06 Mei 2009

Pasal Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE Konstitusional

Jakarta, Kompas - Pengguna media internet/online sebaiknya mulai berhati-hati dalam mendistribusikan dan mentransmisikan informasi ataupun dokumen elektronik, terutama yang mengandung muatan penghinaan atau pencemaran nama baik seseorang. Mereka dapat dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang hari Selasa (5/5) eksistensinya semakin dikukuhkan Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi (MK)— dalam putusannya—menyatakan, negara berwenang melarang pendistribusian/pentransmisian informasi semacam itu sebagai bagian dari perlindungan hak warga negara dari ancaman serangan penghinaan atau pencemaran nama baik. Pasal 27 Ayat (3) dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

MK menolak permohonan uji materi yang diajukan Iwan Piliang, Edy Cahyono, Nenda Inasa Fadhilah, Amrie Hakim, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Lembaga Bantuan Hukum Pers.

Pasal 27 Ayat (3) berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Dalam pertimbangannya, MK mengakui hak tiap warga negara untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyimpan informasi. Namun, hal tersebut tidak boleh menghilangkan hak orang lain untuk mendapat perlindungan diri, keluarga, kehormatan, martabat dan nama baiknya.

"Kewenangan negara untuk mengatur hal tersebut dapat dibenarkan guna menciptakan situasi yang lebih kondusif bagi terpenuhinya hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan nama baik seseorang," ujar hakim MK.

Menurut MK, Pasal 27 Ayat (3) tersebut hanya membatasi siapa saja yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan informasi atau dokumen elektronik yang memuat unsur penghinaan. "Pembatasan itu tidak dilakukan dalam rangka memasung atau membenamkan hak-hak dasar untuk mencari, memperoleh informasi," ujar hakim MK.

Ditambahkan, pembatasan yang dimaksud juga tidak dapat serta-merta dikatakan sebagai bentuk penolakan atau pengingkaran nilai-nilai demokrasi.

Terkait putusan tersebut, Aliansi Jurnalis Independen—dalam siaran persnya—menyatakan kecewa terhadap putusan MK. Putusan ini membuat jurnalis yang bekerja di media online mendapat ancaman lebih berat jika melakukan perbuatan pencemaran nama baik dibandingkan dengan jurnalis media lain.

Seperti diatur dalam Pasal 45 Ayat (1) UU ITE, pelanggaran terhadap ketentuan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

AJI menilai, putusan itu menunjukkan bahwa hakim konstitusi masih menggunakan paradigma hukum lama. Saat ini, banyak negara yang sudah menghapus delik pencemaran nama baik atau criminal defamation karena pidana itu sering digunakan untuk mengekang kebebasan berekspresi. (ana)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/05/06/04464181/pasal.pencemaran.nama.baik.dalam.uu.ite.konstitusional

Tidak ada komentar: