11 Mei 2008

Penggusuran Kali Angke dalam Sinetron

DOK TELEVISI DAAI / Kompas Images
Sumintri (Yatty Surachman) dan anaknya, Evi Hermawati (Clerence Chintia Audri), pada satu adegan di dalam Kisah Sebening Kasih.
Kompas, Minggu, 11 Mei 2008

Susi Ivvaty

Bagaimana jika seorang anak mengalami 12 kali penggusuran? Mengalami trauma, cuek, atau belajar mencerna? Evi Hermawati, korban penggusuran itu, berkisah lewat sinetron berjudul Kisah Sebening Kasih yang diputar di stasiun televisi DAAI.

Kisah Sebening Kasih yang diproduksi DAAI bersama Garin Nugroho, Tupperware, dan Sinar Mas ditayangkan dalam bentuk miniseri lima episode, mulai tanggal 2 Mei lalu. Miniseri ini diputar tiap Jumat pukul 20.00.

Sinetron ini dibuat berdasarkan kisah nyata, yakni penggusuran di bantaran Kali Angke, Jakarta Utara, yang terjadi berulang-ulang. Adegan yang kemudian tersaji di layar kaca adalah gambaran penggusuran itu di mata seorang anak bernama Evi Hermawati (17), yang sewaktu pertama kali digusur masih sekolah dasar.

Evi (Clerence Chintia Audri) tinggal di gubuk sempit bersama orangtuanya, Sumintri (Yatty Surachman) dan Dadang (Zainal Abidin Domba), serta adiknya, Wahyu, yang masih balita. Kakak Evi, Titin (Widi Mulia), tinggal di gubuk lain di samping gubuknya, bersama suaminya, Maryono, dan anaknya, Candra, yang masih bayi.

Persoalan kemiskinan di bantaran membuka adegan. Maryono yang menganggur, tetapi masih sempat ngurus tanaman di pot kalengnya, Sumintri yang banyak utang, serta Evi yang sudah beberapa bulan belum membayar sekolah.

Pada adegan berikut, muncul persoalan lain. Dadang yang petugas hansip kelurahan ternyata beristri dua. Istri pertamanya, Soewarni, pun dililit kemiskinan. Dalam episode pertama ini tergambar bagaimana seorang petugas hansip miskin yang berpoligami begitu rumit menghadapi persoalan hidup sehari-hari.

Sutradara Arthuro GP mengemas kisah penuh penderitaan ini menjadi terasa menyedihkan. Namun, ia tidak mengesampingkan fakta bahwa ada begitu banyak sisi menggembirakan dalam sebuah drama tentang kemiskinan.

Ada persoalan kecil, tetapi pelik, seperti Evi yang ngotot minta dibelikan sepeda. Ada pula problem rumit, yakni ketika Sum tidak mampu lagi membeli beras. Namun, ada pula keriangan Evi ketika ia bersama tiga sahabatnya berhasil mencuri mangga di sebuah perumahan mewah.

Evi Hermawati asli, yang saat ini tinggal di rumah susun Cinta Kasih Tzu Chi, berharap sinetron ini bisa menjadi gambaran kehidupan orang tergusur. "Digusur itu tidak enak, apalagi 12 kali. Pemerintah itu jahat. Seharusnya sebelum digusur itu disediakan penampungan dulu," katanya.

Penggusuran kerap terjadi di bantaran Kali Angke. Namun, menurut Titin, warga lantas membangun rumah lagi. Digusur, membangun rumah lagi, begitu seterusnya hingga penggusuran menjadi hal biasa. Sampai kemudian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta benar-benar meratakan bantaran Kali Angke beberapa tahun lalu.

Tanpa iklan

Sinetron Kisah Sebening Kasih ini menjadi miniseri pertama DAAI, stasiun televisi yang mengudara pada tahun 2007. DAAI beredar di saluran 51 UHF untuk Jabodetabek dan 59 UHF untuk Medan.

Pendanaan sinetron ini selain dari para sponsor juga dari sumbangan masyarakat. Biaya produksi, menurut Arthuro, tidaklah besar, meski ia menggarapnya dengan serius. Ia membangun latar untuk syuting di daerah Plumpang, yang dirasa tepat menggambarkan kondisi bantaran Kali Angke. Ada danau dan ada jembatan layang yang pas mewakili daerah Kali Angke.

"Para pemain mau kami bayar di bawah standar. Seperti Widi (Widi Mulia "AB Three"), misalnya, mau dibayar murah," kata Arthuro.

CEO DAAI Hong Tjhin menyebutkan, stasiun DAAI memang tidak menerima iklan. Pun tidak mengedepankan rating. Berbeda dengan stasiun televisi pada umumnya, sumber dana DAAI tidak berasal dari iklan, melainkan sumbangan masyarakat umum. Sebagian pendanaan DAAI juga diperoleh dari penghasilan daur ulang sampah.

Moto DAAI adalah kebenaran, kebajikan, dan keindahan. Kebenaran, yakni menayangkan semua kejadian yang benar-benar terjadi (sesuai kenyataan). Kebajikan, yakni menayangkan informasi yang mendidik dan baik. Semua tayangan harus inspiratif dan mendorong pemirsa untuk berbuat baik kepada keluarga, lingkungan, masyarakat, dan alam. Keindahan, berarti menyajikan tayangan dengan indah.

Selama mengudara, DAAI banyak menyuguhkan drama-drama mengenai perjalanan hidup, perjuangan hidup, dan pencapaian hidup. Hong Tjhin yakin DAAI tidak akan melenceng dari landasan itu. Sebaiknya, pemirsa ikut pula mengawal.

Tidak ada komentar: