06 November 2010

Perlu ditertibkan secara TEGAS fungsi keberadaan media di lokasi bencana, terutama yang melanggar P3 SPS Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009

r aryo bilowo, DKI Jakarta

Jakarta 05 November 2010
Surat terbuka kepada Yth. Komisi Penyiaran Indonesia
Perihal : Perlu ditertibkan secara TEGAS fungsi keberadaan media di lokasi bencana, terutama yang melanggar P3 SPS Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009

Sebelumnya saya berterimakasih atas perhatian media yang besar terhadap bencana yang terjadi di Merapi. Hanya saja, terkait beberapa kejadian peliputan dalam kurun waktu 10 (sepuluh) hari ini, terbukti justru telah meresahkan masyarakat, dan melanggar P3 SPS Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009.

Berikut coba saya uraikan sedikit contoh pelanggaran dimaksud:
- Pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010, Mariskha Prudence –reporter Metro TV- memaksa melakukan wawancara terhadap seorang ibu yang baru saja kehilangan bayinya akibat gangguan pernapasan/menghirup abu merapi, dengan bertanya "Bagaimana perasaan anda?"
- Pada hari Kamis tanggal 4 November 2010, reporter TVOne melakukan wawancara terhadap orang yang anaknya sedang kejang-kejang.
Kedua kejadian tersebut di atas melanggar Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik:
"Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik"
Dimana hal tersebut sekaligus melanggar Ps. 18 P3 SPS, Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009 tentang Prinsip-Prinsip Jurnalistik.


- Pada tgl 29 atau 30 Oktober 2010, TVOne melaporkan bahwa luncuran awan panas telah mencapai Jalan Kaliurang km. 6,2. (dimana kira2 berjarak hampir 25 km dari puncak merapi). Belakangan diketahui bahwa hal tersebut sebetulnya adalah hujan abu.
- Pada tanggal 30 Oktober 2010, TVOne melaporkan bahwa luncuran awan panas mencapai jarak 20km dari puncak merapi. Belakangan diketahui bahwa hal tersebut sebetulnya adalah hujan abu.
- Pada tanggal 4 November 2010, reporter TVOne melaporkan berada di desa Dompol, belakangan diketahui ybs bukan disitu akan tetapi di Wirosaban, Jogja.
- Pada tanggal 4 November 2010, Metro TV melaporkan korban meninggal karena lahar panas. Telah coba dilakukan koreksi oleh penelpon dengan mengatakan awan panas, akan tetapi ybs tetap "keukeuh" dengan mengatakan itu adalah lahar panas.
- Banyak lagi kejadian dalam 10 hari belakangan yang tidak sempat saya catat, akan tetapi pada intinya sama: Dramatisasi keadaan, yang justru membuat warga semakin PANIK.
Beberapa kejadian tersebut di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik:
Pasal 3 "Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah."
Pasal 4 "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul."
Dimana hal tersebut sekaligus melanggar P3 SPS, Peraturan KPI No.02/P/KPI/12/2009:
Pasal 18 tentang Prinsip-Prinsip Jurnalistik:
- angka 3 yaitu Tidak menghasut dan menyesatkan,
- angka 4 yaitu Tidak mencampuradukkan fakta dan opini,
- angka 7 yaitu Tidak membuat berita bohong, fitnah atau cabul,
- angka 8 yaitu Lembaga penyiaran wajib tunduk pada kode etik jurnalistik yang ditetapkan oleh dewan pers

Pasal 34 tentang Peliputan bencana alam:
- angka 1 yaitu Melakukan peliputan harus mempertimbangkan proses pemulihan korban dan keluarganya,
- angka 2 yaitu Tidak menambah penderitaan atau trauma korban bencana,
- angka 3 yaitu Gambar korban, penderitaan harus sesui dengan konteks mendukung tayangan

Bahwa pada dasarnya media, -terutama TV-, saat ini menjadi media informasi utama yang dapat diakses masyarakat. sehingga jika terjadi kesalahan informasi, selayaknya segera dilakukan ralat/koreksi, agar tidak menimbulkan kepanikan warga. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, tentunya justru dapat menjadi bumerang bagi media itu sendiri. Contoh paling sahih adalah adanya poster/tulisan warga di karton/kertas tentang penolakan warga pengungsian terhadap TVOne.

Pada akhirnya, guna membuat keadaan menjadi stabil dan mendudukkan kembali fungsi media pada khittahnya untuk "mereport", bersama surat ini saya memohon kepada KPI untuk menertibkan secara tegas fungsi keberadaan media di lokasi bencana, dan jika diperlukan melarang media tersebut untuk melakukan liputan di lokasi bencana.

Salam,
R Aryo Bilowo (081822960990)
Jalan Pejompongan No 2, Jkt Pusat 10210

http://www.kpi.go.id/index.php?etats=pengaduan&nid=11711

Tidak ada komentar: