07 Februari 2008

‘Orangtua Helikopter’ Merugikan Anak

Walaupun Amerika Serikat (AS) disebut-sebut sebagai negara maju yang warganya cenderung bersikap individualis, dan sering kali dianggap remaja di AS hidup lebih bebas dari pengaruh orangtua, dalam kenyataannya tidak demikian. Paling tidak terbukti dari survei yang diungkapkan CNN di Atlanta, AS, Selasa (5/2) pagi.
Koresponden CNN yang khusus menulis berita-berita kesehatan, Judy Fortin melaporkan, hasil survei menunjukkan bahwa 86 persen mahasiswa baru selalu berkomunikasi dan mengadakan kontak dengan ibu mereka. Orangtua selalu menunggui dekat anak mereka untuk menjaga sang anak untuk tidak mengalami masalah.
Dicontohkan, di Georgia Tech, perguruan teknik di Atlanta, kompetisi untuk memasuki perguruan tinggi itu sangat ketat. Dari hampir 10.000 pelamar, hanya diterima 2.400 mahasiswa baru saja.
Saat-saat pendaftaran mahasiswa baru itu, orangtua para calon mahasiswa ternyata sangat sibuk mengurus anaknya. Pimpinan Administrasi Georgia Tech, Ingrid Hayes, mengatakan bahwa setiap hari, pihaknya harus menerima telepon dari para orangtua yang sangat mengharapkan anaknya diterima di perguruan tinggi tersebut.
"Kami tahu bahwa orangtua benar-benar memperhatikan anak mereka dan kami menghargai itu," kata Ingrid Hayes, "Tapi kami sebenarnya ingin agar para calon mahasiswa juga belajar langsung proses penerimaan mahasiswa di suatu perguruan tinggi."

Selalu Menunggu
Orang-orangtua yang selalu menunggui anaknya dari dekat, diistilahkan sebagai "orangtua helikopter", yang selalu melayang-layang dari dekat untuk mengawasi anaknya.
Psikolog Mark Crawford mengatakan, istilah "orangtua helikopter" itu berasal dari kata hovering, yang artinya selain menunggu dari dekat, juga melayang-layang seperti burung atau helikopter.
"Mereka (orangtua-Red.) selalu ada di sekitar kehidupan anaknya, selalu berusaha memastikan bahwa anaknya memperoleh 'jalan' terbaik dalam hidup, dan tidak ingin anaknya mengatasi sendiri masalah yang mereka hadapi," ujar Crawford.
Ditambahkannya lagi, dia melihat sendiri banyak orangtua yang memegang tangan anaknya saat melangkah masuk menuju gedung sekolah menengah, untuk mengantar anak-anak mereka mengikuti upacara wisuda kelulusan di sekolah menengah.
"Mereka sebenarnya tidak memberikan kebaikan (hati kepada anak-anaknya). Mereka justru melakukan perbuatan yang merugikan (masa depan anak-anaknya)," kata Crawford lagi.
Terlalu melindungi anak-anak, tambah Crawford, justru merusak pertumbuhan anak-anak. Sang anak jadi tumbuh hanya dalam kondisi yang aman, dan tak pernah merasakan serta memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka alami dalam hidup. [cnn.com/B-8]

Tidak ada komentar: