KAMELIATV: 'Kabar Tokoh' TVOne, Ungkap Sisi Kehidupan Tokoh

14 Maret 2008

'Kabar Tokoh' TVOne, Ungkap Sisi Kehidupan Tokoh

Oleh TVOne, program ini disebut politainment.

Program infotainment berevolusi. Jika selama ini tontonan yang banyak disenangi oleh kaum ibu itu hanya menyuguhkan cerita dan gosip seputar kehidupan selebriti, kini sepak terjang dan kehidupan para pelaku politik, bisnis, dan para birokrat pun diangkat menjadi sebuah tontonan menarik.

Adalah stasiun televisi TVOne yang mengemas cerita di balik para orang terkenal itu lewat program bertajuk Kabar Tokoh. Namun, dalam acara yang oleh manajemen TVOne disebut politainment ini, tidak ada yang mengangkat sisi miring atau negatif dari sang tokoh.

Tontonan yang dikemas bergaya santai dan menghibur ini lebih menyuguhkan informasi tentang kesuksesan dan juga hal-hal sulit yang mungkin pernah dialami oleh sang tokoh. Artinya Kabar Tokoh hadir selain sebagai tontonan menarik juga diharapkan bisa memotivsi pemirsa untuk lebih berprestasi dalam kehidupan. Karena bagaimanapun sisi personal para tokoh politik terkadang menyimpan kisah human interest yang menarik untuk disimak. ''Kabar Tokoh merupakan program baru yang menjadi salah satu andalan TVOne,'' kata humas stasiun TV ini, Linda Rifai.

Menurut dia, para tokoh politik ternyata juga manusia biasa yang memiliki sisi kehidupan baik positif maupun negatif. Mereka tidak lepas dari permasalahan kehidupan rumah tangga, sosial, memiliki hobi, dan kesukaan yang menarik. ''Berangkat dari hal itulah, kami membuat suatu program yang mengangkat sisi-sisi kehidupan politikus, bisnisman, dan para birokrat pemerintahan yang dikemas dalam sebuah acara politainment,'' papar Linda menjelaskan latar belakang lahirnya Kabar Tokoh.

Tontonan berdurasi 30 menit ini tayang sejak akhir bulan lalu dan seterusnya hadir di layar kaca TVOne setiap Rabu dan Kamis pukul 23.30 WIB. Program baru yang menampilkan presenter Agni Pratistha Arka Dewi dan Inggrid Kansil ini, kata Linda, diharapkan dapat memberikan warna lain tayangan televisi pada pemirsa.

Target pemirsa
Mengenai kelas pemirsa TVOne sejak berganti nama dari Lativi, Linda mengungkapkan, seiring dengan perubahan format TVOne menjadi televisi berita dan olahraga, telah terjadi pergeseran sosial ekonomi dan kelompok usia pemirsa. ''Dengan format news and sport television, kini pemirsa TVOne lebih didominasi oleh kelompok usia 20 tahun ke atas,'' ujar Linda.

Berdasarkan riset AGB Nielsen Media Research mengungkapkan bahwa stasiun TV ini telah berhasil mencapai target pemirsa. Ini lantaran beberapa program yang disajikan TVOne efektif menjangkau target pemirsa. Menurut dia, semua program berita TVOne memiliki keunggulan. Misalnya Kabar Pagi, Kabar Siang, Kabar Petang, dan Kabar Malam melakukan siaran langsung dari tiga biro TVOne yakni Medan, Surabaya, dan Makassar. ''Di sinilah kelebihan dan keunggulan kami,'' papar Linda berpromosi.

Kabar Pagi, menjumpai pemirsa Senin-Ahad setiap pukul 4.30 WIB. Program ini menampilkan peristiwa teraktual dari malam hingga dini hari, serta kilasan headline news yang terjadi sehari sebelumnya dan proyeksi peristiwa yang akan terjadi pada hari itu.

Kabar Siang, tayang Senin-Ahad setiap pukul 11.30 WIB berisikan hard news teraktual dan tayangan khas (feature kesehatan, gaya hidup, kejadian unik, dan lainnya), serta menyajikan paket laporan investigasi dan informasi dari bursa saham.

Sementara Kabar Petang yang tayang Senin-Ahad setiap pukul 18.00 WIB, menurut Linda, menyajikan program hard news yang berisikan peristiwa-peristiwa teraktual dari bidang ekonomi, politik, sosial, hukum dan budaya, serta segmen topikal (dialog dan live khusus untuk topik-topik pilihan).

Untuk Kabar Malam yang hadir Senin hingga Ahad setiap pukul 00.00 WIB, menampilkan peristiwa teraktual hingga malam hari. Selain itu juga menyajikan kejadian selama hari itu, dan tayangan khas dari dalam dan luar negeri, serta juga tayangan khas (kehidupan malam dan hobi maskulin).

Selain itu, kata Linda, TVOne juga menyuguhkan Kabar Pasar Pagi & Sore setiap Senin hingga Jumat, pukul 09.30 WIB. ''Pada acara ini kami menghadirkan informasi pembukaan pasar dan prediksi perkembangan pasar, selain itu ada juga informasi dari pasar-pasar tradisional dan berita-berita aktual ekonomi dari sektor riil serta siaran langsung dari analisa pasar dari pakar yang disiarkan dari gedung BEJ,'' ujarnya.

Program berita lainnya bertajuk Nama & Peristiwa, yang tayang Senin-Jumat pukul 06.00 WIB, menurut Linda, juga tidak kalah menariknya. Tontonan ini dikemas dengan pendekatan dokumenter dan menampilkan sosok dan tokoh yang sedang menjadi berita saat itu (news maker). Para news maker berasal dari berbagai kalangan dengan peristiwa-peristiwa yang mengikutinya.

Sementara Apa Kabar Indonesia yang juga merupakan unggulan program berita TVOne hadir Senin hingga Ahad, pukul 06.30 WIB. Program disiarkan langsung dari Gedung Wisma Nusantara Jl MH Thamrin, Jakarta ini dipandu oleh presenter cantik, Tina Talissa, dan Iwan Ahmad Sudirwan.

Apa Kabar Indonesia, kata Linda, adalah sebuah tayangan berita yang memadukan pola news konvensional dengan kreativitas pada on air presentation. Acara ini mengangkat isu-isu aktual yang berkaitan langsung dengan kehidupan publik.(ruz)

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=326835&kat_id=383

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana Televisi Bisa Menebar Empati

Rangkaian bencana menyentak kesadaran bangsa soal betapa rawannya negeri ini. Posisi geologis Indonesia di antara tiga lempengan benua, yaitu Asia, Amerika, dan Australia, membuat gempa tektonis dan tsunami gampang menyapa. Itu belum geliat gunung berapi aktif berpotensi letusan gunung.

Derita, nestapa, dan keterpurukan ribuan warga Aceh, Nias, Yogjakarta, Jawa Tengah, Pangandaran, serta pantai selatan Jawa menyemaikan solidaritas. Pun media tak lagi mengumbar dramatisasi peristiwa. Tapi kembali ke kodrat sebagai pencatat fakta untuk kemudian menyampaikannya sebagai berita.

Empati
Kiranya perlu ada pendekatan yang lebih manusiawi, humanintarian ketika melaporkan kejadian. Apalagi para korban bencana dalam kondisi traumatik. Trauma adalah kondisi stres psikologis sebagai pengaruh peristiwa dahsyat dan luar biasa yang dialami seseorang.

Dalam penderitaan seperti itu, jurnalisme (pemberitaan) dapat diarahkan pada upaya menumbuhkan harapan kehidupan bersama. Dengan penghormatan atas kehidupan manusia seperti itu, dapat dikembangkan model peliputan yang memiliki orientasi khas menghadapi kenyataan bencana alam.

Sebuah formula liputan yang menceritakan kehidupan manusia, bertolak dari suatu sudut pandang dalam memilih subyek yang menjadi dasar liputan.

Siapakah yang akan dijadikan fokus liputan yang kehidupannya hendak ditayangkan, khususnya dalam kenyataan yang berkaitan reportase bencana alam? Itulah landasan mengembangkan jurnalisme empati. Sebuah model peliputan televisi berdasar kerangka khas (framing) saat meliput bencana alam, bahwa di dalamnya akan selalu hadir korban yang tak berdaya berhadapan dengan alam dalam kehidupan.

Bagian tak terpisahkan dari jurnalisme empati adalah dalam metode mengeksplorasi kenyataan. Manakala korban dijadikan fokus liputan, maka pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mendapatkan gambaran tentang kenyataan korban? Untuk mendapatkan jawabannya, menuntut langkah jurnalisme yang berlandaskan metode partisipatoris.

Dengan metode ini, wartawan berupaya memasuki kehidupan subyek/korban bencana, dengan sikap etis agar tidak melakukan penetrasi yang sampai menganggu kehidupan korban. Lebih jauh, pada saat menjadikan informasi, wartawan tetap berada dalam lingkup pertanyaan etis, apakah merugikan, dan apa kemanfaatannya bagi korban.

Seluruh orientasi pemberitaan ini diharapkan pada dunia korban. Dengan begitu, wartawan berusaha untuk keluar dari orientasi keredaksian yang diposisikan dalam konteks manajemen pemasaran (mencari rating). Di tataran inilah, wartawan berada dalam posisi dilematis. Satu sisi setiap orang punya hak untuk memperoleh informasi secara bebas, sebaliknya pada sisi lain, seseorang juga memiliki hak untuk menentukan dirinya sendiri apakah rela untuk menjadi tontonan manakala penderitaannya ditayangkan televisi.

Dilema itu sirna, manakala wartawan mau kembali ke akar jurnalisme, mengenai hak-hak manusia bertalian dengan dunia informasi.

Kemanusiaan
Dalam konteks ini, empati menjadi sangat penting dan vital terutama dalam menghadapi kondisi ketidakseimbangan yang mengakibatkan terjadinya penderitaan korban bencana. Dengan jurnalisme empati, diharapkan menumbuhkan penghargaan terhadap makna kemanusiaan setiap orang yang menjadi korban. Dengan jurnalisme empati, siaran televisi tak lagi terjebak sensasi dalam memberitakan korban, melainkan menyajikannya secara proporsional dan berimbang dibingkai rasa penuh kepedulian dan keprihatinan.

Jikalau produk liputan mampu mengetuk hati pemirsa dan tergugah menderma baik secara perseorangan non profrit maupun korporasi/perusahaan profit oriented, maka program televisi mendapatkan tempat yang nyaman dan pas. Melalui empati dan compassion, masyarakat dapat memandang dan menghayati derita korban sebagai masalah bersama umat manusia, masalah kemanusiaan, bukan hukuman atau kemurkaan alam.

Pada hakekatnya jurnalisme empati adalah pemihakan wartawan pada kemanusiaan. Meskipun pada dasarnya semua jurnalisme memang mengandung unsur kemanusiaan, namun dalam masalah penderitaan korban, perspektif kemanusiaan lebih ditonjolkan, korban sebagai angel/titik tolak cerita. Kemanusiaan di dalam hingar bingar kapitalisme ekonomi memang menjadi hal yang muskil, sehingga hati nurani menjadi tersamar dan tersingkir.

Nurani
Dengan jurnalisme empati inilah wartawan dapat lebih mengasah hati nurani secara lebih leluasa. Betapapun besar optimisme aparat pemerintah memanajemeni bencana, masalah korban bencana masih menjadi persoalan besar. Terlebih, belum adanya infrastruktur mendeteksi gempa dan pengalaman birokrasi mengelola gempa secara simultan.

Hati nurani wartawan yang terasah jurnalisme empati dalam masalah korban, dengan sendirinya peka terhadap masalah sosial lainnya. Ia diharapkan akan menjadi andalan untuk menjaga nilai kemanusiaan ditengah hingar bingar kejumawaan (kesombongan) hasrat memiliki dan menguasai. Dengan demikian, diharapkan wartawan jernih melaksanakan profesinya.

Maka pada saat itu kita perlu mencoba mengembangkan suatu perspektif tertentu dalam kaitan derita manusia. Karena melalui derita korban bencana alam, jurnalis berdaya mengajak orang agar tidak keterlaluan mengorbankan kehidupan manusia.

Dehumanisasi seperti itulah landasan jurnalisme empati. Kenapa empati, karena dengan empati bisa merasakan kehidupan orang lain. Dalam konteks pemberitaan, spirit jurnalisme empati bukan untuk mempropagandakan derita maupun mempertontonkan derita, akan tetapi lebih sebagai sarana menginformasikan peristiwa secara proporsional.

Tayangan sensasi-dramatis televisi, misalnya, menyedot rating, tapi ia tak memperoleh respek dari pemirsa, sehingga tak dijadikan referensi. Karena itulah tayangan acara humanistik social awareness berjubah rasa empati menjadi bermakna.—(teguh imawan)