekolah di Desa Kemadang, Tanjung Sari, Gunung Kidul, DIY, Rabu (7/5). Setiap hari mereka menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah sejauh 2 kilometer dengan berjalan kaki.
































6/6/2008 |
Masyarakat diminta untuk bersikap kritis terhadap tayangan-tayangan sinetron di stasiun televisi (TV) nasional yang mengeksploitasi dunia pendidikan walaupun sinetron-sinetron itu berlatar sekolah dan menggunakan seragam sekolah. Sementara negara dalam hal ini Depertemen Pendidikan Nasional diminta tegas terhadap sinetron yang hanya mengeksploitasi dunia pendidikan.

Pasalnya, walaupun berlatar sekolah dan menggunakan seragam sekolah, jangan dikira sinetron-sinetron yang berlatar dunia pendidikan atau sekolah memberikan nilai-nilai yang patut diteladani anak-anak dan remaja. Sebab yang terjadi justru sebaliknya, banyak sinetron yang melecehkan dunia pendidikan dan memberikan contoh yang tidak baik dan tidak mendidik.

Demikian benang merah yang terangkum dari perbincangan Kompas dengan pakar pendidikan Hasrul Piliang dari Universitas Negeri Padang, Pengamat Masalah Pendidikan Anak dan Redaktur Majalah Kritis! Media untuk Anak, Ike Utaminingtyas, dan Direktur Pendidikan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal, Ditjen PMPTK Depdiknas, Erman Syamsuddin yang dihubungi secara terpisah pada hari Kamis dan Jumat (5-6/6) di Padang dan Jakarta.

Oleh sebab itu, selain masyarakat harus bersikap kritis, negara juga harus mengambil tindakan tegas terhadap eksploitasi dunia pendidikan yang tak benar itu. Pihak Depertemen Pendidikan Nasional jangan hanya diam saja, melainkian harus segera turun tangan, memberikan masukan, atau mengeluarkan larangan untuk hal-hal tertentu kepada produser, agar pencitraan dunia pendidikan melalui tayangan sinetron dengan sasaran anak-anak dan remaja itu, tidak kebablasan.

Secara tegas mereka juga meminta pihak rumah produksi atau produser memiliki komitmen terhadap pihak sekolah. Ada hal-hal yang harus mereka pahami dan patuhi, yakni etika dan berbagai nilai yang tidak boleh dilecehkan.

Hasrul Piliang mengatakan, negara harus mengambil tindakan tegas. Aparat negara atau pemerintah terkiat tak cukup hanya menyatakan keprihatinan atau penyesalannya. "Masyarakat kita sudah muak. Tayangan sinetron yang mengeksploitasi dunia pendidikan, tidak mendidik sama sekali," tandasnya.

Hasrul melukiskan sebuah stasiun yang menayangkan iklan sineteron remaja yang akan mulai tayang, yang di dalamnya terdapat adegan sepasang pelajar SMP yang tidur di lapangan dengan seragam sekolah. Demikian pula pelecehan seksual antarpelajar dalam sinetron seolah-olah merupakan suatu yang wajar.

Hasrul melanjutkan, kalangan produser umumnya berdalih bahwa sinetron seperti itu merupakan potret remaja dewasa ini.Padahal, tegasnyal, tidak ada kejadian atau kisah yang terjadi di dunia pendidikan sebagaimana digambarkan dalam sinetron-sinetron beratribut sekolah.

Senada dengan itu, Ike Utaminingtyas mengatakan, dalam sinetron dunia sekolah sering digambarkan sebagai ajang tempat berpacaran dan peran guru yang sering dilecehkan. Seolah-olah guru bisanya hanya mengatakan anak didiknya bodoh, tolol, dan kata-kata lain yang tak pantas diucapkan seorang pendidik.

"Sekolah adalah tempat menuntut ilmu dan guru harus menularkan nilai-nilai positif, menjadi orang yang digugu dan ditiru. Bagaimana mungkin, seorang pelajar putri berpakaian relatif ketat dan dengan rok di atas paha, serta asesoris yang mencolok, tidak pada tempatnya. Hal ini seolah-olah memberikan contoh yang tidak benar dan menciptakan sesuatu yang baru agar ditiru," papar Ike.

Menurut Ike, boleh-boleh saja kalangan produser membuat sinetron dengan latar pendidikan atau sekolah, tetapi mereka harus pandai memilah-milah antara yang patut atau tidak patut, sekaligus memikirkan dampak negatifnya.ia meminta Departemen Pendidikan harus pintar-pintar mencermati hal yang boleh dan yang tidak boleh ditayangkan kalau hal itu menyangkut seragam sekolah.

Sementara itu Erman Syamsuddin mengatakan, pihak pengelola stasiun TV harus menyeleksi ketat tayangan-tayangan, terutama sinteron dengan sasaran anak-anak dan remaja. Mereka, katanya, harus menyeleksi apakah sebuah sinetron ada unsur nilai-nilai pendidikannya atau tidak, berdampak postif atau tidak terhadap motivasi belajar dan kreativitas.

" Jujur saja, tayangan sinteron bukannya mendidik pemirsa (anak-anak dan remaja), tetapi cenderung merusak dan memberikan contoh yang tak patut dicontoh. Tayangan yang tidak mendidik, " ujarnya.

Agar bisa diterima dan tayangan bermanfaat bagi dunia pendidikan, sinetron yang memakai atribut atau seragam sekolah harus dibuat berdasarkan suatu komitmen antara pihak sekolah dan produser. Kalau perlu ada komitmen juga dengan gubernur/wali kota/bupati, karena sekarang adalah era otonomi daerah. Yurnaldi

http://entertainment.kompas.com/read/xml/2008/06/06/22435729/banyak.sinetron.anak.sekolah.hanya.melecehkan.dan.tak.mendidik

Tidak ada komentar: