12 Juni 2008

Undang KPI, MNC Diskusikan Implementasi P3 dan SPS

kpi.go.id 12/6/08 - KPI Pusat memenuhi undangan audiensi dengan MNC untuk mendiskusikan berbagai masalah dan perbaikan kualitas isi siaran televisi. Pada pertemuan yang digelar kemarin (11/6), di komplek studio RCTI, Kebon Jeruk, Jakarta ini, diskusi difokuskan pada penerapan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) yang menjadi standar pengawasan KPI terhadap isi siaran televisi. "Ini merupakan kesempatan baik bagi kami untuk berdialog dan mendapatkan gambaran yang lebih jelas dalam hal aturan tayangan program televisi", papar Program Director RCTI Sutanto Hartono.

Dalam paparannya, KPI Pusat yang diwakili oleh Yazirwan Uyun, Mochamad Riyanto, dan Selamun Yoanes Bosco secara berkesinambungan memberikan gambaran isi dan implementasi P3 dan SPS, kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan KPI, serta tindaklanjut pelanggaran isi siaran. P3 dan SPS adalah acuan bagi lembaga penyiaran dalam memproduksi dan menyiarkan isi siaran televisi.

Memancing diskusi, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Yazirwan Uyun menunjukkan contoh-contoh cuplikan tayangan hasil pemantauan KPI Pusat yang dinilai melanggar P3 dan SPS. "Berdasarkan hasil temuan KPI dalam pengumuman tayangan bermasalah yang dilanjutkan dengan surat teguran beberapa waktu lalu, KPI akan mengawasi tayangan tersebut lebih ketat untuk melihat apakah ada perbaikan atau tidak," jelas mantan Direktur Utama TVRI yang akrab dipanggil Iwan Uyun ini.

Iwan Uyun juga menyampaikan aktivitas pemantauan rutin KPI Pusat saat ini terhadap isi siaran yang didukung oleh tim ahli dengan kompetensi beragam seperti bidang pendidikan maupun bidang anak. "KPI saat ini fokus memantau empat jam untuk setiap stasiun televisi yang tersebar dalam berbagai program seperti sinetron dan variety show. Selain itu juga ada kajian isi siaran berdasarkan isu-isu tertentu seperti tayangan anak, kekerasan, pornografi, maupun mistik dan religi yang timnya dikoordinir masing-masing komisioner," terangnya.

Anggota KPI Pusat Selamun Yoanes Bosco yang mengawal kajian anak menyampaikan pentingnya pihak televisi untuk lebih hati-hati dalam memproduksi program khususnya dengan mempertimbangkan dampak yang mungkin ditimbulkan dari sebuah tayangan jika ditonton oleh anak-anak. Don mengaku, KPI banyak menerima complain dari para orang tua maupun guru yang mengeluhkan perilaku anak-anak yang menurut mereka disebabkan atau mencontoh tayangan yang ada di televisi.

"Pernah seorang guru mengeluh. Waktu itu si guru bertanya kepada muridnya kenapa Pattimura ditangkap, si murid sontak menjawab dengan lelucon kalau Pattimura ditangkap karena takdir," sampai Don Bosco. "Tentu, harus ada penelitian untuk membuktikan dugaan ini, apakah memang berpengaruh langsung atau tidak. Namun, asumsi kita di KPI, mereka awalnya mendapatkannya di televisi," tambah Koordinator Bidang Perizinan KPI Pusat yang akrab dipanggil Don Bosco ini.

Lebih lanjut, Don Bosco menambahkan tayangan televisi yang saat ini banyak mendapat kritik adalah tayangan anak yang banyak mengandung unsur kekerasan baik fisik maupun verbal, unsur mistik, pornografi, unsur perilaku negatif seperti berpacaran di usia dini. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus disebabkan anak-anak sangat rawan meniru tayangan tersebut. Don Bosco meminta agar stasiun TV melakukan Internal Quality Control yang lebih teliti untuk menghindari tayangan yang dapat memicu keresahan masyarakat.

Dalam hal penegakan aturan dan memperkuat pelibatan masyarakat, anggota KPI Pusat Mochamad Riyanto menerangkan kerjasama-kerjasama yang sudah dilakukan KPI untuk mendorong peningkatan kualitas isi siaran televisi seperti membuat Nota Kesepahaman dengan Polri, LSF, MUI, serta PBNU. "Kerjasama dimaksudkan agar ada kejelasan wadah bagi pengaduan dari masyarakat serta kejelasan jalur koordinasi jika terjadi pelanggaran isi siaran," jelas Riyanto.

Menurut Riyanto, kerjasama ini bisa dipahami sebagai upaya melindungi semua pihak, baik masyarakat maupun lembaga penyiaran. "Kasus pidana penyiaran terkait isi siaran itu sifatnya bukan delik aduan sehingga sebenarnya polisi bisa bertindak tanpa harus menunggu ada tidaknya pengaduan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga harus punya wadah saluran aspirasi yang baik. Nah, MoU didesain untuk mengkerangkai agar setiap masalah isi siaran dapat dikelola dengan baik melalui KPI," tutur anggota Bidang Kelembagaan KPI Pusat ini.--

Tidak ada komentar: