01 Mei 2008

Desi Fitriani, Sang Wartawati Konflik di Timor Leste, dan Polemik Horta

Pertama Bertemu, Paksa Tokoh Makar Pakai Baju Militer

Presiden Timor Leste Ramos Horta pernah menyebut nama Desi Anwar, wartawati senior Metro TV, berkonspirasi dengan tokoh pemberontak Mayor Alfredo Reinado. Padahal, yang sering menemui Alfredo di persembunyiannya adalah wartawati Metro TV lain, Desi Fitriani. Bagaimana pengalamannya hingga mampu menembus medan sulit itu?

PRIYO HANDOKO, Jakarta

Di kalangan teman-teman sesama jurnalis di Metro TV, Desi Fitriani dijuluki wartawan spesialis medan-medan sulit. Karena itu, ketika terjadi konflik berkepanjangan di Timor Leste yang dimulai sejak 2006 hingga tertembaknya Presiden Ramos Horta pada 11 Februari lalu, dialah yang dipercaya meliput ke sana.

Karena itu, ketika Presiden Ramos Horta menyebut nama Desi Anwar, wartawati senior di Metro TV, sebagai orang yang aktif berhubungan dengan pimpinan pemberontakan Mayor Alfredo Reinado, Desi Fitriani mengaku kaget.

"Aneh juga, Mbak Desi Anwar yang disebut. Padahal, sejak 2006, yang liputan ke Timor Leste itu aku," kata Desi Fitriani. "Berkali-kali aku wawancara Alfredo, itu halal semua. Aku masuk (ke Timor Leste) secara legal dengan dokumen-dokumen sah," tegas wanita 39 tahun yang masih single ini.

Dalam tuduhannya yang disampaikan beberapa jam usai keluar dari perawatan di sebuah RS di Darwin, Australia 17 April lalu, Horta memang menuduh adanya elemen eksternal di Indonesia yang membantu pemberontakan Alfredo.

Bahkan, keesokan harinya, Horta menyebut nama wartawati Desi Anwar sebagai salah satu elemen eksternal itu. Dia dianggap membantu pihak berwenang di Timor Barat (Nusa Tenggara Timur, Red) membuat dokumen-dokumen palsu bagi kepentingan perjalanan Reinado ke Indonesia. Puncaknya, Alfredo memimpin penyerangan terhadap Horta pada 11 Februari lalu. Dalam insiden itu, Horta terluka parah, dan Alfredo tewas tertembak.

Selasa lalu (29/4), tuduhan Horta itu diklarifikasi Perdana Menteri Timor Leste Xanana Gusmao. Secara khusus Xanana minta maaf kepada Desi Anwar atas pernyataan Horta.

Apakah yang dimaksud Horta itu Desi Firiani? Yang jelas, dalam pernyataannya, nama Desi Fitriani tak pernah disebut presiden yang baru sembuh dari luka tembak itu.

Bagi Desi Fitriani, meliput di medan konflik seperti di Timor Leste, punya keasyikan tersendiri. Dia datang ke Timor Leste mulai 2006. "Aku lupa berapa kali. Tapi, lebih dari sepuluh kali aku masuk Timor Leste. Lima di antaranya pada 2007," jelasnya bersemangat.

Fitriani menceritakan, dia langsung ditugasi meliput di Timor Leste sejak situasi negara itu memanas akhir April 2006. Ketika itu terjadi aksi demonstrasi dari ratusan tentara dan anggota Polisi Nasional Timor Leste terhadap pemerintah yang dianggap bertindak diskriminasi di internal tubuh F-FDTL (Angkatan Bersenjata Timor Leste). Karena demonstrasi ini berakhir dengan kekerasan, mereka akhirnya mengungsi dari Dili ke Ailiu dengan membawa senjata lengkap.

"Tapi, begitu suasana agak tenang, aku disuruh pulang. Waktu itu aku belum wawancara dengan Alfredo," kisah anak pertama dari lima bersaudara itu.

Ketika meletus aksi saling tembak antara tentara pecatan, polisi yang desersi, dan milisi sipil yang dipimpin Mayor Alfredo dengan tentara yang setia kepada pemerintah, Fitriani balik lagi ke Dili (ibu kota Timor Leste). Bentrok berdarah yang menewaskan puluhan orang itu terjadi sejak 23 Mei 2006 di Pegunungan Fatuahi, Becora. Daerah ini terletak sekitar 10 km arah timur dari Kota Dili. Bentrokan itu terus terjadi selama beberapa hari dan meluas ke sejumlah wilayah di Kota Dili.

Enam hari setelah aksi baku tembak itu, tepatnya 29 Mei 2006, untuk kali pertama Fitriani berhasil mewawancarai Alfredo. Sebelumnya, dia harus melalui proses berliku. Ketika bertemu Alfredo, dia ditemani seorang kamerawan.

"Saya dapat kontak dari orang yang masih keluarga dekat Alfredo," kata dara kelahiran Jakarta, 7 Desember 1969 itu. Bagaimana bisa dapat kontaknya? "Ya, pintar-pintar wartawan lah. Yang penting bisa meyakinkan sumber kalau kita bisa dipercaya," jawabnya, lantas tertawa.

Wawancara pertama Fitriani itu dilakukan di salah satu lokasi persembunyian Alfredo yang bernama Maubisse. Dari sana Alfredo mengontrol sejumlah wilayah di bagian tengah Timor Leste, seperti Distrik Ailiu, Ainaro, Manufahi, Manatuto, dan Ermera. Sedangkan distrik Bobonaro dan Covalima dikontrol Letnan Satu (Tenenti) Gastao Salsinha, rekannya sesama pemberontak.

Menurut Fitriani, Maubisse sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dicapai. Sekitar dua jam dari Kota Dili dengan mobil sewaan yang dia kendarai bersama kamerawan. Sepanjang perjalanan, dia mendapat arahan melalui ponsel dari "orangnya" Alfredo.

"Kami diminta menuju suatu lokasi. Tapi, saya nggak bisa sebutkan namanya. Di sana sudah ada yang menunggu kami untuk ikut naik mobil," jelasnya. Singkat kata, pemandu inilah yang mengantarkan Fitriani dan temannya ke persembunyian Alfredo. "Tempatnya ternyata sebuah rumah yang lumayan mewah," ujarnya.

Setelah berkenalan dan beramah tamah, Fitriani ingat, saat itu dia sempat meminta Alfredo mengganti kaus yang dikenakannya dengan baju militer. "Bagaimana orang percaya ini Mayor Alfredo kalau pakai kaus?" kata Fitriani mengulangi ucapannya ketika itu.

Sambil bercanda, kisah Fitriani, dengan menggunakan bahasa Indonesia, Alfredo menjawab, "Kamu baru kenal, sudah nyuruh-nyuruh saya. Kamu mau ngerjain saya ya?" Meski demikian, lanjut Fitriani, Alfredo tetap mengganti kausnya dengan baju militer.

Itulah pengalaman pertama Fitriani mewawancarai Alfredo. Bila ditotal, alumnus ISIP Jakarta 1994 itu mewawancarai Alfredo antara empat sampai lima kali. "Maaf, aku agak lupa jumlah pastinya," ucapnya.

Sulitkah menemui Mayor Alfredo? "Nggak. Aku yakin banyak yang tahu lokasi Alfredo. Tapi, hanya yang dipercaya yang dia terima. Soalnya, dia kan harus memikirkan keselamatan diri dan kelompoknya," ujar Fitriani yang bergabung dengan Metro TV sejak 2002.

Pada Februari 2008, Desi Fitriani kembali lagi masuk Dili. Tapi, bukan untuk mewawancarai Alfredo, melainkan Letnan Satu (Tenenti) Gastao Salsinha (saat ini Salsinha sudah menyerahkan diri, Red). Sebab, saat itu Alfredo bersama dua anak buahnya tewas dalam sebuah penyerangan 11 Februari lalu.

Wawancara dengan Salsinha dia lakukan empat hari setelah penembakan Horta. Berbeda dengan proses mewawancarai Alfredo, perjalanan untuk mencapai tempat persembunyian Salsinha sangat berliku. Maklum, saat itu Salsinha adalah buron yang paling dicari aparat Timor Leste. "Maaf, aku nggak bisa ngomong nama tempatnya," kata Fitriani.

Dia menuturkan, saat itu sudah keluar dari Kota Dili sekitar pukul 15.00 waktu setempat. Dia bersama kamerawan Edwar AR. Selama perjalanan, Salsinha sendiri yang memberi arahan. "Seperti biasa. Kami diminta ke satu titik dan ada pemandu yang sudah menunggu," ujarnya.

Mereka menempuh perjalanan dengan mobil tanpa henti sampai pukul 2 dini hari. "Karena menurut pemandu medannya berat, kami berhenti dulu untuk menginap di suatu rumah sampai jam setengah lima," kisahnya.

Setelah itu, sambung Fitriani, mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan mobil hampir satu jam. "Sampai di suatu tempat, kami turun dari mobil dan naik ke atas bukit dengan berjalan kaki," katanya. Menurut dia, mereka masih harus berpindah-pindah tempat sampai empat kali sebelum akhirnya bisa mewawancarai Salsinha.

"Karena merasa nggak aman di titik A, dapat instruksi geser ke titik B, sampai empat kali pindah," ujarnya. Baru pukul 12.00, Fitriani bertemu Salsinha dan mewawancarainya selama satu jam. "Sebelum wawancara, kami sempat dikasih makan mi instan sama telur," ucapnya. Setelah wawancara, Fitriani mengaku tetap berada di persembunyian Salsinha sampai pukul 14.30 waktu setempat. "Sudah malam, waktu kami sampai lagi di Kota Dili," katanya. (kum)

Jawa Pos, Kamis, 01 Mei 2008,

Tidak ada komentar: