Jawa Pos, 1/5/2008, Jakarta - Upaya Masyarakat Film Indonesia (MFI) untuk mengganti Lembaga Sensor Film (LSF) dengan Lembaga Klasifikasi Film (LKF) belum menuai hasil. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa keberlakuan LSF tetap dipertahankan. Hal itu tertuang dalam amar putusan MK pada sidang putusan uji materiil (judicial review) UU No 8/1992 tentang Perfilman kemarin (30/4).
Majelis hakim konstitusi menyatakan, permohonan para pemohon ditolak untuk seluruhnya. Pasal-pasal yang dimohonkan dalam uji materiil UU No 8/1992 adalah pasal 1 angka 4, 33, 34, 40, dan 41 ayat (1) huruf b tentang sensor, LSF, dan sanksi pidananya.
Meski menolak seluruh permohonan, dalam poin konklusi, majelis hakim konstitusi memiliki pandangan menarik. Sensor dan LSF dinyatakan sudah tidak sesuai semangat zaman. "Karena itu, sangat mendesak untuk dibentuk undang-undang perfilman yang baru beserta ketentuan mengenai sistem penilaian film yang baru yang lebih sesuai semangat demokratisasi dan penghormatan terhadap HAM," ujar Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Namun, untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum, keberlakuan UU Perfilman beserta ketentuan tentang sensor dan LSF di dalamnya tetap bisa dipertahankan. Syaratnya, dalam pelaksanaannya dimaknai dengan semangat baru untuk menjunjung tinggi demokrasi dan HAM. "Dengan kata lain, UU Perfilman dan ketentuan sensor di dalamnya bersifat conditional constitutional (konstitusional bersyarat)," jelasnya.
Delapan di antara sembilan majelis hakim yang dipimpin Jimly Asshiddiqie satu suara terkait dengan perkara itu. Hanya, ada dissenting opinion (pendapat berbeda, Red) dari hakim Laica Marzuki.
Menurut dia, permohonan para pemohon yang terdiri atas Shanty, Nia Dinata, Riri Riza, Lalu Rois Amriradhiani, dan Tino Saroenggalo itu sepatutnya diterima. LSF, kata dia, merupakan sensor preventif yang bisa menghambat bahkan meniadakan hasil karya cipta film.
"Pasal-pasal a quo jelas bertentangan dengan hak konstitusional para pemohon sebagaimana terdapat dalam pasal 28C ayat 1 UUD 1945," katanya.
Lebih dari itu, sudah saatnya LSF dibubarkan. Sebab, suatu upaya penegakan hukum dalam hal pelanggaran perfilman bisa dilakukan secara represif di bawah payung kaidah-kaidah hukum. "Bumi tidak bakal berhenti beredar tatkala LSF dibubarkan," tegas Laica.
Meski permohonannya ditolak, pemohon tetap tidak merasa kalah sepenuhnya. Itu tidak lain dengan konstitusional bersyarat yang dinyatakan MK terhadap LSF. "Jika tidak memenuhi syarat, tidak konstitusional," ujar sutradara Riri Riza, salah seorang di antara lima pemohon, usai sidang di kantor MK.
Produser film Mira Lesmana selaku simpatisan MFI yang sejak awal mengikuti persidangan mengaku puas atas putusan majelis hakim. Meski ditolak secara hukum, pihaknya merasa diterima secara substansial.(gen/fal/kim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar