30 April 2010

"Stringer" Tidak Sesuai dengan KEJ

Kondisi Jurnalis Indonesia

KOMPAS.com — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan perkembangan industri media dewasa ini ditandai dengan banyaknya jurnalis berstatus koresponden yang merupakan golongan rentan dalam bisnis media.

"Koresponden sering bekerja dengan kontrak kerja yang tidak jelas dan tidak mendapatkan jaminan asuransi atau kesehatan," kata Ketua Umum AJI Indonesia Nezar Patria dalam siaran persnya, Kamis (29/4/2010).

Dikatakannya, kaburnya standar upah serta beban kerja yang tinggi menyebabkan koresponden di daerah bekerja dalam kondisi yang tidak terjamin oleh perusahaan.

Kondisi tersebut, menurut Nezar, masih diperunyam dengan jenjang karier yang juga buram. "Walaupun sudah mendedikasikan dirinya selama bertahun-tahun, status koresponden masih tak kunjung jelas," katanya. 

Lebih mengkhawatirkan lagi, kini makin marak ditemui fenomena stringer atau jurnalis yang menjadi "koresponden" dari koresponden dengan kompensasi pas-pasan serta tidak terdaftar sebagai pekerja resmi di sebuah perusahaan media, terutama di stasiun televisi.

"Praktik kerja semacam itu selain bertentangan dengan kode etik jurnalistik, juga lebih parah dari sistem outsourcing (buruh kontrak) yang banyak ditolak oleh kalangan pekerja," kata Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia Winuranto Adhi.

Sementara berdasarkan hasil survei yang dilakukan AJI pada Maret lalu terhadap 192 jurnalis dari 48 media di tujuh kota mengungkapkan, masih ditemukan adanya jurnalis yang digaji di bawah standar upah minimum kota/kabupaten.

Ketujuh kota tersebut meliputi Jakarta, Banda Aceh, Medan, Lampung, Bandung, Solo, dan Palu. "Ternyata masih ditemukan ada jurnalis yang digaji di bawah standar UMK (upah minimum kota/kabupaten)," katanya.

Meski dibayangi kondisi yang masih memprihatinkan, AJI memberi apresiasi atas kemajuan pekerja media yang berhasil membangun wadah persatuan yang lebih solid melalui Federasi Serikat Pekerja Media Independen.

Federasi itu merupakan gabungan delapan serikat pekerja media di Indonesia meliputi Dewan Karyawan Tempo (DeKaT), Forum Karyawan Swa (FKS), Serikat Pekerja Radio 68H, Perkumpulan Karyawan Smart FM (PKS), Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar, Serikat Pekerja RCTI, Serikat Pekerja Suara Pembaruan, dan Ikatan Karyawan Solo Pos (Ikaso). Dua serikat pekerja media yakni Serikat Pekerja Harian Mercusuar Palu dan Serikat Pekerja Koran Jakarta menyatakan akan bergabung dalam federasi itu.

Selain itu, menurut AJI Indonesia, tahun 2010 dapat dikatakan sebagai musim gugur pekerja media di Indonesia. Jika pada masa November 2008-April 2009 AJI mencatat hanya ada 100 pekerja media yang dipecat, kini data tersebut kian melonjak tajam.

Berdasarkan data yang dihimpun AJI Indonesia, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan skorsing bernuansa union busting melanda sedikitnya 217 pekerja stasiun televisi Indosiar. Masalah itu juga dialami 144 pekerja koran Berita Kota pasca-diakuisisi Kelompok Kompas Gramedia (KKG), 50-an pekerja Suara Pembaruan, dan kelompok media grup Lippo lainnya, serta puluhan pekerja stasiun televisi Antv.

Konflik ketenagakerjaan sebagai imbas dari ketidakjelasan aturan kerja hingga masalah kesejahteraan pun mulai bermunculan, misalnya, terjadi di Koran Jakarta yang berujung pada pemogokan kerja sebagian kecil wartawannya.

Sementara di daerah, kasus seperti itu juga terjadi. Sebanyak 60 pekerja harian Aceh Independen menjadi korban PHK massal, kemudian di Kendari sejumlah wartawan Kendari TV juga dilaporkan mengalami nasib serupa. Saat situasi pemecatan sepihak terjadi, kerap tidak menguntungkan kalangan pekerja.  

Pemberangusan serikat pekerja

Masih menurut Nezar, di samping PHL massal, kondisi yang juga mengkhawatirkan adalah munculnya praktik pemberangusan serikat pekerja (union busting) di sejumlah industri media dan masih rendahnya upah dan kesejahteraan jurnalis serta pekerja media di Indonesia.

Bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia atau Mayday pada Sabtu, 1 Mei 2010, AJI yang memiliki 28 cabang (AJI Kota) akan membawa tiga tuntutan besar, yakni menolak PHK massal, menghentikan pemberangusan serikat pekerja (union busting), dan memberikan kesejahteraan bagi jurnalis dan pekerja media.

Untuk menyuarakan tuntutan tersebut secara serentak, cabang AJI di 28 kota akan melakukannya dengan sejumlah cara, antara lain, menggelar aksi bersama kelompok lain yang juga merayakan Hari Buruh Sedunia, membuat diskusi atau talkshow, melakukan survei, dan menetapkan upah layak jurnalis, serta melakukan konferensi pers dan membuat pernyataan sikap.

AJI juga menyerukan kepada seluruh pekerja media untuk bersatu dalam serikat pekerja media yang kuat dan independen.- http://nasional.kompas.com/read/2010/04/29/17062144/.quot.Stringer.quot..Tidak.Sesuai.dengan.KEJ




Tidak ada komentar: