02 Juni 2010

Media Cetak Lebih Bebas

Selasa (25/5), Sasa Djuarsa (54), Ketua Komisi Penyiaran Indonesia periode 2007-2010 dan anggota KPI periode 2004-2007, berbenah untuk meninggalkan ruang kerjanya. Ini dilakukan sejak terbit Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2010, yang menetapkan anggota baru KPI periode 2010-2013,

"Saya akan kembali ke kampus," katanya saat ditemui Kompas di Kantor KPI, Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (31/5).

Selama enam tahun tiga bulan berkarya di KPI, Sasa boleh dibilang ikut sebagai peletak dasar tugas pokok KPI melakukan pengaturan, pengawasan, dan pengembangan media penyiaran di Indonesia.

Pria kelahiran Garut, Jawa Barat, 8 April 1949, itu tercatat sebagai Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta. Suami dari Ida Farida yang memiliki tiga putra itu setelah lulus dari UI memperdalam ilmu komunikasinya di Universitas of Hawaii, Amerika Serikat. Sasa menyelesaikan program doktoralnya di The Ohio State University, Colummbus, Ohio, AS.

Bagaimana posisi KPI untuk menjaga kebebasan pers?

KPI, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasti mendukung dan berupaya semaksimal mungkin menjaga dan meningkatkan kebebasan pers. Itu adalah harga mati. Namun, kebebasan pers harus dimaknai sebagai kebebasan yang berkualitas. Dalam artian kebebasan menyampaikan informasi yang bersandarkan pada prinsip memegang teguh kebenaran, keadilan, dan harus ditujukan bagi kepentingan publik secara luas.

Bagaimana kaitannya dengan tugas KPI?

Secara teoretis, informasi yang disampaikan dalam bentuk uraian fakta peristiwa dan atau opini di media massa harus mengutamakan obyektivitas, yang harus mengandung dua ciri. Selain faktualitas, juga impartialitas. Faktualitas menuntut dua aspek, yaitu kebenaran dan signifikansi sosial, misalnya peristiwa layak untuk diberitakan karena memang benar terjadi. Namun, media massa harus bertanya lebih lanjut, apa signifikansinya dari pemberitaan itu bagi kepentingan masyarakat umum? Impartialitas menuntut dua aspek, yaitu netral dan seimbang (cover both side). Untuk persoalan ini memang relatif karena media boleh bersikap berpihak kepada kelompok masyarakat yang teraniaya oleh kebijakan yang tidak adil.

Media memang harus menjalankan kontrol sosial. Namun, kontrol sosial yang dilakukannya selama ini cenderung selalu ke atas atau menyoroti penguasa. Memang itu harus dan akan lebih menarik. Namun, media massa tak boleh seperti itu. Dalam demokrasi dan keberagaman, pers juga juga harus mengontrol ke bawah, kepada masyarakat. Supaya masyarakat tidak gampang marah dan anarkis serta memancing konflik sosial. Misalnya, setelah kerusuhan Koja lalu, pers seharusnya menggambarkan bagaimana kerusakan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat kerusuhan itu serta berupaya mengingatkan masyarakat agar peristiwa itu tidak berulang kembali.

Memang, kebebasan berekspresi dalam konteks media penyiaran agak berbeda dengan kebebasan berekspresi untuk media cetak. UU Penyiaran lebih banyak memberikan pengaturan dan pembatasan ketimbang UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kebebasan berekspresi di media cetak lebih bebas dibandingkan dengan media penyiaran, seperti radio dan televisi. Kondisi ini berlaku sama di hampir semua negara demokratis, termasuk AS. Alasannya, media penyiaran menggunakan spektrum frekuensi yang adalah ranah publik dan sumber daya alam yang terbatas.

Apakah media massa masih benar menjalankan kebebasan pers?

Pers sebagai pilar keempat di era reformasi memegang peranan yang penting dan krusial. Selama ini kepercayaan masyarakat pada tiga pilar negara, yakni pemerintah, DPR, dan yudikatif, menurun. Sementara itu, kepercayaan kepada massa makin besar. Namun, kepercayaan masyarakat terhadap media ini jangan sampai disalahgunakan. Misalnya, hanya untuk kepentingan pemilik modal atau untuk kepentingan kelompok politik tertentu.

Bisnis media bukan bisnis biasa. Media massa juga adalah ruang untuk kepentingan publik dan tanpa diskriminatif. (har)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/02/03180678/media.cetak.lebih.bebas..

Tidak ada komentar: