Air Mata Asli Dibawa dari Ketakutan 10 Tahun Lalu
Seperti dirasakan oleh kebanyakan orang, khususnya masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, Jenny Chang sangat ketakutan dengan kerusuhan pada pertengahan Mei 1998. Kini, sepuluh tahun berlalu. Berkat layar lebar bertajuk May, rasa takut Jenny berubah jadi suka cita.
Lewat film besutan sutradara Viva Westi, Jenny mendapatkan hal yang sangat diinginkan, yakni bermain di layar lebar. Padahal, dara 27 tahun itu sebelumnya tidak punya pengalaman di dunia akting. Bahkan, berperan di sinetron atau FTV pun belum. "Saya merasa sangat beruntung," kata perempuan kelahiran Medan, 10 Agustus 1980, tersebut.
Jenny didapuk sebagai pemeran utama dalam film percintaan lintas etnis yang getir dengan latar belakang kerusuhan Mei 1998 itu. "Awalnya, saya tidak berani berkeinginan tinggi untuk dipilih. Banyak artis-artis muda dan pemain-pemain lama yang hebat," ungkap pemeran May tersebut.
Sebelum diterima, Jenny melewati tiga proses casting. Awalnya, kata bungsu tiga bersaudara itu, dirinya termotivasi oleh teman untuk ikut casting. Casting pertama sangat sederhana, hanya diminta berakting tanpa kamera. Sebulan kemudian, dia dipanggil casting lagi sambil direkam pakai kamera. "Setelah itu, ada panggilan lagi. Saya baru tahu ternyata untuk film May," ujar anak perempuan satu-satunya di antara tiga bersaudara pasangan Mulyani dengan Robert (almarhum) tersebut.
Maka, suka cita Jenny karena diterima sebagai pemain film itu bertabrakan dengan kepedihan mengenang kejadian sepuluh tahun lalu yang faktanya belum terungkap sampai sekarang.
Jenny memang tidak terkena imbas fisik secara langsung. Namun, perempuan ayu itu menderita efek psikologis. "Waktu kejadian, saya tinggal di Medan. Namun, kompleks rumah hampir dimasuki oleh orang-orang tertentu. Saya ketakutan banget. Untung, nggak terjadi apa-apa," lanjutnya. "Padahal, pas lihat di TV, terutama di Jakarta, keadaannya sudah sangat kacau," kenangnya.
Untung, tutur Jenny, tidak ada seorang pun saudara atau kerabat yang menjadi korban. Hanya, keluarga tantenya yang tinggal di Kota Medan terpaksa eksodus ke Malaysia selama beberapa lama karena ketakutan.
Kecemasan campur ketakutan itu akhirnya dibawa oleh Jenny ke peran May. Saat membaca skenarionya, dia merasa sangat tersentuh. Semacam trauma? "Banget. Dari situ, saya merasakan, jujur saja, kejadian sebenarnya kan lebih dari itu (film May, Red). Saya mendalaminya, merasakan, akhirnya mengeluarkan tangisan asli," ungkapnya.
Peran May memang menuntut eksplorasi kemampuan berakting. Selain mengekspresikan ketakutan luar biasa, dia harus bisa meyakinkan penonton bahwa May sedang mengalami tekanan psikis yang hebat. "Waktu ada adegan orang melempar sesuatu dan memecahkan kaca, saya benar-benar takut," lanjutnya.
Hal berat lain bagi Jenny di akting perdananya itu adalah menjadi ibu yang terpisah lama dengan anak yang tidak jelas siapa ayahnya. "Berat banget. Jujur, saya belum pernah punya anak. Saya pun belum pernah bersuami," sambungnya. "Tapi, saya harus yakinkan penonton bahwa kami adalah ibu dan anak," imbuhnya.
Jika dibandingkan dengan pemain lain di film May, seperti Lukman Sardi, Tio Pakusadewo, Yama Carlos, Ria Irawan, atau Tutie Kirana, Jenny mengaku masih kalah hebat. Meski begitu, sebagai debutan, aktingnya terbilang baik. "Sampai saat ini, saya senang banget. Cuma, sebagai manusia, pasti nggak pernah puas, pengin lebih baik lagi. Selain itu, saya ketagihan main film," jelasnya. (Sugeng Sulaksono/tia) - http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=342094
Lewat film besutan sutradara Viva Westi, Jenny mendapatkan hal yang sangat diinginkan, yakni bermain di layar lebar. Padahal, dara 27 tahun itu sebelumnya tidak punya pengalaman di dunia akting. Bahkan, berperan di sinetron atau FTV pun belum. "Saya merasa sangat beruntung," kata perempuan kelahiran Medan, 10 Agustus 1980, tersebut.
Jenny didapuk sebagai pemeran utama dalam film percintaan lintas etnis yang getir dengan latar belakang kerusuhan Mei 1998 itu. "Awalnya, saya tidak berani berkeinginan tinggi untuk dipilih. Banyak artis-artis muda dan pemain-pemain lama yang hebat," ungkap pemeran May tersebut.
Sebelum diterima, Jenny melewati tiga proses casting. Awalnya, kata bungsu tiga bersaudara itu, dirinya termotivasi oleh teman untuk ikut casting. Casting pertama sangat sederhana, hanya diminta berakting tanpa kamera. Sebulan kemudian, dia dipanggil casting lagi sambil direkam pakai kamera. "Setelah itu, ada panggilan lagi. Saya baru tahu ternyata untuk film May," ujar anak perempuan satu-satunya di antara tiga bersaudara pasangan Mulyani dengan Robert (almarhum) tersebut.
Maka, suka cita Jenny karena diterima sebagai pemain film itu bertabrakan dengan kepedihan mengenang kejadian sepuluh tahun lalu yang faktanya belum terungkap sampai sekarang.
Jenny memang tidak terkena imbas fisik secara langsung. Namun, perempuan ayu itu menderita efek psikologis. "Waktu kejadian, saya tinggal di Medan. Namun, kompleks rumah hampir dimasuki oleh orang-orang tertentu. Saya ketakutan banget. Untung, nggak terjadi apa-apa," lanjutnya. "Padahal, pas lihat di TV, terutama di Jakarta, keadaannya sudah sangat kacau," kenangnya.
Untung, tutur Jenny, tidak ada seorang pun saudara atau kerabat yang menjadi korban. Hanya, keluarga tantenya yang tinggal di Kota Medan terpaksa eksodus ke Malaysia selama beberapa lama karena ketakutan.
Kecemasan campur ketakutan itu akhirnya dibawa oleh Jenny ke peran May. Saat membaca skenarionya, dia merasa sangat tersentuh. Semacam trauma? "Banget. Dari situ, saya merasakan, jujur saja, kejadian sebenarnya kan lebih dari itu (film May, Red). Saya mendalaminya, merasakan, akhirnya mengeluarkan tangisan asli," ungkapnya.
Peran May memang menuntut eksplorasi kemampuan berakting. Selain mengekspresikan ketakutan luar biasa, dia harus bisa meyakinkan penonton bahwa May sedang mengalami tekanan psikis yang hebat. "Waktu ada adegan orang melempar sesuatu dan memecahkan kaca, saya benar-benar takut," lanjutnya.
Hal berat lain bagi Jenny di akting perdananya itu adalah menjadi ibu yang terpisah lama dengan anak yang tidak jelas siapa ayahnya. "Berat banget. Jujur, saya belum pernah punya anak. Saya pun belum pernah bersuami," sambungnya. "Tapi, saya harus yakinkan penonton bahwa kami adalah ibu dan anak," imbuhnya.
Jika dibandingkan dengan pemain lain di film May, seperti Lukman Sardi, Tio Pakusadewo, Yama Carlos, Ria Irawan, atau Tutie Kirana, Jenny mengaku masih kalah hebat. Meski begitu, sebagai debutan, aktingnya terbilang baik. "Sampai saat ini, saya senang banget. Cuma, sebagai manusia, pasti nggak pernah puas, pengin lebih baik lagi. Selain itu, saya ketagihan main film," jelasnya. (Sugeng Sulaksono/tia) - http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=342094
1 komentar:
ketagihan main film atau ketagihan seks dengan carlos?
Posting Komentar