Pakar multimedia Roy Suryo ragu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa menemukan bukti persaingan usaha tak sehat pada penguasaan siaran sepak bola Liga Inggris 2007 oleh Astro TV Indonesia.
Apalagi, ESPN Star Sport (ESS), pemberi hak siar, secara sah memegang broadband rights siaran liga Inggris untuk kawasan Asia-Pasifik. “Sah saja mereka (ESS) mau bekerja sama dengan pihak mana pun untuk menyiarkannya,” kata Roy kepada Tempo di Jakarta kemarin.
Ia menilai, pemberian hak siar Liga Inggris dari ESS kepada Astro All Asia Network (Astro TV Malaysia), kemudian diteruskan di Indonesia oleh PT Direct Vision (Astro TV Indonesia), adalah murni urusan bisnis. Penguasaan hak siar biasa terjadi dalam industri pertelevisian.Ia mencontohkan, 10 tahun silam masyarakat bebas mencomot siaran channel asing dengan memancangkan parabola. Tapi sejak industri televisi berbayar muncul masyarakat harus berlangganan. “Kalau dulu bisa menyiarkan, sekarang tak bisa lagi, itu artinya kalah bersaing mendapatkan hak siar.”KPPU sedang memeriksa dugaan monopoli siaran Liga Inggris 2007.
Kasus bermula dari laporan tiga stasiun televisi ebrbayar PT MNC Sky Vision (Indovision), PT Indosat Mega Media (IM2), dan PT Indonusa Telemedia (Telkomvision) pada September 2007.
Mereka mempersoalkan broadcasting rights (hak siar) dari ESS kepada Astro All Asia Network kemudian diteruskan ke Indonesia lewat Direct Vision.
Pemberian hak siar itu dilakukan tanpa tender.Nah, Direct, Astro All Asia Network, serta ESS dituduh menjalin perjanjian sehingga terjadi praktek monopoli. Sedangkan Astro All Asia Network dan Direct Vision dituding menghalangi pesaing untuk menguasai pasar.
Indovision mengaku merugi Rp 2 triliun setelah tak bisa menayangkan Liga Inggris. Sedangkan IM2 mengklaim tekor Rp 1,3 triliun.
Akhir pekan lalu, KPPU meminta keterangan manajemen ESS dan Astro All Asia Network.Kuasa hukum Astro All Asia Network Todung Mulya Lubis mengaku yakin KPPU tak akan menemukan kesalahan prosedur dalam pemberian hak siar. Kliennya hanya menerima hak siar dari ESS.
Hal yang sama terjadi pada legalitas hak siar di Indonesia yang dipegang oleh Direct Vision. "Tak ada niat kami untuk menghalangi pelaku usaha lainnya," ujarnya kepada Tempo.
Menurut Roy, persaingan usaha yang serupa juga biasa terjadi pada industri lain, misalnya distribusi kendaraan bermotor atau barang elektronik buatan asing. Beberapa tipe mobil dipasarkan oleh distributor berbeda di dalam negeri, meski produsen mobil itu sama.
Pemasaran telepon genggam seri tertentu juga dikuasai oleh distributor yang berbeda dari agen resminya. “Ini murni persaingan, bukan berarti produsen dan distributor baru berencana menghambat distributor lama,” ujarnya. Agoeng Wijaya
disalin dari tempo interaktif 4/3/2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar