21 Februari 2008

KPI Akan Usulkan Tata Niaga Pertelevisian

Kamis, 21 Feb 2008

TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mendesak pemerintah segera menertibkan carut marut kepemilikan industri pertelevisian. Sebagai solusinya, pimpinan KPI akan segera menyusun rekomendasi tata niaga pertelevisian kepada pemerintah.

Anggota KPI Don Bosco Selamun mengatakan, masalah kepemilikan akan menjadi salah satu agenda pembahasan KPI. Alasannya konsolidasi industri pertelevisian belakangan ini diikuti oleh perubahan struktur kepemilikan. "Bahkan kami tak mengetahui lagi peta kepemilikan semua televisi yang berkonsolidasi itu," katanya kepada Tempo di Jakarta kemarin.

Bagi KPI, menurut dia, perubahan struktur kepemilikan stasiun televisi sama dengan peralihan hak frekuensi. Padahal, kepemilikan frekuensi tak bisa dialihkan dan diperjual-belikan. "Ini jelas melanggar Undang-Undang Penyiaran dan peraturan yang dibuat pemerintah sendiri," ujarnya.

Undang-Undang Penyiaran pasal 34 menyebutkan izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindah-tangankan kepada pihak lain. Pasal 28 Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan lembaga penyiaran swasta juga mewajibkan adanya laporan soal perubahan kepemilikan saham pada lembaga yang bersangkutan. "Tapi selama ini perubagan kepemilikan terkesan tak terbuka." kata Don Bosco.

Dia menambahkan, komisi juga menilai konsolidasi yang terjadi pada industri pertelevisian cenderung sentralistik. Stasiun televisi hanya dikuasai beberapa konglomerasi media besar. Sentralisasi kepemilikan dikhawatirkan berimbas pada penyeragaman informasi. "Padahal semangat undang-undang mengamanatkan industri penyiaran memberikan informasi yang heterogen," ujarnya.

Menurut dia, upaya penertiban hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. "Kami hanya bisa merekomendasikan."Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi Freddy H. Tulung mengatakan, soal akuisisi kepemilikan perusahaan televisi, aturan pemerintah sebenarnya cukup ketat. "Semua pihak harus melakukan aturan itu," kata dia.

Dia mengatakan, perubahan kepemilikan televisi selama ini hanya pergantian pemilik perusahaan. Institusinya sama sekali tidak berubah. Dia mencontohkan perusahaan kepemilikan di Lativi. "Pemiliknya berganti. Tapi bajunya tetap," ujarnya.

Kendati begitu, dia mengakui ketentuan kepemilikan perusahaan pertelevisian memang masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki. "Banyak bolongnya dan memang perlu diperbaiki," ujarnya di Jakarta kemarinAGOENG WIJAYA dian yuliastuti


http://www.tempointeractive.com/read.php?NyJ=cmVhZA==&MnYj=MTE3ODc2

Tidak ada komentar: