Rapat bagi tim kreatif talkshow Empat Mata dan Dorce Show ibarat urat nadi agar acaranya terus "bernapas". Pada rapat yang jauh dari kesan formal itulah, ide tema, konsep, dan segala kreativitas diperdebatkan.
SUGENG SULAKSONO, Jakarta
PARA awak Trans 7 sore kemarin (7/4) memenuhi lantai 5 kantornya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Sebagian kru dengan seragam serba hitam berlogo televisi swasta itu hilir mudik dengan langkah terburu-buru. Di sudut ruang, sebuah meja persegi panjang dikelilingi lima orang: tiga perempuan dan dua laki-laki. Mereka asyik berdiskusi.
"Biasanya nggak begini kok. Lebih parah. Bahkan, ada yang sampai duduk di meja," kata Thia, salah seorang anggota tim kreatif Empat Mata yang namanya sering disebut-sebut Tukul, kepada Jawa Pos.
Para anggota tim kreatif Empat Mata rata-rata memang masih remaja. Dalam rapat tiap Senin seperti kemarin, mereka mempersiapkan konsep syuting untuk sepekan ini. Agenda rapatnya adalah meng-up date tema-tema yang sudah disepakati seminggu sebelumnya.
Tidak lama kemudian, duduk bergabung Andi Chairil, kepala Departemen Produksi Trans7, disusul sang produser, Ravinoldy Boer. Seorang lagi dengan tergesa-gesa ikut bergabung. Belum sempat duduk, pria kurus berkacamata itu ditanya Andi Chairil.
"Sudah ketemu Nadine (Nadine Chandrawinata, putri Indonesia 2005, Red)?" "Belum, mamanya doang," jawabnya. "Cantik nggak mamanya?" sahut seorang yang lain. Pria itu tidak menjawab, lalu duduk, disambut tawa peserta lain rapat itu.
Nadine memang direncanakan datang ke Empat Mata untuk episode Hidup dengan Bahaya. Dia akan diwawancarai Tukul tentang pengalamannya seputar menyelam dan alam bawah laut. "Memang apa bedanya snorkling dengan diving?" tanya Andi melanjutkan diskusi.
Sore itu, tim kreatif Empat Mata juga berencana membahas tema tentang film-film box office. Salah satunya menampilkan profil film Ayat-Ayat Cinta (AAC) dan para pemainnya. Setelah memasuki tema tersebut, sejenak kemudian terjadi perdebatan kecil. "Kita sudah siapkan materi ketika (Presiden) SBY nonton," ujar Thia.
"Saya pikir nggak usahlah," sahut Andi menyatakan ketidaksetujuannya. "SBY menangis lho," kata Bram, anggota tim kreatif lain, mencoba membela AAC sebagai tema yang layak.
"Sudah banyak ditulis orang, sudah banyak di TV. Lagi pula, SBY nangis saat nonton film itu kan jadi kontroversi. Ada yang baca kan? Katanya, nonton film nangis; tapi lihat rakyat kelaparan, nangis atau nggak?" kata Andi.
Boer -sapaan akrab Ravinoldy Boer- berusaha menengahi. Menurut dia, ada sisi positif dan negatifnya. "Kita kan mau menunjukkan box office-nya. Untuk membuktikan film itu ditonton banyak orang," ujarnya.
"Justru itu. Kita kan mau fokus ke filmnya. Putar trailer-nya saja," saran Andi.
Menurut Thia, suasana rapat tim Empat Mata selalu santai dan akrab. Perdebatannya selalu bisa diselesaikan karena selalu diakhiri dengan menghitung manfaat demi kebaikan acara Empat Mata itu. "Kadang kita rapat di bawah, di kafe. Kalau bosan, pergi karaoke," ucapnya.
Boer mengatakan, ada tiga tim kreatif yang bekerja untuk Empat Mata. Timnya sendiri, tim Andrie Lunggana, dan tim Bugi. Setiap tim punya +++++ tim kreatif. "Biasanya, setiap Senin kita rapat bersama. Tapi hari ini (kemarin, Red) tidak. Tapi, kalau rapat, masing-masing tim itu pendekatannya berbeda," terangnya.
Jika pekan ini tim Boer kebagian syuting dan merealisasikan konsepnya, dua tim lain bekerja di balik layar. Kedua tim itu menunggu giliran pekan berikutnya sambil mempersiapkan tema baru untuk dipakai.
Dalam sepekan, tim yang dipimpin oleh Boer memanfaatkan tiga hari untuk syuting. Hari Selasa, misalnya, syuting taping (rekaman) dan live (siaran langsung). Lalu, Rabu juga syuting taping dan live. Kamis syuting live saja. "Kita taping jam setengah tujuh malam, selesai sekitar jam sembilan, istirahat satu jam langsung syuting live. Hasil syuting taping itu untuk tayang Jumat dan Senin. Tim lain sepertinya kurang lebih sama," ungkap pria berkacamata itu.
Menurut Valentina Beatrix Zondag, anggota tim kreatif dari tim lain, masing-masing tim bermuatan tiga sampai empat orang kreatif. Meski begitu, pada saat syuting, yang terlibat bisa sekitar 80 orang, termasuk kru kamera, properti, audio, broadcast, dan lain-lain.
Tim kreatif menggodok ide dan mengolahnya supaya menjadi acara yang menghibur sekaligus memberikan informasi. "Itu memang tujuan kita. Bahkan ketika mengundang pencuri pun tetap dibahas dengan jenaka. Padahal, di situ ada tip bagaimana menghindari pencurian atau pencopetan," ujar M. Farchan Salman, selaku produser ekeskutif.
Saat ini, Empat Mata sudah tayang sekitar 400 episode. Dari versi AGB Nielsen, pada minggu ke 10 (saat ini sudah pekan ke-13, Red.) pada 2008, ratingnya 1,9, tertinggi untuk acara talkshow melewati Dorce Show yang saat itu ratingnya 1,5 di urutan kedua. "Itu tantangan bagi kita. Bagaimana membuat acara ini tetap menghibur dan tidak membosankan. Kami bersyukur, beberapa menteri bersedia datang menjadi bintang tamu acara ini," ungkap Farchan.
Menurut Farchan, sukses Empat Mata tidak lepas dari kerja keras seluruh anggota tim, terutama tim kreatif, yang terbiasa bekerja sejak pagi sampai lewat tengah malam. Sebab, setelah syuting yang biasanya berakhir pada pukul 11 malam, mereka langsung rapat evaluasi. Mereka baru bisa pulang sekitar jam satu atau dua pagi. "Jadi, buat tim ini, rumahnya adalah kantor, berangkatnya ke rumah. Jadi, dibalik karena di rumah cuma sebentar," ungkap Farchan lantas tertawa.
Lalu, apa reward bagi tim yang sudah bekerja keras setelah Empat Mata berprestasi? "Kita harus kerja keras. Sebab, begitu kita sukses kan ekspektasi orang bertambah. Mereka ingin tambah senang. Jadi ya bonusnya harus banyak baca lagi, dengar kiri kanan, jeli melihat isu yang menarik untuk Empat Mata," jawab Farchan.
Menurut Fatimah Ibtisam, anggota lain tim kreatif, timnya diberi anggaran yang sangat besar untuk membeli referensi demi memperkaya kreativitas Empat Mata. Biasanya, anggaran itu dibelanjakan berbagai majalah, tabloid, dan koran. "Kita juga beli CD atau apa saja yang bisa memberi inspirasi. Hasilnya kita terapkan," ujarnya.
Tim kreatif talkshow Dorce Show di Trans TV juga harus bekerja keras menggali ide. Terlebih, acaranya saat ini sudah tayang hampir 1.200 episode. Bagaimana caranya supaya tidak terjadi pengulangan tema? "Pengulangan tema itu pasti ada. Tapi, kita mainkan angle-nya saja supaya beda," kata Rima Cynthia, associate producer Dorce Show, saat ditemui di kantornya, Jumat lalu.
Sama seperti Kick Andy, tim Dorce Show yang terdiri atas tiga orang kreatif ditambah dua asisten produksi itu rapat setiap Senin. Saat rapat, barang yang wajib ada adalah tabloid, koran, dan majalah. "Kita rapat tema," ujarnya.
"Tema tidak jauh dari target penonton yang kebanyakan ibu-ibu. Maka, harus ada tiga unsur utama; humanis, artis, dan performance atau pertunjukan panggung. Bisa musik atau atraksi lain yang menghibur," lanjut perempuan kelahiran Jakarta 6 Juni 1979 itu.
Hasil rapat setiap Senin itu untuk syuting Kamis dan Jumat. Meski tayang setiap pagi, Senin sampai Jumat ditambah versi jalan-jalan pada hari Minggu, Dorce Show memang hanya syuting Kamis dan Jumat.
Setiap Kamis syuting taping untuk tiga episode. Jumat ada syuting siaran langsung, dilanjutkan syuting lagi sorenya untuk rekaman tiga episode. "Apalagi sebentar lagi Bundo (sapaan akrab Dorce Gamalama, host acara, Red) mau umrah sepuluh hari. Maka, kita harus menabung 10 episode," ungkap Rima.
Kata Rima, orang-orang yang ada di tim inti Dorce Show itu sudah seperti orang-orang stres. Terbiasa bekerja keras memeras otak dan terbiasa menghadapi situasi tidak menyenangkan. Misalnya, narasumber yang mendadak batal hadir.
"Kita kan biasa, setiap pagi sebelum syuting telepon narasumber konfirmasi kedatangan. Banyak yang tiba-tiba membatalkan. Padahal, konsep sudah matang. Di situlah kita harus siap mencari penggantinya. Belum lagi narasumber yang mau datang tapi minta dibayar mahal, sampai puluhan juta," keluhnya.
Biasanya, ketika anggota tim sudah tertekan seperti itu, rapat selanjutnya digelar secara tidak resmi. Dibuatlah situasi nyaman dan bebas. "Akhirnya, kita sering rapat nggak serius di kafe. Kalau serius, ide malah nggak keluar. Bahkan, sering jalan bareng ke Dufan atau sambil pergi nonton di bioskop," katanya.
Tidak jarang, ide justru muncul secara tak terduga saat jalan-jalan. Contohnya, saat mereka nonton bioskop, menemukan penjual popcorn bernama Dorce. "Saya tanya dan cek KTP-nya ternyata benar, nama aslinya memang Dorce. Sudah begitu gaya-gayanya mirip Bundo (Dorce Gamalama) juga. Dan dia juga penggemar Bundo. Ya sudah, jadi satu tema dan besoknya kita undang datang," katanya. (kum/el)
SUGENG SULAKSONO, Jakarta
PARA awak Trans 7 sore kemarin (7/4) memenuhi lantai 5 kantornya di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Sebagian kru dengan seragam serba hitam berlogo televisi swasta itu hilir mudik dengan langkah terburu-buru. Di sudut ruang, sebuah meja persegi panjang dikelilingi lima orang: tiga perempuan dan dua laki-laki. Mereka asyik berdiskusi.
"Biasanya nggak begini kok. Lebih parah. Bahkan, ada yang sampai duduk di meja," kata Thia, salah seorang anggota tim kreatif Empat Mata yang namanya sering disebut-sebut Tukul, kepada Jawa Pos.
Para anggota tim kreatif Empat Mata rata-rata memang masih remaja. Dalam rapat tiap Senin seperti kemarin, mereka mempersiapkan konsep syuting untuk sepekan ini. Agenda rapatnya adalah meng-up date tema-tema yang sudah disepakati seminggu sebelumnya.
Tidak lama kemudian, duduk bergabung Andi Chairil, kepala Departemen Produksi Trans7, disusul sang produser, Ravinoldy Boer. Seorang lagi dengan tergesa-gesa ikut bergabung. Belum sempat duduk, pria kurus berkacamata itu ditanya Andi Chairil.
"Sudah ketemu Nadine (Nadine Chandrawinata, putri Indonesia 2005, Red)?" "Belum, mamanya doang," jawabnya. "Cantik nggak mamanya?" sahut seorang yang lain. Pria itu tidak menjawab, lalu duduk, disambut tawa peserta lain rapat itu.
Nadine memang direncanakan datang ke Empat Mata untuk episode Hidup dengan Bahaya. Dia akan diwawancarai Tukul tentang pengalamannya seputar menyelam dan alam bawah laut. "Memang apa bedanya snorkling dengan diving?" tanya Andi melanjutkan diskusi.
Sore itu, tim kreatif Empat Mata juga berencana membahas tema tentang film-film box office. Salah satunya menampilkan profil film Ayat-Ayat Cinta (AAC) dan para pemainnya. Setelah memasuki tema tersebut, sejenak kemudian terjadi perdebatan kecil. "Kita sudah siapkan materi ketika (Presiden) SBY nonton," ujar Thia.
"Saya pikir nggak usahlah," sahut Andi menyatakan ketidaksetujuannya. "SBY menangis lho," kata Bram, anggota tim kreatif lain, mencoba membela AAC sebagai tema yang layak.
"Sudah banyak ditulis orang, sudah banyak di TV. Lagi pula, SBY nangis saat nonton film itu kan jadi kontroversi. Ada yang baca kan? Katanya, nonton film nangis; tapi lihat rakyat kelaparan, nangis atau nggak?" kata Andi.
Boer -sapaan akrab Ravinoldy Boer- berusaha menengahi. Menurut dia, ada sisi positif dan negatifnya. "Kita kan mau menunjukkan box office-nya. Untuk membuktikan film itu ditonton banyak orang," ujarnya.
"Justru itu. Kita kan mau fokus ke filmnya. Putar trailer-nya saja," saran Andi.
Menurut Thia, suasana rapat tim Empat Mata selalu santai dan akrab. Perdebatannya selalu bisa diselesaikan karena selalu diakhiri dengan menghitung manfaat demi kebaikan acara Empat Mata itu. "Kadang kita rapat di bawah, di kafe. Kalau bosan, pergi karaoke," ucapnya.
Boer mengatakan, ada tiga tim kreatif yang bekerja untuk Empat Mata. Timnya sendiri, tim Andrie Lunggana, dan tim Bugi. Setiap tim punya +++++ tim kreatif. "Biasanya, setiap Senin kita rapat bersama. Tapi hari ini (kemarin, Red) tidak. Tapi, kalau rapat, masing-masing tim itu pendekatannya berbeda," terangnya.
Jika pekan ini tim Boer kebagian syuting dan merealisasikan konsepnya, dua tim lain bekerja di balik layar. Kedua tim itu menunggu giliran pekan berikutnya sambil mempersiapkan tema baru untuk dipakai.
Dalam sepekan, tim yang dipimpin oleh Boer memanfaatkan tiga hari untuk syuting. Hari Selasa, misalnya, syuting taping (rekaman) dan live (siaran langsung). Lalu, Rabu juga syuting taping dan live. Kamis syuting live saja. "Kita taping jam setengah tujuh malam, selesai sekitar jam sembilan, istirahat satu jam langsung syuting live. Hasil syuting taping itu untuk tayang Jumat dan Senin. Tim lain sepertinya kurang lebih sama," ungkap pria berkacamata itu.
Menurut Valentina Beatrix Zondag, anggota tim kreatif dari tim lain, masing-masing tim bermuatan tiga sampai empat orang kreatif. Meski begitu, pada saat syuting, yang terlibat bisa sekitar 80 orang, termasuk kru kamera, properti, audio, broadcast, dan lain-lain.
Tim kreatif menggodok ide dan mengolahnya supaya menjadi acara yang menghibur sekaligus memberikan informasi. "Itu memang tujuan kita. Bahkan ketika mengundang pencuri pun tetap dibahas dengan jenaka. Padahal, di situ ada tip bagaimana menghindari pencurian atau pencopetan," ujar M. Farchan Salman, selaku produser ekeskutif.
Saat ini, Empat Mata sudah tayang sekitar 400 episode. Dari versi AGB Nielsen, pada minggu ke 10 (saat ini sudah pekan ke-13, Red.) pada 2008, ratingnya 1,9, tertinggi untuk acara talkshow melewati Dorce Show yang saat itu ratingnya 1,5 di urutan kedua. "Itu tantangan bagi kita. Bagaimana membuat acara ini tetap menghibur dan tidak membosankan. Kami bersyukur, beberapa menteri bersedia datang menjadi bintang tamu acara ini," ungkap Farchan.
Menurut Farchan, sukses Empat Mata tidak lepas dari kerja keras seluruh anggota tim, terutama tim kreatif, yang terbiasa bekerja sejak pagi sampai lewat tengah malam. Sebab, setelah syuting yang biasanya berakhir pada pukul 11 malam, mereka langsung rapat evaluasi. Mereka baru bisa pulang sekitar jam satu atau dua pagi. "Jadi, buat tim ini, rumahnya adalah kantor, berangkatnya ke rumah. Jadi, dibalik karena di rumah cuma sebentar," ungkap Farchan lantas tertawa.
Lalu, apa reward bagi tim yang sudah bekerja keras setelah Empat Mata berprestasi? "Kita harus kerja keras. Sebab, begitu kita sukses kan ekspektasi orang bertambah. Mereka ingin tambah senang. Jadi ya bonusnya harus banyak baca lagi, dengar kiri kanan, jeli melihat isu yang menarik untuk Empat Mata," jawab Farchan.
Menurut Fatimah Ibtisam, anggota lain tim kreatif, timnya diberi anggaran yang sangat besar untuk membeli referensi demi memperkaya kreativitas Empat Mata. Biasanya, anggaran itu dibelanjakan berbagai majalah, tabloid, dan koran. "Kita juga beli CD atau apa saja yang bisa memberi inspirasi. Hasilnya kita terapkan," ujarnya.
Tim kreatif talkshow Dorce Show di Trans TV juga harus bekerja keras menggali ide. Terlebih, acaranya saat ini sudah tayang hampir 1.200 episode. Bagaimana caranya supaya tidak terjadi pengulangan tema? "Pengulangan tema itu pasti ada. Tapi, kita mainkan angle-nya saja supaya beda," kata Rima Cynthia, associate producer Dorce Show, saat ditemui di kantornya, Jumat lalu.
Sama seperti Kick Andy, tim Dorce Show yang terdiri atas tiga orang kreatif ditambah dua asisten produksi itu rapat setiap Senin. Saat rapat, barang yang wajib ada adalah tabloid, koran, dan majalah. "Kita rapat tema," ujarnya.
"Tema tidak jauh dari target penonton yang kebanyakan ibu-ibu. Maka, harus ada tiga unsur utama; humanis, artis, dan performance atau pertunjukan panggung. Bisa musik atau atraksi lain yang menghibur," lanjut perempuan kelahiran Jakarta 6 Juni 1979 itu.
Hasil rapat setiap Senin itu untuk syuting Kamis dan Jumat. Meski tayang setiap pagi, Senin sampai Jumat ditambah versi jalan-jalan pada hari Minggu, Dorce Show memang hanya syuting Kamis dan Jumat.
Setiap Kamis syuting taping untuk tiga episode. Jumat ada syuting siaran langsung, dilanjutkan syuting lagi sorenya untuk rekaman tiga episode. "Apalagi sebentar lagi Bundo (sapaan akrab Dorce Gamalama, host acara, Red) mau umrah sepuluh hari. Maka, kita harus menabung 10 episode," ungkap Rima.
Kata Rima, orang-orang yang ada di tim inti Dorce Show itu sudah seperti orang-orang stres. Terbiasa bekerja keras memeras otak dan terbiasa menghadapi situasi tidak menyenangkan. Misalnya, narasumber yang mendadak batal hadir.
"Kita kan biasa, setiap pagi sebelum syuting telepon narasumber konfirmasi kedatangan. Banyak yang tiba-tiba membatalkan. Padahal, konsep sudah matang. Di situlah kita harus siap mencari penggantinya. Belum lagi narasumber yang mau datang tapi minta dibayar mahal, sampai puluhan juta," keluhnya.
Biasanya, ketika anggota tim sudah tertekan seperti itu, rapat selanjutnya digelar secara tidak resmi. Dibuatlah situasi nyaman dan bebas. "Akhirnya, kita sering rapat nggak serius di kafe. Kalau serius, ide malah nggak keluar. Bahkan, sering jalan bareng ke Dufan atau sambil pergi nonton di bioskop," katanya.
Tidak jarang, ide justru muncul secara tak terduga saat jalan-jalan. Contohnya, saat mereka nonton bioskop, menemukan penjual popcorn bernama Dorce. "Saya tanya dan cek KTP-nya ternyata benar, nama aslinya memang Dorce. Sudah begitu gaya-gayanya mirip Bundo (Dorce Gamalama) juga. Dan dia juga penggemar Bundo. Ya sudah, jadi satu tema dan besoknya kita undang datang," katanya. (kum/el)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar