10 April 2008

MNC Berang, KPI Menyerang, KPPU Pecah


TEMPO Interaktif, 10/4/2008 ::Perdebatan di internal KPPU dan sikap kritis para pengamat industri penyiaran membuat PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC) berang. Perusahaan induk tiga stasiun televisi, stasiun radio siaran, dan beberapa media cetak ini menganggap mereka menyerang dengan peraturan yang tak utuh alias sepotong-sepotong.


"Mereka hanya membaca poin a, sementara poin b, dan seterusnya tak dianggap," ucap Juru Bicara MNC, Gilang Iskandar. Padahal dalam substansi yang tak dianggap tadi, menurut dia, ada pasal mengenai kepemilikan lembaga penyiaran yang ketiga, keempat, dan seterusnya. "Pakai logika saja, buat apa ada pasal seperti itu kalau ternyata dilarang."

MNC pun sudah memberikan klarifikasi kepada Departemen Komunikasi dan Informatika. Pemerintah akhirnya memahami permasalahan. Tapi, "Kalau orang yang hanya menduga-duga kesalahan kami, mau bagaimana lagi?" ujar Gilang.

Pengamat penyiaran Ade Armando ragu pemerintah dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa menuntaskan karut-marut pemusatan kepemilikan pada industri penyiaran. Masalah kepemilikan bukan persoalan baru. "Pemerintah dan KPI sekedar saling lempar tanggung jawab," katanya kemarin.

Namun, ia memahami jika KPPU kesulitan mengusut kasus ini. Sedangkan anggota KPI Don Bosco Selamun berharap KPPU tak begitu saja menghentikan pengusutan kasus MNC. Penindakan kasus ini harus dua sisi, KPPU dan regulator.

Bekas petinggi redaksi SCTV dan Metro TV ini berpendapat, ada dampak lebih besar akibat pemusatan kepemilikan yakni monopoli informasi lewat agenda setting. Jika dibiarkan, publik bisa ditekan oleh pemilik media. "Industri ini sedikit berbeda. Bisnisnya adalah informasi," katanya.


KPPU Pecah Dalam Kasus MNC

Sikap anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terbelah mengenai kasus dugaan monopoli dalam pemusatan kepemilikan industri pertelevisian oleh PT Media Nusantara Citra Tbk. (MNC)

Sebagian dari 13 anggota sepakat kasus pemilikan MNC atas RCTI, TPI, dan Global TV sulit dibuktikan. Tapi sisanya haqul yakin terjadi praktik monopoli usaha.

Anggota KPPU Erwin Syahril, misalnya, menilai perbedaan ketentuan soal kepemilikan pada Undang-Undang Antimonopoli dan Undang-Undang Penyiaran menyulitkan KPPU. Bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini mencontohkan, Undang-Undang Antimonopoli melarang pemusatan pemilikan tapi aturan penyiaran hanya melarang kepemilikan oleh badan hukum lembaga penyiaran.

"Undang-Undang Penyiaran itu lex specialist karena itu kepemilikan banyak lembaga penyiaran itu bisa terjadi," kata Erwin kepada Tempo kemarin di Jakarta. "Kalau unsurnya dipenuhi saya setuju kasus ini jadi perkara. Demikian pula sebaliknya."

Tim klarifikasi di bawah Direktorat Penegakkan Hukum KPPU mengusulkan penyelidikan dihentikan karena tak cukup bukti. Tim menilai masalah kepemilikan sebaiknya dituntaskan terlebih dahulu di level regulator karena perbedaan aturan mengenai kepemilikan antara Undang-Undang Antimonopoli dan Undang-Undang Penyiaran.

Apalagi, pelaku bisnis lainnya, termasuk rumah produksi dan agensi iklan tak mengeluhkan sepak terjang MNC. KPPU akan memutuskan kelanjutan kasus ini dalam rapat hari ini. Sedianya rapat pengambilan keputusan dilakukan Selasa lalu. Rapat ditunda karena tak mencapai kuorum. Dari 13 anggota hanya tiga yang hadir. (Koran Temp, 9 April)

Namun, anggota KPPU M. Iqbal berpendapat penanganan kasus MNC harus berkaca pada penanganan perkara pemilikan silang Temasek Holdings di industri telekomunikasi. Kala itu, KPPU tetap menindak Temasek meski Departemen Telekomunikasi dan Informatika, sebagai regulator, tak berbuat apa-apa.

"KPPU bertindak karena melihat ada dampak besar dari penguasaan silang Temasek," katanya. Dampak pemusatan kepemilikan stasiun televisi dinilainya sama dengan menguasai frekuensi, salah satu fasilitas esensial milik publik.

Menurut bekas Ketua KPPU ini, praktik antimonopoli di banyak negara melarang penguasaan fasilitas esensial. Hak atau lisensi atas fasilitas itu mesti diberikan lewat kompetisi terbuka. Tapi, "Di Indonesia frekuensi malah diperjual-belikan. Celakanya dijual ke pemain lama."

Wakil Ketua KPPU Tresna P. Soemardi mengatakan dengan menguasai tiga frekuensi stasiun televisi, MNC bisa diartikan menghambat pemain lain masuk ke industri televisi terestrial swasta nasional. Apalagi, jumlah stasiun televisi nasional sudah dibatasi hanya 10.

Undang-Undang Antimonopoli melarang pelaku usaha menghambat pelaku usaha lain untuk masuk dalam pasar sejenis. "Kecenderungannya, pelaku bisnis triliunan rupiah itu menghalangi pemain lain yang ingin masuk," ucap Tresna kemarin. Agoeng Wijaya | Ign. Widi Nugroho

Tidak ada komentar: