06 Juli 2008

Iklan Asing Ancam Industri Periklanan Lokal

[JAKARTA] Iklan asing mendominasi industri periklanan di Indonesia. Jika dibiarkan tanpa adanya pembatasan peraturan, fenomena ini dikhawatirkan membawa pengaruh besar pada produk industri perusahaan lokal dalam negeri.

Oleh karena itu, pemerintah diharapkan dapat memberikan fasilitas, menerapkan kebijakan-kebijakan yang bisa memicu pertumbuhan periklanan, sehingga membangkitkan industri periklanan dalam negeri.

Demikian salah satu kesimpulan dari "Forum Diskusi Bulanan Astro Mengenai Penataan Iklan Asing di Indonesia" di Ruangan Baladewa, Gedung Bidakara, Jl Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Diskusi tersebut membahas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 25/ PER/ M KOMINFO/ 2007, yang sebagaimana diubah No. 44/ PER/ M.KOMINFO/ 12/ 2007, tentang sumber daya dalam negeri untuk produk iklan yang disiarkan lewat lembaga penyiaran.

Sejumlah tokoh tampil sebagai pembicara, yakni Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Sasa Djuasa Sendjaja, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) Narga Shakri Habib dan Senior Vice President Legal PT Direct Vision Erwin Darwis Purba.

Menurut Ketua PPPI Narga Shakri Habib, pembuatan iklan asing sehingga mendominasi dalam negeri ini karena proses pembuatannya lebih murah, hasilnya lebih bagus dan prosesnya pun cepat, tidak seperti produk dalam negeri.

"Di Indonesia, belanja iklan tumbuh mencapai Rp 35 triliun. Sekitar 66 persen dari belanja iklan tersebut lewat siaran televisi mencapai Rp 23 triliun. Sebagian lagi diperoleh oleh Nielsen," ujar Narga Shakri. Selebihnya lewat biro iklan perumahan, media cetak, dan lainnya.

"Pengaruh dari iklan asing itu memang sangat besar. Tujuan pembatasan untuk menghidupkan industri periklanan lokal pun dikhawatirkan justru ini nantinya dapat mematikan," jelasnya.

Sasa Djuasa Sendjaja menyampaikan, persoalan yang dihadapi industri periklanan dalam negeri menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan industri asing. Hal itu tidak akan terjadi bila Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran diterapkan.

Dalam Pasal 46 ayat 11 tertuang, materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri. Selain itu juga terdapat dalam Pasal 55 ayat 1 dan 2, tentang pelanggaran terhadap Pasal 46 ayat 11, dikenai sanksi administratif.

Sulit Implementasi

Selain itu, ada kewenangan yang seharusnya ditangani oleh KPI, namun Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), juga memiliki kewenangan itu.

"Semangat undang-undang memang harus disepakatai, hanya saja implementasinya tak semudah membalikkan telapak tangan. Tujuan pembatasan iklan asing sebenarnya baik. Namun, apakah pengiklan lokal sudah siap," tanya Sasa Djuasa.

Sementara itu, Senior Vice President Legal PT Direct Vision, Erwin Darwis Purba lebih fokus membahas tentang pelaksanaan iklan asing yang bukan hanya untuk siaran iklan melainkan juga satu paket dengan suatu kegiatan lain. Dia mengkritik kelemahan aturan itu.

"Misalnya, kegiatan olahraga. Johny Walker untuk kegiatan F1, Tiger Beer untuk kegiatan turnamen golf, Bardays Premier League. Apakah berarti kita tak dapat menayangkan program tersebut, karena iklan (billboard, kostum, dan baliho) dan sebagainya, sudah satu paket dalam siaran tersebut?," tanya Erwin. [AHS/U-5]

http://www.suarapembaruan.com/News/2008/07/04/index.html

Tidak ada komentar: